Sukses

Studi Ungkap Orang Dewasa akan Lebih Stres pada 2023

Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa orang dewasa akan merasa lebih stres pada 2023 mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - Lebih banyak orang dewasa di Amerika Serikat dilaporkan akan merasa lebih stres pada 2023, tetapi juga mengatakan lebih bersedia untuk mengambil langkah-langkah guna mengatasi stres tersebut, ungkap sebuah survei yang dirilis baru-baru ini, dilansir dari situs NBC News.

Jajak pendapat Healthy Minds dari American Psychiatric Association melakukan survei terhadap lebih dari 2.200 orang dewasa Amerika Serikat pada 7 dan 8 Desember. Hasilnya dibandingkan dengan jajak pendapat serupa yang dilakukan pada Desember 2021.

Hasilnya, sekitar 26 persen responden melaporkan bahwa dirinya mengantisipasi tingkat stres yang lebih tinggi di tahun baru 2023, naik dari 20 persen pada tahun sebelumnya.

Hampir 2 dari 5 orang atau sekitar 37 persen orang dewasa menilai kesehatan mentalnya sebagai "lumayan atau buruk" bulan ini, naik dari 31 persen dibanding setahun yang lalu. Dewasa muda, orang dewasa berpenghasilan rendah, dan orang tua adalah yang paling banyak menilai kesehatan mentalnya sebagai lumayan atau buruk.

Di saat yang bersamaan, lebih banyak orang dewasa mengatakan dirinya berencana untuk mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kesehatan mentalnya tahun depan dengan cara menulis jurnal atau pergi ke terapi, sebut survei tersebut.

"Pesan yang dibawa pulang benar-benar sangat positif, yaitu bahwa lebih banyak orang Amerika bersedia berbicara tentang kesehatan mentalnya," ucap presiden Asosiasi Psikologis Amerika (APA), Dr. Rebecca Brendel.

Jadi, apa yang menyebabkan orang stres? Menurut survei APA, keuangan pribadi menempati peringkat tertinggi di antara sumber kecemasan, yang diikuti oleh:

-Ketidakpastian

-Kesehatan fisik

-Kesehatan mental

-Hubungan dengan keluarga dan teman

-Keamanan kerja.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Lelah Jadi Penyebab Stres

Lindsey McKernan, seorang profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Vanderbilt University Medical Center di Nashville, Tennessee, mengatakan orang-orang tampaknya mengalami "kelelahan kolektif" setelah lebih dari dua tahun dihadapkan dengan pandemi COVID-19.

Virus corona, ketidakpastian geopolitik, dan ketakutan akan resesi telah membuat orang lebih stres, ucapnya.

"Kita sedikit lebih lelah," katanya, "Dan terkadang ketika Anda sedikit lebih lelah, maka Anda menjadi lebih rentan terhadap efek stres."

Tanda-tanda umum stres termasuk kesulitan tidur, perubahan nafsu makan, perubahan suasana hati dan kesulitan berkonsentrasi, menurut National Alliance on Mental Illness.

Dalam jangka panjang, stres dapat memperburuk gangguan mental, termasuk depresi.

Sebagai upaya untuk menghadapi stres, sekitar 29 persen orang dewasa yang mengikuti survei menunjukkan bahwa dirinya akan membuat resolusi tahun baru terkait dengan peningkatan kesehatan mental pada tahun 2023, naik dari 26 persen di tahun lalu, menurut survei tersebut.

Resolusi tersebut mencakup lebih banyak berolahraga, bermeditasi, mempraktikkan spiritualitas, beristirahat dari media sosial dan menulis jurnal.

3 dari 4 halaman

Melakukan Terapi

Melakukan terapi menempati peringkat ketiga dalam daftar resolusi, menjadi kejutan menyenangkan bagi psikolog berlisensi dan direktur Suicide Prevention and Exposure Lab di University of Kentucky Julie Cerel.

Dia mengaitkan peningkatan itu dengan lebih banyak kesadaran akan terapi.

Mendapatkan kabar di luar sana bahwa ada perawatan serta bantuan, dan bahwa seseorang tidak perlu menderita sendirian, ujarnya.

Selain melakukan terapi, orang dapat mengambil langkah-langkah kecil untuk menjaga kesehatan mentalnya, termasuk berolahraga, membatasi media sosial dan menghidupkan kembali persahabatan lama, ucap Brendel. Dia menyarankan untuk tidak melakukan "perubahan radikal" yang menurutnya bisa terasa "memberatkan."

"Setiap langkah kecil yang diambil dapat berdampak secara kumulatif seiring berjalannya waktu," tambahnya.

McKernan mengatakan cara lain orang dapat menjaga kesehatan mentalnya yaitu dengan memperhatikan tanda-tanda stres. Menjaga hubungan dengan anggota keluarga dekat atau orang yang dicintai lainnya juga penting.

"Beberapa orang membatasi pergerakan atau mengisolasi diri, dan Anda perlu berusaha untuk tetap terhubung," katanya.

4 dari 4 halaman

Tips Lain untuk Mencegah Stres

Beberapa hal lain yang dapat membantu mengurangi stres menurut situs Harvard Health Publishing, antara lain:

1. Tertawa

"Tertawa disebut sebagai 'jogging internal' oleh Dr. William Fry, dan dapat menjadi sumber penyembuhan. Ini karena tertawa menurunkan hormon stres dan merupakan ekspresi kegembiraan, optimisme, dan harapan," ucap Dr. Ramchandani.

Anda bisa menonton film komedi atau saling melempar teka-teki lucu dengan teman untuk berbagi tawa.

2. Kurangi Kebisingan

"Suara keras memicu respons stres," ucap Dr. Ramchandani. Ini membuat Anda sulit berpikir dan tidak fokus. Oleh karena itu, kurangi kebisingan.

Namun, jika suara keras tidak dapat dihindari—misalnya karena berasal dari tetangga, lalu lintas, atau seseorang di rumah atau kantor—cobalah memakai penyumbat telinga atau headphone peredam suara.

3. Mainkan Musik yang Menenangkan

Tidak seperti suara keras, musik yang menenangkan dapat memberi respons relaksasi.

"Terapi musik memiliki kekuatan besar untuk penyembuhan, dan digunakan dalam keadaan medis untuk segala hal mulai dari pengobatan kanker hingga pemulihan COVID-19," tutur Dr. Ramchandani.

"Akan tetapi, Anda harus hadir dan terlibat dalam suara yang Anda dengar. Jika pikiran Anda mengembara ke tempat yang penuh tekanan, musik tidak akan membantu."

 

(Adelina Wahyu Martanti)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini