Sukses

Wacana STR Seumur Hidup, IDI Ingatkan Pentingnya Jaga Kompetensi Dokter

Tanggapan wacana Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup, kompetensi dokter harus dijaga.

Liputan6.com, Jakarta Surat Tanda registrasi (STR) dokter sempat menjadi polemik setelah munculnya isu Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Kesehatan. Dalam RUU tersebut, diwacanakan STR yang merupakan bukti tertulis seorang dokter dan tenaga kesehatan telah memiliki sertifikat kompetensi disebut-sebut berlaku seumur hidup. 

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Mohammad Adib Khumaidi menanggapi wacana STR yang berlaku seumur hidup. Selama ini perpanjangan dan evaluasi STR dilakukan tiap lima tahun sekali.

Ditegaskan Adib bahwa STR sangat berkaitan dengan kompetensi dokter. Artinya, pemberian STR menandakan dokter tersebut mempunyai kompetensi yang mumpuni untuk melayani masyarakat. Kompetensi yang dimaksud berupa kemampuan, keahlian, dan pengetahuan yang dimiliki sesuai bidang masing-masing.

“STR itu kan berarti sudah teregistrasi. Dasar pemberian registrasi dari sertifikasi kompetensi yang telah dimiliki dokter. Lalu, apakah sekarang masyarakat mau dilayani oleh dokter yang tidak ada sertifikasinya?” terangnya saat acara ‘Media Briefing: Pendidikan Kedokteran dan Distribusi serta Proses Pendidikan Kedokteran Spesialis’ di Kantor PB IDI Jakarta, ditulis Minggu (18/12/2022).

“Apakah menjamin juga 5 - 10 tahun kemudian, tidak ada sesuatu yang terjadi? Mungkin, mohon maaf, dokternya enggak bisa melakukan operasi lagi karena dokternya sempat mengalami stroke, salah satunya begitu misalnya. Kalau STR-nya seumur hidup, bagaimana juga nanti menjamin kompetensi dokternya?”

Demi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, kompetensi dokter perlu diperbarui secara berkala, sejauh mana peningkatan kemampuan dan pengetahuannya. Itulah yang menjadi dasar perpanjangan STR yang dilakukan 5 tahun sekali selama ini.

“Ilmu kedokteran itu long life learning (belajar sepanjang hayat), kami terus update (perbarui). Bayangkan, COVID-19 saja kita udah kelabakan, berubah-ubah aturan. Makanya, ada yang namanya update knowledge,” jelas Adib.

“Apakah mau masyarakat dilayani dokter yang teorinya masih masa lalu (belum diperbarui), misalnya? Nah, update ini sangat dibutuhkan yang kemudian kan harus teregistrasi dengan penerbitan STR tadi. Konteks kami adalah bagaimana supaya kompetensi dokter tetap terjaga. Indonesia ini termasuk lama lho perpanjangan STR, kalau negara lain malah 2 tahun sekali.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kemampuan Dokter Harus Dievaluasi Berkala

Ketua Umum PB IDI Periode 2018 - 2021, Daeng M. Faqih ikut menyoroti polemik wacana Surat Tanda Registrasi (STR) dokter seumur hidup. Senada dengan Adib, Daeng mempertanyakan, bagaimana nanti penilaian kompetensi dokternya?

“Penilaian (perpanjangan) STR sekarang aja 5 tahun sekali. Nah, kenapa sih harus dilakukan tiap 5 tahun sekali? Ini kan buat kita mengetahui sudah sejauh mana keahlian, keterampilan atau pengetahuan si dokternya,” bebernya saat ditemui Health Liputan6.com usai acara Peluncuran Buku ‘Hidup Bersama Polio: Sumbangsihku bagi Bangsa dan Negara’ di Hotel JS Luwansa Jakarta, Sabtu (3/12/2022).

“Apakah (kemampuan dokter) mengalami pengurangan? Berapa persen harus ditingkatkan (pengetahuannya)? Meskipun nanti mungkin ya kalau proses STR seumur hidup itu jadi (berlaku), yakin enggak nih dokter-dokter tidak berkurang pengetahuan dan keterampilannya? Ilmu kedokteran itu belajar sepanjang hayat.”

Untuk mengetahui dokter yang bersangkutan itu belajar sepanjang hayat, butuh instrumen yang harus dievaluasi secara periodik. Tujuannya, menjamin dokter yang bekerja adalah dokter yang profesional dan kompeten.

“Ini nanti juga kan masuk ke penilaian masyarakat, mereka merasa aman dong dilayani dokter yang benar-benar punya kemampuan. Kalau kemampuan dokter berkurang ya harus tingkatkan dong, kalau stagnan ya ditingkatkan lagi,” tutur Daeng.

“Kalau evaluasi (buat perpanjangan STR) seumur hidup, ada enggak yang menjamin dokter itu keahliannya, pengetahuannya tetap pada perkembangan ilmu yang ter-update (perbarui)? Kita lihat COVID-19 aja, mutasi virus tiap bulan, dokter kan belajar juga setiap waktu.”

3 dari 4 halaman

Jaga Profesionalitas dan Integritas

Daeng menekankan Pemerintah harus mempertimbangkan kembali bila kebijakan Surat Tanda Registrasi (STR) seumur hidup akan berjalan. Sebab, kemungkinan ada perubahan proses dan alur dalam mengurus STR tersebut yang berbeda dari sekarang.

“Saya kembalikan, apakah tetap diperlukan proses ini itu, karena mengurus STR dan Surat Izin Praktik (SIP) butuh rekomendasi dari organisasi profesi, bahwa ini benar dokternya, etika dokternya baik dan lain-lain,” lanjutnya.

“Kalau misalnya tidak diperlukan (proses yang sudah berjalan), ya enggak usah ada penilaian nanti tapi ini harus konsisten ya semua pihak.”

Daeng juga mengingatkan, profesionalitas dan integritas dokter tetap harus dijaga. Ia khawatir bilamana pada akhirnya proses perpanjangan STR seumur hidup berlaku, Pemerintah tetap bertanya kepada organisasi profesi atau membentuk tim khusus penilai kompetensi dokter.

Andaikan itu terjadi, menurut Daeng, hal itu tetap saja prosesnya juga membutuhkan waktu lama yang harus melewati serangkaian prosedur.

“Saya khawatir kalau Pemerintah yang mengerjakan, tapi nanti tanya lagi ke organisasi profesi. Itu kan memperpanjang prosedur juga namanya atau ada pihak lain membentuk tim lagi,” pungkasnya.

“Jadi, saya rasa kalau kita mau ingin menyelesaikan masalah pengurusan STR yang katanya disebut-sebut lama ya sebaiknya tanya dulu, apakah syarat ini itu penting untuk mencetak dokter yang baik, harus confirm (konfirmasi, dipastikan) dulu skill (kemampuan) dan kompetensi.”

4 dari 4 halaman

Semua Dokter yang Praktik Harus Diketahui Negara

Proses mengurus Surat Tanda Registrasi (STR) dokter dijelaskan singkat oleh Daeng M. Faqih. STR dibutuhkan untuk memproses penerbitan Surat Izin Praktik (SIP), yang mana dokter resmi berpraktik atau bertugas di fasilitas kesehatan setempat.

“Mengurus Surat Izin Praktik, dia (dokter) harus terdaftar dulu di negara. Ya tidak sembarang dokter berarti. Untuk mengurus STR diperlukan enggak semua dokter yang praktik itu harus diketahui oleh negara?” jelasnya.

“Guru aja harus terdaftar (teregistrasi) di provinsi, begitu ya. Sama saja kan dengan profesi lainnya juga. Jadi perlu ada rekomendasi dulu yang dikeluarkan organisasi profesi, oh ini benar dokternya enggak melakukan pelanggaran, etiknya baik.”

Sebelum penerbitan STR, dokter harus punya ijazah dan sertifikat yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang sama dengan profesi yang lainnya juga. Artinya, diketahui oleh negara, kemudian diminta rekomendasi kepada organisasi profesi bahwa dokter yang bersangkutan tidak memiliki pelanggaran.

Sebagaimana informasi dari laman Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), berkas yang harus diajukan untuk mengurus STR, salah satunya Surat Pernyataan Etika Profesi Dokter / Dokter Gigi yang telah diisi dan ditandatangani (Sesuai Perkonsil No.13 Tahun 2013).

Selanjutnya, dibutuhkan lampiran Sertifikat Kompetensi yang dikeluarkan oleh Kolegium terkait dan dilegalisir asli oleh pejabat yang berwenang di kolegium tersebut, yang masa berlakunya masih 5 tahun (tidak melebihi dari 6 (enam) bulan sejak tanggal dan tahun penetapan Sertifikat Kompetensi diterbitkan).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.