Sukses

Pakar: Lingkungan Berpengaruh Besar pada Persoalan Stunting

Permasalahan stunting tidaklah berdiri sendiri, sebab lingkungan terdekat anak merupakan faktor yang turut memberi pengaruh besar pada persoalan stunting di Indonesia

Liputan6.com, Jakarta Stunting bisa menjadi salah satu permasalahan yang dapat menghambat potensi optimal anak-anak sebagai penerus generasi bangsa Indonesia. Pakar menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan stunting termasuk lingkungan.

"Permasalahan stunting tidaklah berdiri sendiri, sebab lingkungan terdekat anak merupakan faktor yang turut memberi pengaruh besar pada persoalan stunting di Indonesia," kata Ahli Gizi dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Sri Anna Marliyati, melalui keterangan pers, Sabtu (19/11/2022).

Prof Sri menerangkan, terdapat berbagai faktor risiko yang dapat menyebabkan stunting antara lain:- Kurang memperhatikan status gizi ibu selama kehamilan, - Praktik menyusui atau ASI tidak eksklusif selama enam bulan - Praktik pemberian makan pendamping (MPASI) yang tidak tepat- Pemantauan tumbuh kembang anak yang tidak rutin.

Selain itu, katanya, faktor lain seperti status sosial ekonomi rumah tangga, ketahanan pangan keluarga, minimnya akses air bersih, buruknya fasilitas sanitasi, dan kurangnya kebersihan lingkungan juga menjadi penyebab stunting.

"Oleh karena itu, anak-anak yang lahir dan tumbuh dari lingkungan rumah dengan perawatan yang tidak bersih, sanitasi dan persediaan air yang tidak memadai, alokasi pangan dalam rumah yang tidak tepat, dan pendidikan pengasuhan anak yang rendah sangat berpotensi kuat mengalami masalah stunting," jelasnya.

Stunting merupakan kondisi di mana anak mengalami masalah pertumbuhan, hingga tinggi badannya di bawah rata-rata anak seusianya.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi balita stunting di tahun 2018 mencapai 30,8 persen, yang artinya satu dari tiga balita mengalami stunting. Sementara data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyatakan prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen.

Meskipun hasil survei status gizi menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, jumlah anak stunting sangat bervariasi antar daerah dan masih dikategorikan sebagai masalah kesehatan masyarakat berat menurut ambang batas WHO yaitu 20 persen.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dampak Stunting bagi Masa Depan Negara

Stunting juga dapat berdampak buruk bagi negara di masa depan. Dalam hitung-hitungan ekonomi, potensi kerugian ekonomi dari permasalahan gagal tumbuh ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi bagi negara sebesar 2-3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun , atau sekitar Rp 500 triliun rupiah per tahun, dengan asumsi PDB Indonesia tahun 2021 sebesar Rp16.970 triliun.

Hal tersebut bisa terjadi dikarenakan anak yang mengalami kondisi stunting berpeluang mendapatkan penghasilan 20 persen lebih rendah dibandingkan anak yang tidak mengalami stunting ketika dewasa nanti.

Untuk itu, angka prevalensi stunting di Indonesia masih harus terus ditekan agar bisa mencapai target menjadi 14% pada 2024, sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Presiden No 72 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

Hal tersebut penting dilakukan dan dukung semua pihak dengan pendekatan terpadu yang melibatkan semua elemen dan pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, akademisi atau perguruan tinggi, sektor swasta, masyarakat atau kelompok komunitas, serta media.

Lebih lanjut Prof. Sri mengatakan, stunting sebenarnya merupakan permasalahan kesehatan yang dapat dicegah, bahkan sejak sebelum kelahiran anak, berfokus pada 1000 Hari Pertama Kehidupan atau periode emas.

 

3 dari 4 halaman

3 Masalah yang Perlu Diperhatikan untuk Mencegah Stunting

Menurut Prof Sri, terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta perbaikan sanitasi dan akses air bersih.

"Pola makan yang baik perlu diperhatikan seperti pemenuhan kebutuhan gizi bagi ibu hamil, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan kemudian dilanjutkan dengan MPASI yang bernutrisi dan adekuat. Orang tua juga diharapkan menerapkan pola asuh yang baik dengan membawa anaknya secara rutin ke Posyandu untuk memantau tumbuh kembangnya, memenuhi kebutuhan air bersih, serta meningkatkan fasilitas sanitasi dan menjaga kebersihan lingkungan," jelasnya.

Sustainable Development Director Danone Indonesia, Karyanto Wibowo menyampaikan bahwa upaya pencegahan stunting sejalan dengan visi keberlanjutan Perusahaan ‘One Planet, One Health’ .

"Bersama Cegah Stunting merupakan integrasi program-program pencegahan stunting nasional yang menyasar edukasi gizi dan pola hidup sehat di keluarga maupun sekolah, seperti Isi Piringku, GESID (Generasi Sehat Indonesia), AMIR (Ayo Minum Air), Warung Anak Sehat (WAS), Bunda Mengajar, TANGKAS, WASH dan Aksi Cegah Stunting (ACS)," katanya.

Berbagai inisiatif tersebut kami lakukan dengan menerapkan tiga area fokus yaitu Pola Makan, Pola Asuh dan Sanitasi, lanjut dia.

"Hal tersebut dilakukan karena kami melihat permasalahan stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama terkait pola makan, pola asuh dan sanitasi yang kurang baik. Untuk itu, perlu adanya upaya intervensi dan edukasi untuk mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan," katanya.

 

4 dari 4 halaman

Program TANGKAS di Wonosobo

Perwakilan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Wonosobo, Sumino menambahkan, program TANGKAS bisa dijalankan bersama LPTP telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan kesadaran masyarakat atas pentingnya pola makan dengan gizi seimbang, pola asuh yang baik, kesehatan lingkungan, air bersih, sarana sanitasi dan PHBS yang berkorelasi dengan pencegahan atau mengurangi kejadian stunting di lokasi program.

"Melalui program TANGKAS dapat membuat Desa Mandiri di Wonosobo, sehingga masyarakat atau setiap keluarga disana mampu secara mandiri memenuhi pangan bergizi," katanya.

Diharapkan upaya tersebut membuat anak-anak di wilayah ini tidak lagi kekurangan gizi, karena sudah mampu menerapkan pola makan dan pola asuh yang baik untuk memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai dengan yang direkomendasikan.

"Selain itu, melalui program ini juga telah membantu peningkatan kapasitas para kader kesehatan, sehingga diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang optimal kepada masyarakat," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.