Sukses

Kemenkes Teliti 3 Jenis Virus dan Bakteri Terkait Gangguan Ginjal Akut Misterius

Penelitian tiga jenis virus dan bakteri terkait kasus gagal ginjal akut misterius pada anak.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang meneliti tiga jenis virus dan bakteri terkait gagal ginjal akut misterius pada anak. Laporan gagal ginjal akut atau yang dikenal gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) Progresif Atipikal di Indonesia mencapai 156 kasus (data per 17 Oktober 2022).

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu menyebut tiga virus dan virus yang diteliti untuk mencari penyebab terjadinya kasus ginjal akut misterius anak di Indonesia.

Ketiga virus dan bakteri yang dimaksud, yakni virus influenza, adenovirus, dan bakteri Leptospira (penyebab Leptospirosis). Penelitian ini menggunakan metode genom sekuensing.

"Sampai saat ini, belum tahu penyebabnya apa. Tapi setiap temuan kasus, kami testing (pemeriksaan) kemungkinan penyebab utama termasuk virus influenza," terang Maxi di sela-sela acara 'Hari Cuci Tangan Pakai Sabun Sedunia 2022' di Hotel Westin Jakarta pada Senin, 17 Oktober 2022.

"Kemudian ada juga adenovirus, lalu bakteri yang dari zoonosis hewan leptosirosis. Jadi itu, (dugaan) penyebab utama yang kita lihat di hasil-hasil metagenomik sequence nanti."

Sebagai informasi, virus influenza penyebab flu dapat menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat. Virus menyebar melalui cairan tubuh seperti ingus ataupun air liur yang dapat ditularkan melalui mulut, hidung ataupun tangan yang menyentuh benda terkontaminasi.

Adenovirus yang diteliti Kemenkes terkait ginjal akut misterius termasuk kelompok virus yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan, mata, paru-paru, dan saluran pencernaan. Adapun bakteri Leptospira penyebab Leptospirosis ditularkan melalui kontak dengan urine tikus yang terinfeksi atau melalui air dan makanan yang terkontaminasi. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Virus dan Bakteri Masih Harus Diteliti

Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat, ada 42 anak di Jakarta mengalami gangguan ginjal akut misterius. Data ini diambil dari periode 1 Januari sampai 13 Oktober 2022.

Dari total 42 kasus tersebut, sebanyak 37 kasus gangguan ginjal misterius dialami oleh balita, sedangkan 5 di antaranya berusia 5 sampai 18 tahun. Kemudian 25 anak dilaporkan meninggal dunia, 7 dirawat inap, dan 10 sembuh.

Data surveilans kematian DKI Jakarta ditemukan tidak adanya kenaikan tren kematian pada balita atau anak di DKI Jakarta pada tahun 2022 dan tidak ada kenaikan kematian pada balita dan anak dikarenakan gagal ginjal akut, demikian unggahan Dinas Keseharan DKI melalui Instagram resminya, Jumat (14/10/2022).

Sejumlah dugaan virus dan bakteri penyebab gangguan ginjal akut misterius menurut Dinas Kesehatan DKI yang masih harus diidentifikasi lebih lanjut mencakup dari infeksi:

  1. Leptospirosis
  2. Influenza
  3. Parainfluenza
  4. Mis-c/Long COVID-19: komplikasi COVID-19 yang terjadi pada anak-anak. MIS-C atau yang disebut juga dengan Multisystem Inflammatory Syndrome Children.
  5. Virus Cytomegalovirus (CMV): kelompok virus herpes
  6. Virus HSV: virus herpes simplex
  7. Bocavirus: virus baru di paru-paru
  8. Legionella: bakteri penyebab legionellosis 
  9. Shigella: infeksi bakteri yang terjadi di saluran pencernaan
  10. E. coli
3 dari 4 halaman

Pelaporan Kasus ke Kemenkes

Kemenkes telah membuka rantai pelaporan kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak. Rumah Sakit/Dinas Kesehatan jika menemukan kasus tersebut dapat melaporkan pada tautan http://bit.ly/PelaporanKasusAKIUnknownOriginpadaAnak.

Selanjutnya, mengisi form Penyelidikan Epidemiologi dan mengirimkannya ke Pos Kedaruratan Kesehatan Masyarakat atau Public Health Emergency Operating Center (PHEOC) Kemenkes melalui nomor Whatsapp 087777591097 atau email poskoklb@yahoo.com /pheoc.indonesia@gmail.com.

Rumah Sakit juga diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dini dengan deteksi dini terhadap kasus anak yang mengalami gejala penurunan jumlah urine, dilanjutkan dengan menegakkan diagnosis serta melakukan pemeriksaan laboratorium.

Penurunan jumlah urine menjadi salah satu keluhan yang sebagian besar kasus gagal ginjal misterius pada anak.

Pada anak-anak yang menjadi pasien Acute Kidney Injury/AKI Progresif Atipikal sekarang ini, menurut Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI Eka Laksmi Hidayati, tidak ada alasan atau penyebab yang jelas yang dikeluhkan sebelum terjadi gangguan ginjal akut.

“Dalam wawancara dengan orangtua pasien, (penyebabnya) tidak jelas dan cenderung (anak) tiba-tiba mengalami penurunan jumlah urine. Jadi, kami belum mendapatkan penyebabnya," terangnya saat konferensi pers beberapa waktu lalu.

4 dari 4 halaman

Butuh Investigasi Lebih Lanjut

Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso menegaskan, belum ada virus spesifik yang ditemukan pada pasien Acute Kidney Injury/AKI Progresif Atipikal.

"Penyebabnya ini ada beberapa teori. Tadinya, kita duga terkait dengan COVID-19 yang merupakan MIS-C," kata Piprim dalam konferensi pers, Jumat (14/10/2022).

"Tapi, setelah ditata laksana dengan MIS-C, hasilnya enggak berbeda dengan MIS-C yang sebelumnya. Jadi penyebabnya itu kita belum konklusif. Oleh karena itu, butuh investigasi lebih lanjut."

Eka Laksmi Hidayati mengungkapkan, ada beberapa gejala yang ditemukan pada pasien yang mengarah pada MIS-C. Salah satunya, terjadi peningkatan inflamasi.

Oleh karena itu, tata laksana penanganan pasien gangguan ginjal akut misterius di RS Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta yang menjadi pusat rujukan pun sesuai tata laksana MIS-C.

"Sebetulnya yang tadi konsisten itu adalah adanya hyper inflamasi yang lebih banyak, yang sangat mungkin terkait MIS-C," lanjut Laksmi.

Investigasi masih terus dilakukan mengingat adanya jenis virus yang tidak seragam. Jenis virus yang berbeda-beda itu diketahui usai tim dokter anak berkoordinasi dengan Kemenkes untuk mengirimkan sampel agar diuji dan diperiksa di laboratorium Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (BKPK).

Hasil pemeriksaan laboratorium tersebut lantas kembali dikomunikasikan kepada tim dokter.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.