Sukses

152 Anak di RI Kena Gangguan Ginjal Akut, Penyebabnya Masih Misterius

Penyebab gangguan ginjal akut misterius pada anak yang terjadi belakangan belum diketahui penyebabnya.

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan data himpunan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), 152 anak dilaporkan mengalami gangguan ginjal akut. Namun penyebab terjadinya hingga kini masih belum diketahui dan berada dalam proses investigasi.

Ketua Pengurus Pusat IDAI, dr Piprim Basarah Yanuarso mengungkapkan bahwa pihaknya bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tengah melakukan mitigasi atas kejadian gangguan ginjal akut yang progresif dan atipikal.

"Biasanya gangguan ginjal akut pada anak balita itu karena kelainan bawaan, karena ginjalnya kecil, enggak terbentuk bagus. Tapi (152) anak-anak ini sebelumnya sehat, tidak ada kelainan bawaan. Kemudian terjadi masalah ini," ujar Piprim dalam konferensi pers, Jumat (14/10/2022).

Piprim menjelaskan, sebelumnya ada dugaan bahwa gangguan ginjal akut yang terjadi pada anak kali ini ada kaitannya dengan COVID-19. Namun, hasil tes yang dilakukan sejauh ini oleh IDAI menunjukkan tidak ada kaitannya.

"Penyebabnya ini ada beberapa teori. Tadinya kita duga terkait dengan COVID-19, merupakan suatu MIS-C (Multisystem Inflammatory System in Children). Tapi setelah di tatalaksana dengan MIS-C, ternyata hasilnya berbeda dengan MIS-C yang sebelum-sebelumnya," kata Piprim.

"Jadi penyebabnya itu memang belum konklusif ya. Oleh karena itu butuh investigasi lebih lanjut."

Per 14 Oktober, data himpunan dari ketua IDAI cabang melaporkan ada sebanyak 152 kasus gangguan ginjal akut pada anak. Puncaknya terjadi pada bulan September dengan 76 laporan kasus, dan tertingginya ada di provinsi DKI Jakarta. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Seperti Hepatitis Akut Misterius

Dalam kesempatan yang sama, turut hadir dokter spesialis anak RSCM sekaligus Sekretaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI, dr Eka Laksmi Hidayati. Eka menyebutkan, awalnya memang ada dugaan kaitan dengan COVID-19.

Pihak IDAI pun telah bekerja sama dengan Kemenkes dengan mengirimkan sampel pasien gangguan ginjal akut. Sampel tersebut kemudian diperiksa di laboratorium untuk mencari tahu penyebab.

"Hasil-hasil itu sudah dikomunikasikan ke kami dan justru kami kemudian jadi menganggap bahwa ini tidak bisa disimpulkan ada infeksi yang konsisten," kata Eka.

"Kalau misalnya ada suatu wabah tertentu (seperti COVID-19), artinya penyebab, temuan virus atau bakterinya akan serupa pada semua anak. Tetapi ini tidak, bahkan sangat beragam."

Menurut Eka, gangguan ginjal akut misterius ini bisa dianalogikan seperti hepatitis akut misterius yang sebelumnya muncul. Penyebabnya tidak dapat diketahui secara pasti.

"Mungkin kalau saya boleh analogikan dengan hepatitis. Hepatitis itu kan sampai sekarang menurun sendiri tanpa kita sebetulnya tahu apa gitu penyebabnya. Itu infeksinya juga beragam," ujar Eka. 

3 dari 4 halaman

152 Kasus dari 16 Provinsi

Sebelumnya, Piprim menyebutkan bahwa sejak pertengahan September, IDAI telah berkoordinasi dengan ketua IDAI cabang terkait adanya peningkatan kasus gangguan ginjal akut pada anak.

"Kami menyebarkan form ke seluruh ketua IDAI cabang dan inilah hasilnya. Ada 16 cabang yang melaporkan, mungkin belum semua melaporkan. Sampai 14 Oktober ada 152," ujar Piprim.

"Hanya saja memang trennya kalau kita lihat puncaknya itu di September, ada 76 laporan. Di Oktober (21 kasus) trennya menurun, di Agustus (36 kasus) juga lebih menurun," tambahnya.

Piprim menjelaskan, data tersebut tidak dapat menjadi representasi atas keseluruhan kasus yang terjadi. Hal ini dikarenakan ada rumah sakit yang tidak membuka data pasien karena dinilai konfidensial.

"Data kami itu sumbernya dari laporan pasien yang dilaporkan oleh anggota IDAI. Jadi memang yang namanya laporan itu mungkin tidak representatif untuk menangkap semua. Tergantung pada teman-teman ini melaporkan atau tidak, karena terus terang ada beberapa rumah sakit yang alasannya konfidensial," kata Piprim.

4 dari 4 halaman

Kasus Paling Banyak pada Balita

Lebih lanjut Piprim mengungkapkan bahwa data terkait gangguan ginjal akut misterius ini bersifat dinamis dan akan terus di update. Sehingga nantinya data tersebut bisa dilaporkan.

"Tapi yang penting adalah kami mengimbau dari semua anggota IDAI untuk menangkap seluruh pasien, melaporkan, karena penting kita sedang investigasi. Kita teliti penyebabnya seperti apa dan seterusnya dengan Kemenkes dan seluruh pakar," kata Piprim.

Sebelumnya, Piprim mengungkapkan bahwa kategori usia yang melaporkan gangguan ginjal akut ada pada rentang 0-10 tahun. Namun, kebanyakan pasiennya berada pada usia dibawah 5 tahun.

"Kalau lihat usianya, ini memang sebagian paling banyak di usia 1-5 tahun (75 kasus). Ada juga 0-1 tahun (35 kasus), 5-10 tahun (24 kasus), dan diatas 10 tahun (18 kasus). Tapi terbanyak usia 1-5 tahun," ujar Piprim.

Berdasarkan data IDAI yang dipaparkan oleh Piprim, kasus gangguan ginjal akut pada anak telah muncul sejak Januari 2022. Kala itu, ada 2 kasus yang dilaporkan. Baru pada bulan Agustus dan September, terjadi lonjakan kasus yang signifikan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.