Sukses

Ada 1,2 Juta Kematian Akibat Resistensi, RI Inisiasi Aturan Penggunaan Antibiotik

Indonesia menginisiasi pembahasan aturan penggunaan antibiotik dalam side event AMR.

Liputan6.com, Jakarta - Mencermati angka kematian akibat resistensi antibiotik akibat mikroba atau antimcrobial resistance (AMR) yang cukup tinggi, Indonesia menginisiasi pembahasan aturan penggunaan antibiotik dalam side event AMR. Inisiasi tersebut terkait dengan fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan angka infeksi tinggi.

Wakil Menteri Kesehatan RI dr Dante Saksono Harbuwono mengatakan, ada 1,2 juta kematian akibat AMR.

"1,2 juta kematian itu terjadi karena antibiotik yang tidak mempan lagi terhadap infeksi tertentu," kata Dante, Rabu, 24 Agustus 2022 di Bali mengutip keterangan resmi dari Kementerian Kesehatan RI. 

Pembahasan mengenai antibiotik dipandang perlu guna mengatur penggunaannya yang lebih rasional, sehingga kematian akibat kesalahan penggunaan antibiotik berkurang.

Tak hanya pada manusia, resistensi antibiotik akibat mikroba bisa berasal dari hewan dan tumbuhan. Dante menyoroti pendekatan one health dalam merespons masalah tersebut.

“Melalui pendekatan one health, di mana infeksi itu bisa berasal dari hewan, tumbuhan. Itu juga penting dilakukan karena ternyata banyak sekali penggunaan antibiotik pada hewan dan tumbuhan yang tidak rasional yang menyebabkan resistensi pada manusia,” ungkap Dante.

Dikatakan Dante, pandemi COVID-19 mengajarkan kita bahwa kegagalan dalam kesiapsiagaan akan mengakibatkan kegagalan di berbagai bidang. Hal yang sama berlaku untuk resistensi antimikroba. Kita harus bersiap secara kolektif untuk mencegah bencana akibat AMR.

“Tidak ada satu industri pun yang dapat menghadapi ancaman ini sendirian. AMR membutuhkan banyak partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan,” ucap Dante.

Di tingkat nasional, Kementerian Kesehatan RI berkomitmen untuk bekerja sama dengan kementerian teknis lainnya dan secara bersamaan melakukan transformasi sistem kesehatan.

“Di antara inisiatif yang dilakukan, kami menawarkan penyelesaian masalah AMR, yakni dengan pembentukan inisiatif sains berbasis genom biomedis pada pengobatan yang bersifat presisi,” ujar Wamenkes Dante.

Ke depan, tambah Wamenkes, pihaknya akan mempercepat upaya penanggulangan AMR terutama di Indonesia. Negara-negara G20 juga memiliki peran strategis untuk mendorong pencegahan dan pengendalian AMR yang berkelanjutan di tingkat nasional dan global.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Jika Tidak Diatur, AMR Berpotensi Pandemi

Sejak penemuan antimikroba 70 tahun yang lalu, jutaan orang telah terhindar dari penyakit. Namun, potensi antibiotik untuk mengobati atau mencegah penyakit telah menyebabkan peningkatan penggunaannya sampai pada titik di mana obat tersebut disalahgunakan, diperoleh tanpa resep dokter, dan sering disalahgunakan pada manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan.

Akibatnya, muncul masalah resistensi antibiotik akibat mikroba (AMR) yang berevolusi. 

“Dampak luas AMR terus meningkat secara diam-diam di berbagai sektor termasuk ekonomi. Para ahli memperkirakan AMR dapat menyebabkan PDB tahunan global turun sebesar 3,8 persen pada tahun 2050. Kita harus mencegah hal ini terjadi dan membuat perubahan yang langgeng,” ungkap Dante. 

AMR dapat menyebabkan sulitnya proses pengobatan. Semakin banyak penyakit yang tidak dapat diobati maka perawatan penyelamatan jiwa menjadi jauh lebih berisiko, dan biaya perawatan kesehatan meningkat.

“Dalam semangat memperkuat arsitektur kesehatan global, kita harus memfokuskan kembali upaya kita untuk mengatasi AMR,” ujar Dante.

 

 

3 dari 4 halaman

Upaya Bersama Atasi AMR

 

Setiap negara bisa bersama-sama menahan AMR melalui sejumlah upaya yang bisa dilakukan, antara lain melalui pendekatan one health, peningkatan surveilans AMR, peningkatan kapasitas laboratorium dan diagnostik.

Pengawasan lintas sektoral untuk penggunaan dan konsumsi antimikroba sangat penting untuk memahami dan memantau AMR. Data yang memadai juga mempengaruhi pengambilan di tingkat nasional, regional, dan global.

Peningkatan penelitian dan pengembangan AMR juga harus dilakukan, terutama pada obat-obatan baru, vaksin, terapeutik, dan diagnostik (VTD), termasuk layanan diagnostik antimikroba. Begitupun dengan tindakan pencegahan dan  pengendalian infeksi yang harus dilakukan lebih luas.

Dikatakan Dante, upaya lainnya dilakukan dengan meningkatkan investasi di bidang penelitian, peningkatan kapasitas, dan pemanfaatan teknologi.

 

 

4 dari 4 halaman

Jika Tidak Diatur, AMR Berpotensi Pandemi

Dante mengatakan, AMR tak hanya mengancam kesehatan, melainkan juga ekonomi dan pencapaian SDGs. 

“AMR mengancam kesehatan, ekonomi, dan pencapaian SDGs. Untuk menumbuhkan kapasitas penelitian dan pengembangan global, kita harus mengamankan pendanaan yang cukup dan berkelanjutan,” ucap Dante.

Sama seperti COVID-19, Dante menilai AMR dapat berpotensi menjadi pandemi jika penggunaan antibiotik tidak diatur. Penting untuk menerapkan kebijakan, undang-undang, dan komitmen terus-menerus untuk memastikan tanggung jawab akses dalam penggunaan antimikroba.

“Kami berharap kepada negara-negara anggota G20 untuk memperkuat langkah-langkah pencegahan dan pengendalian AMR yang berkelanjutan di tingkat nasional dan global. G20 adalah forum yang ideal untuk melakukan ini,” tutur Dante.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini