Sukses

Sudah Masuk RI, Kenali Gejala Omicron Subvarian BA.4 dan BA.5

Gejala subvarian terbaru Omicron BA.4 dan BA.5 umumnya tidak terlalu berbeda dengan subvarian sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 yang menyebabkan kenaikan kasus di beberapa negara kini terdeteksi di Indonesia. Hal tersebut pun telah secara resmi disampaikan oleh Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin.

"Memang saat ini sudah keluar Variants under Monitoring (VuM) seperti Omicron BA.4 dan BA.5. Ini yang memicu kenaikan kasus di Eropa, Amerika dan Asia," ujar pria yang biasa disapa BGS dalam acara Kick Off Integrasi Layanan Kesehatan Primer di Gedung Sujudi Kemenkes RI, Jakarta mengutip Antara pada Jumat, (10/6/2022).

Budi mengungkapkan bahwa subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 dapat menghindar dari imunitas tubuh manusia yang dibentuk oleh vaksin.

Dua subvarian ini juga dikabarkan dapat menyebar dengan lebih cepat lagi dari varian Omicron sebelumnya.

Dalam kesempatan berbeda, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI dr Mohammad Syahril ikut menyampaikan perkembangan soal subvarian Omicron terbaru ini.

Syahril menjelaskan, terdapat satu WNI yang terdeteksi dengan Omicron subvarian BA.4 berusia 27 tahun. Serta tiga orang WNA dengan subvarian BA.5 dengan usia 45, 57, dan 34 tahun.

Tiga diantaranya yang terinfeksi Omicron BA.5 merupakan Pelaku Perjalanan Luar Negeri (PPLN) delegasi pertemuan The Global Platform for Disaster Risk Reduction di Bali pada 23-28 Mei 2022.

Berdasarkan gejala yang muncul pada kasus yang ada di Indonesia, tiga di antaranya tidak bergejala. Hanya satu yang memiliki gejala ringan yakni sakit tenggorokan dan badan pegal.

"Dari kondisi klinis, tiga orang itu tidak bergejala, yang satu orang ringan dengan sakit tenggorokan dan badan pegal. Mereka rata-rata sudah divaksin bahkan ada yang sudah empat kali divaksin," kata Syahril.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gejala BA.4 dan BA.5

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention/CDC), Omicron BA.4 dan BA.5 saat ini mewakili 7 persen kasus yang ada di Amerika Serikat.

Mengutip laman Prevention, subvarian Omicron sendiri bukanlah hal baru. Namun dari sejarah yang ada, munculnya subvarian baru memang memiliki korelasi dengan peningkatan kasus COVID-19.

Menurut profesor sekaligus kepala divisi penanganan penyakit menular di University at Buffalo, New York, Thomas Russo, gejala COVID-19 biasanya konsisten, termasuk pada varian BA.4 dan BA.5.

Namun umumnya menurut laporan CDC pada bulan Desember lalu menemukan bahwa umumnya pasien Omicron memiliki gejala sebagai berikut.

- Batuk

- Kelelahan

- Penyumbatan

- Pilek

3 dari 4 halaman

Terdeteksi di Indonesia Sejak Mei

Dalam kesempatan berbeda, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa empat kasus subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 sudah terdeteksi di Bali sejak Mei 2022.

Sedangkan hasil dari genome sequencing terkait empat data tersebut telah diterima oleh Kemenkes pada Kamis, 9 Juni 2022 malam.

Menteri Kesehatan yang akrab disapa BGS ini juga mengungkapkan bahwa situasi kasus COVID-19 di Indonesia dapat dikatakan terkendali lewat dua faktor, yang mana standarnya ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Faktor pertama adalah positivity rate. Di Indonesia sendiri, provinsi dengan positivity rate tertinggi adalah Jakarta.

Sehingga, Kemenkes saat ini tengah berupaya untuk mencegah adanya peningkatan angka kasus di wilayah DKI Jakarta dengan mengintensifkan pelacakan kasus dan penegakan protokol kesehatan.

"Di Indonesia positivity rate di bawah 5 persen. Secara nasional sekarang 1,15 persen, paling tinggi di DKI Jakarta 3 persenan," ujar Budi mengutip Antara.

Sehingga berkaitan dengan hal tersebut, Kemenkes pun berupaya mencegah peningkatan angka kasus di wilayah DKI Jakarta dengan mengintensifkan pelacakan kasus dan penegakan protokol kesehatan.

4 dari 4 halaman

Situasi Terkendali

Sedangkan faktor kedua adalah transmisi komunitas atau angka penularan SARS-CoV-2.

"Untuk indikator transmisi berdasarkan ketentuan WHO adalah 20 per 100.000 penduduk per pekan. Sekarang Indonesia sekitar 1 per 100.000 penduduk," ujar Budi.

Indikator tersebutlah yang membuat kondisi Indonesia dapat dikatakan terkendali. Sehingga masyarakat diharapkan untuk tidak cemas namun tetap waspada oleh kenaikan tersebut.

"Yang terpenting sekarang adalah booster-nya (vaksin dosis ketiga). Kalau di dalam ruangan yang padat, upayakan tetap menggunakan masker," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.