Sukses

Anak Juga Manusia yang Bisa Stres, Marah, dan Kesal Loh

Anak bisa menjadi stres jika dunia kebebasannya terlalu dikekang

Liputan6.com, Jakarta - Stres pada anak muncul karena mereka dijauhkan dari apa yang menjadi fitrah mereka. Bermain merupakan fitrah penciptaan seorang anak. Di saat itulah logika berfikirnya terbentuk. Proses belajar yang tidak sesuai fitrahnya akan mudah memantik stres.

Konsultan Parenting yang akrab disapa Ayah Edy, Edy Wiyono mengatakan bahwa anak punya masanya. Jadi, biarkan mereka bermain sepuasanya. Kalau anak terlalu dikekang, dikhawatirkan akan tumbuh menjadi orang dewasa yang main-main terhadap hidupnya.

Sebagai orangtua, kita ingin memberikan generasi terbaik untuk hidup banyak orang, bukan mereka yang bermain-main dalam hidupnya. Reaksi atas stres itu pun beragam mengikuti bawaan lahir mereka.

Fight (melawan) atau flight (menghindar) adalah dua ciri perlawanan anak yang mengalami stres,” kata Ayah Edy saat berbincang dengan Health Liputan6.com belum lama ini.

Ekspresi ini tergantung sifat bawaan lahir. Kalau bawaan lahirnya kasar, anak akan berlaku kasar, tantrum, berteriak. Akan tetapi kalau bawaan lahirnya halus, dia akan mengungkapkannya lewat tangis, diam, dan murung.

Sistem pembelajaran di Indonesia yang lebih di dominasi dengan sistem menghafal bisa menjadi salah satu penyebab munculnya stres pada anak. Menurutnya, otak anak dirancang untuk bereksplorasi. Hal inilah yang idealnya didapatkan anak dalam proses belajarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Anak Terbebas dari Stres

Eksplorasi itu sendiri dimulai dengan kata tanya Mengapa (Why), Apa (What), dan Bagaimana (How). Itulah yang akan memberikan ruang baginya untuk mengeksplore banyak hal yang dapat membuat pertumbuhannya jauh lebih baik, ceria, dan terbebas dari stres.

Orangtua kadang dibuat bingung melihat sikap anak-anak yang menunjukkan sikap di luar kewajaran. Mudah marah, acuh, bahkan ada yang menjawab dengan kata-kata yang kurang sedap didengar seperti bentuk ekspresi ketidaknyamanan yang mungkin sedang dirasakannya.

Membahas tentang stres pada anak kadang menimbulkan pertanyaan perihal mereka yang hanya diminta untuk fokus belajar. Lalu, bagian mana yang menjadi trigger (pemicu) munculnya stres?

Menurut Psikolog, Oktina Burlianti, yang dihubungi pada Selasa, 7 September 2021, stres pada anak dapat muncul saat dia menghadapi situasi di luar kemampuannya.

Di sinilah pentingnya kita sebagai orangtuanya untuk memahami tahapan perkembangan fisik, mental, dan kognisi (intelegensi) anak sehingga kita dapat memberikan perlakuan yang sesuai dengan tahapan perkembangannya.

“Mudah cemas, berkeringat, tiba-tiba menarik diri dan menjadi pendiam, atau kadang sebaliknya menjadi sangat agresif adalah beberapa ciri anak mengalami stres,” kata wanita yang akrab dipanggil Ulli.

Ciri-ciri tersebut juga mirip dengan stres yang dialami orang dewasa. Pada umumnya menjadi lebih mudah cemas, mudah berkeringat, tiba-tiba diam atau menarik diri atau malah menjadi sangat agresif, mudah mengamuk (tantrum) dan yang paling menjadi ciri khas adalah terjadinya regresi (kemunduran) seperti kembali mengompol atau  menghisap jempol.

Tidak mau ditinggal sendiri juga bisa menjadi ciri anak stres. Sebagai orang tua, kita harus pandai menyikapi kondisi anak yang sedang stres.

“Terima emosinya. Ajari anak nama emosi yang sedang dirasakannya,” katanya.

3 dari 4 halaman

Terima Emosi Anak

Dia pun mencontohkan beberapa ungkapan, "Oh, kamu sedang khawatir karena dimarahi guru ya. Kalau mama menghadapi situasi seperti itu, mama juga akan khawatir."

Lalu ajari anak untuk menyalurkan emosinya secara positif kemudian tawarkan bantuan.

“Nggak apa kamu merasa khawatir. Itu tandanya tubuh kamu sedang kasih alarm untuk bersiap-siap menjadi lebih baik lagi,”

Contoh lainnya,“Apa yang bisa mama bantu untuk membuatmu merasa lebih tenang?"

Kemudian tawarkan beberapa alternatif solusi. "Bagaimana kalau kakak bicara sama bu Guru agar lain kali bicaranya pelan agar kamu tidak kaget?” Atau “Gimana kalau kita malam ini belajar sehingga pelajaran yang kemarin bisa kakak lebih kuasai?"

Di kesempatan yang sama, Ulli juga menceritakan pengalamannya mendampingi orangtua yang anaknya mengalami stres.

“Umumnya anak akan lebih mudah stres ketika orang tuanya stres.”

Jadi, hal pertama yang dilakukannya adalah mendampingi orang tua agar memahami situasi dan mencari solusi atas stres yang mereka tengah alami. Jika orang tua sudah tenang, mereka akan mudah menghadapi anak dan membantu anak untuk tenang juga mengatasi tekanan dan emosi yang tidak nyaman.

 "Hanya orang tua yang stabil yang dapat membantu anak-anaknya mencapai kestabilan emosi," katanya.

4 dari 4 halaman

Infografis Abai Gejala Covid-19 pada Anak Picu Kematian

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.