Sukses

Obat COVID-19 Langka, Menkes Budi Minta GP Farmasi Perlancar Distribusi

Obat untuk COVID-19 langka, Menkes Budi Gunadi minta Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi memperlancar distribusi.

Liputan6.com, Jakarta Obat untuk COVID-19 langka di pasaran, Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin meminta Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi Indonesia untuk memperlancar distribusi. Upaya ini agar masyarakat yang membutuhkan obat, terutama favipiravir dan azitromisin dapat diakses.

"Soal kelangkaan obat, kita sudah mengamati bahwa jumlah obat, seperti favipiravir dan azitromisin memang sulit didapatkan. Tapi sebenarnya stoknya ada," kata Budi Gunadi saat konferensi pers PPKM Darurat di Luar Jawa-Bali, Jumat (9/7/2021).

"Yang terjadi, ada sedikit kendala pada distribusi. Kami sudah bicara juga dengan GP Farmasi. Kami mengimbau, tolong dibantu karena masyarakat sangat membutuhkan."

Selain distribusi obat, harga eceran obat sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan Kementerian Kesehatan dapat terjaga. Ini membantu masyarakat peroleh obat dengan harga terjangkau.

"Ini saatnya kita membantu masyarakat yang sangat membutuhkan, dengan memperlancar distribusi dan juga menjaga harga obat di level yang terjangkau oleh masyarakat," lanjut Budi Gunadi.

 

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua

Simak Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Harga Eceran Tertinggi Obat, Hasil Transaksi Kemenkes

Harga Eceran Tertinggi (HET) yang dikeluarkan Kemenkes, tambah Budi Gunadi Sadikin, merupakan hasil transaksi dengan produsen obat. Ada juga hasil dari harga obat yang terpasang pada e-katalog pemerintah.

"Harga Eceran Tertinggi yang kami pasang adalah harga, yang mana Kementerian Kesehatan membeli obat dari beberapa produsen. Jadi, transaksi sudah terjadi. Kemudian penetapan HET juga dari harga yang terpasang sistemik pada e-katalog pemerintah,"

"Range (rata-rata) harga transaksi, yang mana BPJS Kesehatan membeli obat. Jadi, harga obat HET adalah harga yang benar-benar terjadi dari transaksi sebenarnya, antara pemerintah dengan produsen."

Menyoal untung yang diperoleh, kata Menkes Budi Gunadi, mungkin akan kecil. "Tapi kita berharap teman-teman di industri farmasi bisa membantu rakyat. Karena harga obat juga tinggi sekali," katanya.

3 dari 4 halaman

Daftar 11 Harga Obat sesuai HET Keputusan Kemenkes

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/4826/2021 tentang harga eceran tertinggi obat dalam masa pandemi COVID-19 menunjukkan daftar 11 obat, sebagai berikut:

1. Favipiravir 200 mg tablet Rp 22.500

2. Remdesivir 100 mg injeksi (vial) Rp 510.000

3. Oseltamivir 75 mg kapsul Rp 26.000

4. Intravenous Immunoglobulin 5 persen 50 ml infus (vial) Rp 3.262.300

5. Intravenous Immunoglobulin 10 persen 25 ml infus (vial) Rp 3.965.000

6. Intravenous Immunoglobulin 10 persen 50 ml infus (vial) Rp 6.174.900

7. Ivermectin 12 mg tablet Rp 7.500

8. Tocilizumab 400 mg/20 ml infus (vial) Rp 5.710.600

9. Tocilizumab 80 mg/4 ml infus (vial) Rp 1.162.200

10. Azithromycin 500 mg tablet Rp 1.700

11. Azithromycin 500 mg infus (vial) Rp 95.400

Keputusan ini ditandatangani oleh Menkes Budi Gunadi Sadikin, Sabtu 3 Juli 2021.

4 dari 4 halaman

Infografis Meroketnya Harga Obat dan Asupan Covid-19

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.