Sukses

HEADLINE: Anak dan Remaja Terancam Varian Baru Covid-19, Antisipasinya?

Kasus Covid-19 pada anak terus meningkat. IDAI merekomendasikan beberapa langkah antisipasi untuk mencegah anak terhindar dari infeksi berat dan kematian.

Jakarta Kasus COVID-19 pada anak meningkat tajam beberapa pekan terakhir. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Aman Bhakti Pulungan mengatakan, peningkatan proporsi Covid-19 pada anak usia 0-18 tahun mencapai 12,6 persen. 

"Data nasional saat ini menunjukkan proporsi kasus konfirmasi Covid-19 pada anak usia 0-18 tahun 12,5 persen. Artinya satu dari delapan kasus konfirmasi positif ini adalah anak," ujar Aman dalam sebuah video di kanal Youtube IDAI.

Ironisnya, Ia juga menyebut, kematian anak-anak akibat Covid-19 di Indonesia tertinggi di dunia atau mencapai 3 sampai 5 persen.

"Data IDAI menunjukkan, case fatality rate-nya itu adalah 3-5 persen. Jadi kita ini kematian yang paling banyak di dunia," papar dia.

Di Jakarta, lanjut Aman, berdasarkan data di Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, terjadi penambahan 661 kasus COVID-19 pada anak pada Kamis, 17 Juni 2021. Dari 661 anak yang terkonfirmasi COVID-19, 144 di antaranya adalah balita.

"Saya sering mengatakan, kasus kematian COVID-19 pada anak, 50 persennya yang meninggal itu balita," ujarnya.

Sementara itu, Relawan Lapor Covid, Tri Maharani menilai infeksi covid-19 yang menyerang pada anak sebagai keadaan khusus yang disebut multisystem inflammatory syndrome (Miss C). Di mana itu terjadi pada anak-anak yang kondisinya akan lebih buruk dari dewasa jika anak mengalami kondisi multiple organ disfungtion.

"Apalagi untuk tahu dia ada keluhan atau tidak kan susah. Nah sehingga kita tahunya, apalagi anak-anak yang belum bisa ngomong lancar, itu baru kita tahu ketika sudah buruk saat dia enggak bisa apa-apa," ujar dia kepada Liputan6.com, Senin (28/6/2021).

"Jadi memang sangat berbahaya sekali," imbuh Tri.

Jadi dengan kondisi Miss C, lanjut dia, menimbulkan kondisi betul-betul ada ruam, hipotermia, gambaran inflamasi, gejala-gejala yang akan sulit untuk bisa makan.

"Terus organ-organ vitalnya dia mengalami kerusakan, ya tentu saja oksigen turun, kemudian parunya juga pneumoni dan sebagainya," ujar dia.

Karena itu, dia menegaskan, kondisi infeksi covid-19 pada anak akan lebih berat ketimbang kondisi pada orang dewasa. "Dan kita tahu tuh kematian di Indonesia itu sangat tinggi untuk anak-anak," ujar dia.

Tri mengungkapkan data Covid-19 yang menyasar anak-anak sungguh sangat mengkhawatirkan. Bahkan mendekati angka di luar batas normal.

"Sangat mengkhawatirkan, karena pada anak-anak kematiannya kan harus di bawah 1 persen tuh. Nol koma berapa gitu, kalau enggak salah 0,7 sedangkan kita sudah satu lebih tuh angkanya," ungkap dia.

Dengan kondisi seperti ini, menurutnya, jika pandemi tidak diselesaikan akan membuat korban meninggal dari anak berjatuhan. Imbasnya, Indonesia akan lost generation.

"Kalau kita enggak mau punah ya memang harus dibuat langkah kegawatdaruratan yang sekarang, bukan besok," ujar Tri.

Menurutnya, untuk menyelamatkan anak-anak dari lost generation, semua yang terpapar Covid=19 langsung dilakukan isolasi termonitor atau di bawah RS. Karena kalau tidak, mereka akan menjadi lebih buruk.

"Kalau lebih buruk, anak-anak itu lebih cepat meninggal dibandingkan orang dewasa," ucap dia.

"Jadi pertolongan kepada anak-anak sedini mungkin dan semaksimal mungkin," dia menekankan.

Selain itu, harus dilakukan langkah preventif ketimbang kuratif. Mereka yang masih mengalami stadium ringan dilakukan penanganan secepat mungkin agar tidak menjadi berat yang berujung pada kematian.

"Caranya semua anak-anak yang terkena Covid di stadium ringan segera diobati, kemudian anak-anak yang masuk stadium berat, segera dilakukan pertolongan gawat darurat tadi," kata dia.

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

Anak Rentan Terinfeksi Varian Delta?

Sebelumnya, Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Maxi Reni Rondonuwu mengatakan pihaknya telah melakukan penelusuran kasus Covid-19 varian Delta atau B.1.617.2. Hasil penelusuran menunjukkan, anak di bawah 10 tahun sudah ada yang terinfeksi varian asal India itu.

"Di beberapa rumah sakit kami melihat umur-umur di bawah 18 tahun, 10 tahun sudah ada yang kena (varian Delta)," kata Maxi dalam diskusi virtual, Rabu (23/6) lalu.

Dia menjelaskan, Covid-19 varian Delta bisa menyerang semua kelompok umur. Tingkat penularan varian ini juga lebih cepat jika dibandingkan dengan awal-awal virus ini muncul.

"Meski cepat penularannya, case fatality atau angka kematiannya belum terbukti sangat ganas," sambungnya.

Kendati belum terbukti meningkatkan risiko kematian, Maxi khawatir case fatality Covid-19 di Indonesia tinggi jika kasus terus bertambah. Bila kasus tak bisa ditekan, rumah sakit rujukan Covid-19 akan penuh.

"Seperti India oksigen habis, itu berarti angka kematiannya bisa banyak. Jadi begitu banyak orang kena, akan banyak orang meninggal kalau fasilitas kesehatan kita tidak cukup lagi," kata Maxi.

Sementara itu, Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko menilai lonjakan kasus Covid-19 yang menyasar anak dan remaja karena faktor karakter virus yang lebih ganas dan tidak mengenal batas usia.

"Kasus pada anak meningkat karena memang varian baru B117 dan juga Delta yang tidak mengenal umur. Beda pada varian sebelumnya masih mengenal usia kepada yang tua yang kena berat," kata Tri Yunis Miko kepada Liputan6.com, Senin (28/6/2021).

Varian virus Delta, kata dia, lebih hebat serangannya ketimbang sebelumnya. Bahkan bisa menimbulkan dampak yang lebih kuat.

"Delta ini tidak kenal usia, semuanya bisa cenderung berat," kata Tri Yunis Miko.

"Kalau dulu anak OTG ya kemudian banyak yang tak terlaporkan, tapi sekarang proporsi yang dirawat berubah," imbuh dia.

Begitu pun disampaikan Dokter Spesialis Anak Ariani Dewi Widodo bahwa gejala covid-19 pada anak dan dewasa sama.

"Varian Delta sangat mudah menular bahkan dengan kontak 10-15 detik saja bila tidak mengenakan masker dengan benar. Berbeda dengan varian sebelumnya," katanya, melalui pesan singkat pada Liputan6.com.

3 dari 6 halaman

Perbandingan dengan Negara Lain

Korea Selatan

Jika dibandingkan dengan negara lain, kasus Covid-19 pada anak cenderung meningkat sejak pembukaan sekolah. Di Korea Selatan misalnya, tergolong negara yang berhasil menjaga keselamatan anak-anak mereka dari bahaya Covid-19.

Meski kasusnya sudah ada ribuan, jumlah meninggal tercatat nol bagi usia 0-19 tahun. Berdasarkan data Korea Disease Control and Prevention Agency (KDCA), Senin (28/6/2021), berikut kasus anak di Korsel:

Usia 0-9 tahun: 7.039 kasus

Usia 10-19: 11.220 kasus

 

Singapura

Begitu pun kasus Covid-19 anak-anak di Singapura sangatlah sedikit. Berdasarkan data terkini situs covid19 SG, 

Usia 1-10: 23 kasus (10 laki-laki, 13 perempuan)

Usia 11-20: 100 kasus (68 laki-laki, 32 perempuan)

Secara keseluruhan, pasien terbanyak COVID-19 di Singapura adalah laki-laki. Kasus meninggal di Singapura terjadi pada pasien paruh baya hingga lansia. 

 

Australia

Australia juga sukses melindungi anak-anak mereka dari bahaya COVID-19. Tak ada catatan anak Australia meninggal akibat kasus ini.

Meski demikian, kasus anak-anak muda di Australia sudah tembus 3.000 kasus. Berikut data dari Kementerian Kesehatan Australia per 28 Juni:

Usia 0-9: 1.668 (884 laki-laki, 784 perempuan)

Usia 10-19: 2.542 (1.299 laki-laki, 1.242 perempuan) 

 

Amerika Serikat

Kasus anak-anak di Amerika Serikat relatif tinggi, meski kasus kematiannya rendah. Kasus di California bahkan sudah mencapai level 400 ribu.

Berikut negara bagian AS yang mencatat kasus tinggi berdasarkan data American Academy of Pediatrics dan the Children’s Hospital Association per 17 Juni 2021:

California: 482 ribu kasus (0-17 tahun) 

Illinois: 226 ribu (0-19 tahun) 

Ohio: 151 ribu (0-19 tahun)

Georgia: 103 ribu (0-17 tahun)

Vermont: 5.535 (0-19 tahun)

Florida: 204 ribu kasus (0-14 tahun) 

Sebagai catatan, tiap negara bagian memberikan klasifikasi anak dengan berbeda. Selain itu, kasus di Vermont hanya lima ribu, dan jumlah seluruh kasus di negara itu termasuk sedikit, yakni 24 ribu.

Total kumulatif kematian anak di AS adalah 335 orang. Seluruh kasus anak di AS mencapai 4 juta kasus atau 14,2 persen dari keseluruhan. 

4 dari 6 halaman

Saran IDAI

Demi meredam Covid-19 pada anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melalui ketuanya, Aman Bhakti Pulungan, merekomendasikan beberapa hal berikut:

1.  Memanfaatkan telemedicine

Menurut Aman, anak yang tertular COVID-19 tanpa gejala atau bergejala ringan bisa berkontribusi sebagai sumber penularan yang dapat meningkatkan risiko bagi anggota keluarga lainnya. 

"Perhatian dan kewaspadaan untuk anak-anak yang tidak bergejala atau ringan bisa isolasi mandiri. Bisa manfaatkan telemedicine, seperti aplikasi digital PrimaKu, dan lain-lain. Namun yang dengan komorbid terinfeksi COVID-19 perlu berkonsultasi khusus ke fasilitas layanan kesehatan agar tidak jatuh ke kondisi berat atau kematian," katanya.

2. Semua kegiatan yang melibatkan anak usia 0-18 tahun diselenggarakan secara daring

"Hindari juga membawa anak keluar rumah, kecuali bila dalam keadaan mendesak. Anak di rumah saja dulu. Saat berkegiatan yang mengharuskan di luar rumah, hindari area ventilasi tertutup dan kepadatan. Ini meminimalisir risiko kontak erat," katanya.

3. Mengajarkan anak untuk displin mematuhi protokol kesehatan

"Lakukan pengawasan dan pendampingan protokol kesehatan secara ketat di tempat-tempat umum, termasuk orang tua. Mari kita bersama jaga anak-anak Indonesia yang hampir 90 juta ini, penuhi hak untuk hidup sehat, baik fisik maupun mental," ucap dr Aman.

4. Imunisasi rutin

Untuk mencegah berbagai penyakit berbahaya lainnya tetap lengkapi imunisasi rutin, kata Aman.

5. Tetap beri ASI

"ASI sebagai sumber nutrisi utama bagi anak usia 0-6 bulan tetap digalakkan."

6. Testing

Aman menyarankan orangtua untuk tidak ragu melakukan PCR, khususnya bagi anak yang memiliki gejala. Karena hal ini bisa mempengaruhi munculnya gejala long Covid-19 di kemudian hari. 

"Jadi, jangan hemat-hemat PCR termasuk pada anak. Akhirnya, kasus Covid-19 ini tidak terdeteksi. Jika tidak dilakukan tes PCR pada anak, sementara mereka menunjukkan gejala, maka bahaya long Covid-19 akan mengancam," jelasnya.

"Sekitar empat hingga delapan bulan ke depan, anak bisa jadi akan merasa lemas, tidak bisa konsentrasi, nyeri, dan gejala long covid lainnya."

Oleh karena itu, testing pada anak-anak juga perlu digencarkan. "Anak juga bisa kena COVID-19," ingat Aman.

Aman mengatakan, anak juga bisa sakit dan meninggal karena COVID-19. Ini tergantung komorbid yang dimiliki anak. Ada yang berbeda antara komorbid anak dengan dewasa," jelas Aman saat konferensi pers pada Minggu, 27 Juni 2021.

"Salah satu komorbid pada anak, yakni malnutrisi, obesitas, kelainan bawaan cerebral palsy, dan tuberkulosis (TBC), yang kadang tidak terdeteksi. Jadi, akhirnya inilah (komorbid) yang memperberat tingginya angka kematian Covid-19 pada anak," jelasnya.

 

5 dari 6 halaman

Pentingnya Prokes

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengatakan, dalam situasi pandemi seperti ini, pencegahan penularan COVID-19 pada anak lebih baik daripada pengobatan. Dan peran keluarga di sini begitu krusial.

Menurut Jasra, semua bisa dicegah, asalkan orang tua dan keluarga disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan.

"Pencegahan itu kan ada di hulu, di antaranya keluarga. Anak sudah stay di rumah, tidak keluar dan bahkan sudah 15 bulan di rumah, belajar juga dari rumah. Masalahnya keluarganya yang mondar-mandir. Kemudian tidak disadari tertular ke anak di rumah," ucap Jasra kepada Liputan6.com.

Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan di rumah demi memotong rantai penularan. Pertama, mengajari anak untuk mengurangi risiko penularan, dengan memastikan situasi rumah tetap bersih dan steril.

"Kedua, ketika anak-anak bermain di lingkungan harus tetap dengan prinsip 3M (memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak). Lalu bapak dan ibu yang bekerja, sebelum menyentuh anak, semua pakaian itu di tempatkan dulu di dapur, kemudian mandi yang bersih dan baru bisa menyentuh anaknya."

Upaya berikutnya, jika ada gejala sakit, baik orang tua ataupun anak, segera konsultasikan dengan Satgas. Hal ini bisa dilakukan secara online.

"Ini semua harus rutin dilakukan. Jadi, keluarga tidak boleh terlambat untuk merespons apakah itu ditularkan dari keluarga yang keluar dari rumah atau dari anak sendiri, sehingga bisa dilakukan pemetaan secara cepat."

"Jangan bawa anak keluar, kalau tidak perlu. Kalau sakit, ya tidak apa bawa ke fasilitas kesehatan. Tapi kalau seperti ke mall, saat ini diupayakan jangan dulu," ucap Jasra.

Epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, tanggung jawab besar untuk keselamatan anak ada di orang dewasa, termasuk orang tua.

"Anak sebenarnya di bawah pengawasan siapa? Orang tua kan."

Menurut dia, orang tua harus sepenuhnya sadar bahwa keselamatan anak berada di bawah tanggung jawab mereka. Karena itu, orang tua harus taat protokol kesehatan.

"Karena kalau orang tua terinfeksi dan membawa infeksi ke rumah, anggota keluarganya akan kemungkinan terinfeksi dan mungkin meninggal," ucap Pandu.

Dia berharap tanggung jawab besar tersebut sungguh-sungguh disadari oleh orang tua. Kemudian berbuah pada sikap taat menjalankan protokol kesehatan.

"Jadi orang tua harus taat prokes. Pakailah masker, ingatlah keluarga dan anak-anak di rumah," ujar dia.

Hal senada disampaikan dokter spesialis anak Ariani Dewi Widodo. Menurutnya, hal paling tepat mencegah penularan Covid-19 yakni perketat protokol kesehatan.

"Anak jangan dibawa jalan2-jalan keluar rumah apalagi keluar kota bila tidak terpaksa. Ajari anak pakai masker dengan benar dan beri contoh," ujarnya.

6 dari 6 halaman

Upaya Pemerintah dan BPOM

Presiden Joko Widodo atau Jokowi membenarkan bahwa BPOM RI mengizinkan vaksin Sinovac diberikan ke anak usia 12 hingga 17.

Jokowi pun berharap agar vaksinasi COVID-19 untuk anak menggunakan vaksin Sinovac segera dilakukan.

"Kita juga bersyukur BPOM telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk vaksin Sinovac yang dinyatakan aman digunakan anak usia 12 sampai 17 tahun," kata Jokowi di Istana Merdeka, Senin, 28 Juni 2021.

"Sehingga vaksinasi untuk usia anak-anak tersebut bisa segera dimulai," Jokowi melanjutkan.

Hingga berita ini diturunkan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait vaksin Sinovac boleh untuk anak.

Pemerintah juga melalui Kementerian Kesehatan juga telah menyiapkan panduan berupa Pedoman Umum Perlindungan Anak Penanganan COVID-19 yang bisa diunggah di laman covid19.kemkes.go.id.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.