Sukses

Hindari Stigma, Jangan Bebani Kesehatan Jiwa Penyintas COVID-19

Stigma pada penyintas COVID-19 harus dihindari agar tidak menurunkan kondisi kesehatan jiwanya. Sehingga cepat sepenuhnya pulih usai perawatan

Liputan6.com, Jakarta COVID-19 tak hanya bisa berdampak pada kesehatan jiwa ketika seseorang dirawat tapi juga setelah sembuh. Stigma pun harus jadi hal yang harus dihindari agar tak berdampak pada kondisi mental penyintas.

Hervita Diatri, Pengajar KSM Psikiatri FKUI/RSCM Psikiatri Komunitas mengatakan, masalah kesehatan mental seperti depresi, bisa dialami seseorang sebelum ia terkena COVID-19.

"Sebagai contoh harus bekerja karena kekurangan ekonomi, kemudian terpapar padahal masih punya masalah ekonomi, itu saja sudah bisa bikin depresi," kata Hervita dalam dialog virtual dari Graha BNPB, Jakarta pada Senin (28/12/2020).

Hervita, yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia itu mengatakan, ketika akan bekerja, seseorang juga mungkin mengalami masalah seperti kecemasan karena takut tertular virus corona.

"Kemudian ternyata terpapar, bertambah lagi jadi cemas, depresi, bertambah rasa bersalah, tambah rasa khawatir menularkan keluarga atau orang-orang yang terdekat," ujarnya.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

 

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Stigma Perberat Kondisi Mental

Dalam perawatan pun, pasien COVID-19 juga mungkin masih berpikir bagaimana keberlangsungan ekonominya. Hal ini menjadi semakin menambah masalah bagi orang tersebut.

Setelah sembuh pun, penyintas masih harus dihadapkan dengan masalah psikososial lainnya. Misalnya rasa was-was terhadap keluarga yang masih dalam perawatan.

"Kalau seorang remaja yang keluar duluan karena lebih sehat, ibu masih dalam perawatan, bagaimana harus menjalani kehidupan sehari-hari."

"Belum lagi ditambah stigma, pulang bukannya didukung malah dikucilkan kembali," katanya.

Hervita mengungkapkan, stigma juga dapat mempengaruhi kondisi mental penyintas, yang dapat berdampak pada menurunnya daya tahan tubuhnya. Ia mengungkapkan, hal itu berisiko membuat penyintas terkena COVID-19 untuk kedua kalinya.

Selain itu, gangguan kejiwaan yang lebih lanjut juga bisa timbul dari adanya stigma buruk pada penyintas atau pasien COVID-19. Hal ini juga mengganggu produktivitas di masyarakat.

"Sehingga memang kunci utamanya adalah untuk menurunkan depresi pasca (perawatan), di samping kita menyadari apa yang terjadi dengan kita, menghapuskan stigma, mendatangkan dukungan, justru memulihkan orang dengan cepat, sehingga masyarakat menjadi lebih sehat."

3 dari 3 halaman

Infografis Perilaku 3K Bantu Kesembuhan Pasien COVID-19 Lebih Cepat

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.