Sukses

Sempat Jadi Perbincangan, Apa Itu Moebius Syndrome?

Moebius syndrom banyak diperbincangkan beberapa waktu yang lalu. Kondisi apa sesungguhnya itu?

Liputan6.com, Jakarta Moebius syndrome atau sindrom Moebius banyak diperbincangkan di media sosial setelah psikiater Andreas Kurniawan berbagi utas (thread) di akun Twitter pribadinya @ndreamon, menceritakan kondisi anak laki-lakinya. Hiro lahir dengan kondisi Moebius syndrome atau tanpa ekspresi.

Kisah Hiro menjadi ramai diperbincangkan di laman Twitter Indonesia. Banyak warganet yang bertanya-tanya mengenai kondisi tersebut. 

Moebius syndrome atau sindrom Moebius merupakan suatu kondisi bawaan yang langka. Johns Hopkins Medicine dalam laman resminya menyatakan bahwa kondisi ini terjadi saat lahir karena keterbelakangan saraf wajah yang mengendalikan beberapa gerakan mata dan ekspresi wajah.

Moebius syndrome dapat mempengaruhi saraf yang bertanggung jawab ketika seseorang berbicara, mengunyah, dan menelan.

Berdasarkan National Organization for Rare Disorders (NORD) kelainan neurologis langka ini ditandai dengan kelemahan atau kelumpuhan beberapa saraf kranial. Umumnya, saraf kranial yang terdampak adalah saraf keenam (abducens) dan ketujuh (facial).

Pada beberapa kasus, saraf kranial lain seperti saraf ke-5, 8, 9, 10, 11, dan 12 mungkin terpengaruh.

Apabila saraf ketujuh terlibat, individu dengan Moebius syndrome tidak dapat tersenyum, mengerutkan kening, mengerutkan bibir, menaikkan alis, atau menutup kelopak mata. Sementara jika saraf keenam yang terdampak, mata tidak bergerak ke sisi luar.

NORD mencatat bahwa kelainan ini pertama kali dideskripsikan oleh Von Graefe (1880) dan Moebius (1888), seorang ahli saraf Jerman yang kemudian menjadi nama dari sindrom tersebut.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Kondisi yang Dialami

Laman Genetics Home Reference (GHR) dari US National Library of Medicine menyebutkan, individu dengan kondisi ini akan sulit memperlihatkan ekspresi wajah. Mereka tidak bisa tersenyum, mengerutkan kening, atau mengangkat alis.

Kelemahan otot juga menyebabkan masalah untuk makan yang terlihat di masa awal bayi.

GHR menyebut, orang dengan Moebius syndrome banyak yang lahir dengan dagu kecil (micrognathia) dan mulut kecil (microstomia) dengan lidah pendek atau berbentuk tidak biasa. Bagian atap mulut mungkin memiliki cleft palate atau celah. Kondisi ini berkontribusi pada masalah dengan berbicara yang banyak dialami anak-anak dengan Moebius syndrome.

Masalah kelainan gigi, termasuk gigi yang hilang dan tidak selaras juga sering dialami.

Karena kesulitan melakukan kontak mata, orang dengan kondisi ini harus menggerakkan kepala mereka dari satu sisi ke sisi yang lain untuk membaca atua mengikuti pergerakan obyek. Selain itu, kelopak mata yang mungkin tidak tertutup sepenuhnya saat berkedip atau tidur, dapat menyebabkan mata kering atau teriritasi.

Sementara pada anak-anak yang mengalami kelainan tulang di tangan dan kaki, tonis otot yang lemah, dan gangguan pendengaran, mereka mungkin akan mengalami kterlambatan perkembangan keterampilan motorik meski sebagian besar akhirnya akan tetap bisa memperolehnya.

GHR mencatat ada beberapa penelitian yang menyebut bahwa anak dengan sindrom Moebius kemungkinan memiliki karakteristik gangguan spektrum autisme. Namun, penelitian terbaru mempertanyakan keterkaitan tersebut karena mereka mengalami kesulitan dengan kontak mata dan bicara karena perbedaan fisiknya, gangguan spektrum autisme sulit didiagnosis pada individu ini.

Namun, GHR juga menyebut bahwa sebagian besar individu dengan kondisi ini tetap memiliki kecerdasan yang normal.

 

3 dari 5 halaman

Penyebab

NORD mengatakan bahwa kebanyakan kasus sindrom Moebius terjadi secara acak tanpa penyebab yang diketahui serta tanpa adanya riwayat gangguan pada keluarga. GHR menyebut pada sedikit persentase dari kasus, dilaporkan bahwa kondisi ini terjadi dalam keluarga. Namun, kondisi ini tidak memiliki pola keturunan tunggal yang jelas.

GHR menyebut, beberapa ahli mengatakan kemungkinan kondisi ini terjadi karena kombinasi faktor lingkungan dan genetik. Beberapa penelitian tengah bekerja untuk mengidentifikasi dan menggambarkan gen spesifik terkait kondisi ini.

Sementara pada kasus dalam keluarga, ada bukti bahwa sindrom ini diwariskan. Gangguan gen abnormal dapat diwariskan dari salah satu orangtua atau sebagai hasil dari mutasi baru pada individu yang terkena.

Beberapa teori lain juga diajukan sebagai penyebab sindrom Moebius. Salah satu hipotesis menyebut, hal ini terjadi karena hasil dari berkurangnya atau terganggunya aliran darah ke janin yang sedang berkembang selama kehamilan.

Penelitian juga menunjukkan bahwa kekurangan darah mempengaruhi area tertentu dari batang otak bawah yang mengandung inti saraf kranial. Kurangnya aliran darah ini bisa disebabkan oleh lingkungan, mekanis, atau genetik.

Kelainan ini tampaknya juga terkait dengan perubahan di daerah tertentu kromosom 3, 10, atau 13 di beberapa keluarga. Obat-obatan tertentu yang digunakan selama kehamilan serta penyalahgunaan juga menjadi salah satu faktor risiko yang dipertimbangkan sebagai penyebab sindrom Moebius.

Namun, NORD menegaskan bahwa penyebab sindrom secara pastik belum bisa diyakinkan dan masih membutuhkan penelitian mendasar dan klinis.

NORD menyebut bahwa angka dari kasus Moebius syndrome yang sesungguhnya tidak diketahui. Namun, beberapa mengestimasikan setidaknya kondisi ini terjadi pada 1 dari 50 ribu kelahiran di Amerika Serikat. Sementara menurut GHR, beberapa peneliti menyatakan kondisi ini terjadi pada  1 dari 500 ribu kelahiran.

4 dari 5 halaman

Perawatan, Terapi, dan Prosedur Operasi

Anak dengan kondisi ini membutuhkan terapi yang sesuai dengan kelainan spesifik setiap individu. Mereka biasanya membutuhkan perawatan multidisiplin.

Beberapa spesialis yang terlibat umumnya adalah dokter anak, ahli saraf, ahli bedah plastik, spesialis, telinga, hidung, dan tenggorokan (THT), ahli ortopedi, spesialis gigi, ahli patologi bicara, spesialis kelainan mata, spesialis yang meniali dan menangani masalah pendengaran, atau tenaga kesehatan lainnya.

Prosedur korektif untuk kelumpuhan wajah umumnya melibatkan pemindahan otot dan/atau saraf cangkok dari area lain pada wajah atau tubuh.

Prosedur lama yang dikenal sebagai temporalis tendon transfer, melibatkan pengambilan otot temporalis, salah satu otot yang biasanya digunakan untuk mengunyah lalu memindahkannya ke sudut mulut. Jenis operasi tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan penutupan kelopak mata.

5 dari 5 halaman

Prosedur Lain yang Dilakukan

Apabila kelumpuhan hanya terjadi di satu sisi, "cross-facial nerve graft" sering dilakukan. Prosedur ini melibatkan pengambilan saraf sensorik dari betis, menempelkannya ke cabang saraf wajah yang berfungsi di sisi yang normal dari wajah, untuk kemudian menunggu hingga serat saraf yang beregenerasi melintasi wajah untuk mencapai sisi yang lumpuh dan bergabung dengan saraf motorik dari otot tipis yang ditransfer ke wajah oleh anastomosis mikrovaskular.

Prosedur lain yang disebut "the smile operation" melibatkan transfer mikrovaskular otot dari paha (gracilis) ke wajah dan menghubungkan saraf yang biasanya memasok otot masseter (salah satu otot yang digunakan untuk mengunyah). Operasi ini menunjukkan hasil yang luar biasa dalam hal bicara, mobilitas wajah, dan kepercayaan diri.

Terapi fisik mungkin diperlukan untuk individu dengan kelainan ortopedi. Terapi okupasi mungkin juga bermanfaat pada pasien dengan kelainan tangan, serta jari tangan dan kaki. Sementara terapi wicara mungkin diperlukan untuk beberapa anak dengan kondisi ini. Selain itu, masih ada beberapa prosedur yang bisa dilakukan pada individu dengan sindrom Moebius.

Mereka yang memiliki kondisi strabismus atau mata juling seringkali bisa diperbaiki dengan pembedahan meski beberapa dokter merekomendasikan untuk menunda hal ini karena seringkali, kondisinya membaik seiring bertambahnya usia. Operasi lain mungkin juga diperlukan untuk berbagai malformasi kerangka yang mempengaruhi tungkai dan rahang.

Tidak hanya itu, konseling genetik kemungkinan juga bermanfaat bagi individu yang terdampak beserta keluarga mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.