Sukses

Sulit Dideteksi, Ortu Harus Lebih Peka Terhadap Masalah Kesehatan Mental Anak

Ketika masalah kesehatan mental tidak ditangani sejak masa anak-anak, bukan tidak mungkin kondisi tersebut akan mempengaruhi aspek kehidupannya di masa dewasa

Liputan6.com, Jakarta Gangguan pada kesehatan mental di usia anak dan remaja dapat mempengaruhi aspek kehidupan mereka bahkan hingga di masa dewasa.

Dalam sebuah seminar daring yang diadakan pada Kamis (23/7/2020), psikolog anak Annelia Sari Sani mengungkapkan bahwa menurut World Health Organization, setengah dari gangguan mental yang diidap oleh orang dewasa, terbentuk sebelum mereka berusia 14 tahun.

Namun, Annelia mengatakan gangguan kesehatan mental pada anak cenderung sulit untuk dilihat. Sehingga penting bagi orangtua untuk lebih peka terhadap perubahan dan perilaku anak serta memberikan penanganannya sejak dini.

"Ketika seorang individu ini mengalami masalah gangguan mental seringan apa pun pada masa kanak-kanak, ketika tidak diatasi, ia akan berlanjut, membesar, dan kemudian yang tadinya hanya area pembelajaran, dia bisa menyentuh area lain seperti emosi dan sosialisasi," ujarnya.

"Ini akan menjadi masalah yang kompleks dan bisa timbul gangguan mental yang besar. Ketika masalahnya ada di dewasa padahal berakar di masa anak-anak, kita harus melacak mundur untuk membereskan dari akarnya," kata Annelia yang juga merupakan Ketua Satgas Penanganan COVID-19 Ikatan Psikolog Klinis Indonesia ini.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Masalah yang Sulit Dideteksi

Annelia mengatakan, seringkali masalah kesehatan mental pada anak nyaris tidak diketahui. Inilah yang menjadi penyebab gangguan tersebut sulit dideteksi sejak dini.

"Kalau pun ada tipis sekali. Agak sulit membedakan antara apakah ini fluktuasi (naik turun) perilaku saja atau ini sebuah gangguan. Jadi untuk mengenalinya butuh suatu usaha," ujarnya.

Maka dari itu, orang dewasa harus terlebih dahulu mengenali pribadi anak apabila mencurigai ada masalah yang ia alami. "Pendekatannya tergantung. Kalau anaknya lebih tertutup maka kita akan butuh pendekatan dengan perlahan. Kalau anaknya lebih terbuka biasanya akan lebih mudah," ujarnya.

"Kita libatkan juga orang-orang terdekat si anak. Misalnya dia dekat dengan salah satu orangtuanya, apakah ayahnya atau ibunya, maka ini juga bisa jadi jalur masuk untuk bisa mendekati si anak. Intinya kembali ke relasi."

Annelia mengatakan, dengan membentuk relasi yang baik dengan anak, dia akan melihat bahwa banyak orang yang siap untuk membantunya mengatasi masalah.

"Jadi kita langsung ke arah semua hal bisa kita carikan solusinya, tidak 'kenapa kamu begini?' tidak ribet di situ. Kalau di jalan ketemu akar masalahnya, alhamdulillah. Kalau tidak kita fokus sama solusi."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.