Sukses

Dibanding Lansia, COVID-19 di Singapura Lebih Banyak Terjadi pada Orang Dewasa Muda

Singapura melaporkan kasus COVID-19 lebih banyak terjadi pada orang dewasa muda ketimbang lansia

Liputan6.com, Jakarta Singapura melaporkan kasus infeksi virus Corona atau COVID-19 di negara tersebut lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang mereka yang dinilai lebih rentan, seperti orang tua atau lansia.

Dilaporkan oleh Straits Times, dikutip Kamis (26/3/2020), data dari pemerintah setempat menunjukkan dari 558 pasien COVID-19 (data pada 25 Maret waktu setempat), 141 berusia antara 20 hingga 29 tahun. Ini lebih banyak daripada pasien berusia 60 tahun ke atas yang berjumlah 111.

Dari 141 kasus pada dewasa muda, 78 persen atau 111 pasien, merupakan kasus impor atau berasal dari luar negeri. Dari angka tersebut, 68 kejadian atau tiga dari lima pasien memiliki riwayat perjalanan ke Inggris.

"Jumlah anak muda yang terinfeksi mencerminkan demografi orang-orang yang kembali ke Singapura akibat dari situasi global, di mana sejumlah negara di Eropa dan Amerika Utara melihat penyebaran di komunitas secara luas," kata Profesor Teo Yik Ying, Dekan National University of Singapore Saw Swee Hock School of Public Health.

Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Anak-Anak Juga Rentan

Teo menambahkan, banyak orang yang datang ke Singapura dalam sepekan terakhir merupakan warga negaranya yang berada di luar negeri untuk studi atau kerja magang. Sebagian besar dari mereka berusia antara 20 hingga 30 tahun.

Teo menegaskan bahwa meskipun laporan menunjukkan bahwa lansia lebih rentan terinfeksi, kaum muda tidaklah kebal dari infeksi virus Corona. Sehingga, penyakit tersebut tak bisa disebut sebagai penyakit orang tua.

"Anak-anak serta orang dewasa yang sehat, juga rentan terhadap itu."

Associate Professor Hsu Li Yang, kepala program penyakit menular di Saw Swee Hock School of Public Health, mengatakan masih banyak anak muda yang menentang aturan untuk tetap di rumah dan tidak keluar.

"Ini mungkin karena mereka tidak menghargai risiko atau merasa bahwa mereka tidak berisiko, atau pun tidak bisa menerima 'demam kabin' terkurung di kamar mereka selama dua minggu," kata Hsu Li Yang.

Untuk mencegah hal tersebut, Kementerian Kesehatan Singapura kemarin mengatakan bahwa orang yang melanggar aturan karantina wilayah terancam denda hingga 10 ribu dolar Singapura (sekitar 112 juta rupiah) atau penjara hingga enam bulan, maupun keduanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.