Sukses

Cegah Munculnya Stigma, KPAI: Tak Perlu Cari Sekolah Remaja yang Bunuh Bocah 6 Tahun

KPAI meminta agar pemberitaan tidak menggali terlalu dalam soal identitas remaja NF yang membunuh seorang anak di Jakarta

Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar masyarakat dan awak media untuk tidak menggali-gali terlalu dalam mengenai identitas remaja NF (15) yang menjadi pelaku pembunuhan bocah enam tahun.

Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listyarti mengatakan, pemberitaan yang sensasional sesungguhnya sangatlah berpengaruh terhadap kondisi remaja tersebut.

"Tadi saya juga mendengar dari wawancara sebuah radio yang mewawancarai tetangga dan para tetangga itu menolak kehadiran kembali atau re-integrasi ke dalam lingkungan masyarakat. Ini kan karena pemberitaan tadi sangat berpengaruh," kata Retno.

Dia menambahkan, suatu pemberitaan idealnya berpatokan pada pasal 19 dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Sebaiknya tidak usah dicari-cari sekolahnya dimana dan lain-lain karena akan memunculkan stigma kepada pihak sekolah dan anak-anak di sekolah tersebut," kata Retno dalam konferensi pers di kantor KPAI, Senin (9/3/2020).

Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Butuh Pemeriksaan Medis untuk Nyatakan NF adalah Psikopat

Putu Elvina, Komisioner Bidang Anak Berhadapan dengan Hukum KPAI mengatakan bahwa perlu sebuah bukti pemeriksaan medis untuk menyatakan bahwa NF memiliki gangguan kejiwaan tertentu seperti psikopat.

"Banyak hal yang bisa menjadi pertimbangan, apakah itu murni pembunuhan, apakah karena tontonan, serta merta menjadi alasan untuk membunuh, apakah karena faktor lingkungan keluarga, broken home, dan sebagainya, ini bukan merupakan alasan atau faktor tunggal. Banyak hal yang lain baik dari sisi eksternal atau internal anak ini sendiri," kata Putu dalam konferensi pers di kantor KPAI, Senin (9/3/2020).

Putu mengatakan, seringkali masyarakat lebih terfokus pada faktor di luar si anak tanpa memperhatikan apa yang ada dalam diri anak itu sendiri. Termasuk faktor genetik dan lainnya.

"Banyak asumsi yang mengatakan, tapi kita belum bisa mendasarkan pada asumsi tersebut apakah si anak menderita skizofrenia atau psikopat. Itu masih butuh assesment, kita juga tidak bisa berandai-andai karakteristik anak itu psikopat atau skizofrenia," kata Putu menambahkan.

Terkait hal ini, Putu merekomendasikan agar kepolisian tidak hanya melakukan penyelidikan secara psikologis pada NF, namun juga menyeluruh termasuk secara neurologis.

Disclaimer: Redaksi memahami bahwa sebuah peristiwa pembunuhan bisa disebabkan oleh lebih dari satu faktor. Oleh karenanya, isi artikel ini hanya sebatas memberikan informasi, bukan semata-mata mengarahkan pembaca untuk menjadikannya referensi dan alasan tunggal atas sebuah kasus yang tengah marak beberapa waktu terakhir.

Redaksi juga memahami betapa pentingnya suatu persoalan psikologis yang diderita seseorang, dan oleh karenanya, kami meminta pembaca untuk peka dan bersimpati jika menemukan kerabat yang mengalaminya.

Kami mengingatkan kepada pembaca betapa pentingnya peran orangtua dalam mengawasi keseharian anak, termasuk, dalam penggunaan teknologi internet dan platform digital lain sehari-hari. Kami juga mengingatkan pentingya agar bersikap bijak dan kritis dalam menerima segala informasi yang Anda dan anak Anda terima.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.