Sukses

Kenali Perbedaan Lapar Fisik dengan Lapar Emosi

Liputan6.com, Jakarta Stres bisa membuat seseorang 'lari' ke makanan. Misalnya sudah makan siang tapi karena aneka tekanan pekerjaan, membuat keinginan makan sesuatu muncul. Hal ini dikenal dengan emotional eating. 

Namun, orang kadang tidak menyadari bahwa rasa lapar yang mendera itu bukan lapar fisik melainkan emosi. Sebenarnya ada perbedaan yang bisa kita rasakan antara lapar fisik dengan emosi seperti disampaikan psikolog Klinik Lighthouse Tara de Thoars. Untuk mengetahui hal tersebut hal pertama yang bisa dilakukan adalah dengan mendengarkan kode dari tubuh.

"Coba diam lalu pejamkan mata. Apakah benar merasa perut lapar? Jadi, perlu di cek yang lapar perut atau hatinya," kata Tara dalam Unilever Food Editor Club di Jakarta Selatan pada Selasa (18/12/2018).

Pada orang yang lapar fisik akan muncul keinginan lapar tapi tidak spesifik jenis makanannya. Aneka makanan bisa membuat kenyang dan dirinya merasa puas. Sementara, pada lapar emosi muncul keinginan mengonsumsi makanan tertentu seperti es krim, cake, cokelat.

"Pada orang lapar fisik keinginan untuk makan bisa ditunda. Tapi kalau lapar emosi dia bisa langsung turun dari lantai 20 ke basement untuk membeli makanan yang diinginkan," kata Tara.

Lalu, sesudah makan pada orang lapar secara fisiologi akan merasa kenyang. Nanun, pada orang yang lapar secara emosional mengonsumsi sesuatu malah berakhir dengan rasa bersalah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menghadapi 'serangan' lapar emosi

Ketika lapar emosi akibat stres datang, Tara menyarankan untuk sementara waktu menahan keinginan untuk makan. Dengan menunda makan sekitar 15 menit, emosi bisa menurun dan logika naik.

"Biasanya keinginan untuk makan akan menurun. Jikapun tetap makan, jumlahnya tidak banyak," kata psikolog cantik blasteran Indonesia - Prancis ini.

Bisa juga dengan melakukan beberapa hal yang meningkatkan suasana hati. Seperti berolahraga, jalan-jalan ke luar ruangan, bermain ke kubikel rekan kerja.

"Ini cara untuk menaikkan serotonin dan dopamin yang turun karena stres," katanya. 

 

 

Saksikan juga video menarik berikut

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.