Sukses

Wanita yang Bangun Lebih Pagi Terhindar dari Depresi

Sebuah studi baru yang dipublikasikan oleh Journal of Psychiatric Research memuat temuan, bangun pagi bisa mencegah depresi.

Liputan6.com, Jakarta Durasi tidur seseorang, terutama wanita, rupanya berperan terhadap risiko kesehatan mentalnya. Sebuah studi baru yang dipublikasikan oleh Journal of Psychiatric Research memuat temuan, bangun pagi bisa mencegah depresi.

Studi tersebut meneliti data lebih dari 32.470 perawat wanita dengan usia rata-rata 55 tahun tanpa gejala depresi sebelumnya. Hasilnya, wanita yang bangun lebih pagi cenderung tak mengembangkan depresi dibandingkan wanita yang tidur lebih larut dan bangun lebih siang.

Setelah berjalan empat tahun, studi yang diawali pada 2009 menemukan, 2.581 partisipan mengembangkan depresi. Hal itu tampak dari hasil diagnosis klinis atau penggunaan obat antidepresan. Sementara partisipan yang dilaporkan selalu bangun lebih pagi, antara 12 hingga 27 persen tak mengembangkan depresi.

"Kami melihat ada sedikit keterkaitan namun signifikan antara waktu tidur dan depresi," ujar pemimpin studi Celine Vetter, asisten profesor psikologi di University of Colorado Boulder.

Celine mengatakan, meski risiko depresi tersebut relatif kecil, hasil studi mengatakan bahwa hal itu menjadi faktor tersendiri.

Hasil penelitian ini didapat dari jam tubuh atau chronotype para partisipan. "Chronotype bukan durasi tidur atau pun jam tidur, melainkan sinkronisasi tubuh Anda dalam 24 jam sehari," jelas Vetter, melansir laman New York Post, Selasa (26/6/2018). 

 

*Pantau hasil hitung cepat atau Quick Count Pilkada 2018 untuk wilayah Jabar, Jateng, Jatim, Sumut, Bali dan Sulsel. Ikuti juga Live Streaming Pilkada Serentak 9 Jam Nonstop hanya di Liputan6.com. 

 

Saksikan juga video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perlu penelitian lebih lanjut

Sebelumnya, Northwestern Medicine dan University of Surrey di Inggris juga melakukan studi terkait tidur dan kesehatan. Hasil studi itu menemukan, individu yang terjaga hingga malam hari memiliki 10 persen risiko lebih besar meninggal karena kelainan fisiologis dan neurologis. Begitu pula dengan risiko penyakit metabolisme dan kardiovaskular.

Meski begitu, alasan di balik keterkaitan antara ritme tidur dan kesehatan mental masih belum jelas. "Kita tahu bahwa chronotype sebagian ditentukan oleh gen dan sebagian lagi oleh lingkungan serta bilogis, jadi kemungkinan besar ada peran gen dalam chronotype dan mood," Vetter menjelaskan.

Diperlukan riset lebih dalam untuk memastikan hubungan antara jadwal tidur dan depresi. Meski begitu, studi ini menunjukkan hubungan antara bangun lebih pagi dengan pencegahan risiko depresi di kemudian hari.

"Perlu riset lebih banyak untuk mencapai kesimpulan pasti mengenai bagaimana jam tubuh kita memengaruhi kesehatan kita," tandas Vetter. Dia juga menekankan hasil studi tersebut tak bisa digeneralisasi pada pria serta wanita muda.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.