Sukses

Cara Guru Papua Beri Pendidikan Seks ke Muridnya

Berbicara mengenai tingginya kehamilan remaja di Tanah Papua, salah seorang guru di Papua, Rahab M Bako mengaku kasihan.

Liputan6.com, Jakarta SMA Yayasan Pendidikan Kristen, Merauke, sering disebut sebagai sekolah penampungan. Namun sebutan tersebut tak membuat SMA Yayasan Pendidikan Kristenkhawatir menerima remaja yang ditolak sekolah lain. Alasannya beragam, mulai dari telatnya pendaftaran karena berasal dari pedalaman hingga hamil di luar nikah.

Berbicara mengenai tingginya kehamilan remaja di Tanah Papua, salah seorang guru dari SMA YPK Merauke, Rahab M Bako mengaku kasihan dengan remaja yang hamil dan dikeluarkan dari sekolah.

"Beruntung Kepala Sekolah kami mendukung. Kami pikir, kalau mereka dikeluarkan lalu mereka dapat pendidikan darimana. Selain itu juga tidak ada tindakan selanjutnya baik dari pihak sekolah atau pemerintah. Itulah yang kami pikirkan. Siapa pun boleh masuk sekolah kami," kata Rahab.

Kurang meratanya pendidikan apalagi pendidikan seks juga menjadi momok tersendiri di Papua. Rahab mengatakan, sebelum ada pelajaran tentang seks, para siswa sering mengganggu siswi lain dengan memegang bokong atau meremas payudara mereka sampai menangis.

"Inilah kondisinya. Pendidikan seks membuat mereka tahu apa bedanya cinta dan pelecehan seksual. Membuat mereka memproteksi dirinya untuk tidak hamil sebelum menikah.

Awalnya sempat kesulitan mengajari muridnya perihal pentingnya edukasi seks. Tak jarang katanya, para siswa dan siswi berbicara vulgar dan tidak tahu bahasa lain untuk menggantikan kata penis dan vagina," kata Rahab saat ditemui dalam diskusi `Pendidikan Seksualitas Komperhensif untuk Masa Depan` di Hotel Orio, Jumat (13/6/2014).

Rahab menerangkan, mengajarkan pendidikan seks bukan hal mudah. Sering Bahasa Indonesia baku tidak dimengerti murid-muridnya.

"Kalau bahasa saya bikin bingung mereka, saya yang harus menyesuaikan dengan bahasa sehari-hari mereka. Seperti misalnya ketika saya tanya kata lain penis dan vagina, mereka hanya diam. Mereka itu menyebut penis dengan butu sedangkan vagina itu pepe. Jadi kalau mereka tidak paham saya pakai bahasa itu," kata Rahab.

Selain itu, Rahab mengatakan, untuk memudahkan siswa-siswinya yang belum lancar membaca, ia dimudahkan dengan materi yang dikembangkan dari modul Rutgers WPF bernama DAKU (Dunia Remajaku Seru) edisi Papua. Materi ini masuk pelajaran wajib di Muatan Lokal (Mulok).

"Dalam 1 minggu DAKU diajarkan selama 2 jam. Sekarang mereka tahu persis apa itu alat kelamin, apa itu hubungan seks. Kalau keputusan berhubungan seksual, itu keputusan mereka. Yang jelas, dengan belajar pendidikan seksual, mereka jadi diri sendiri," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini