Sukses

Bocoran Snowden: Permalukan Radikalis, NSA Awasi yang Porno-porno

NSA kumpulkan aktivitas seksual dunia maya para tokoh radikal. Untuk menjatuhkan reputasi mereka. Mirip cara FBI di tahun 1960-an.

Satu demi satu rahasia dapur Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) dikupas oleh mantan kontraktornya, Edward Snowden yang berhasil kabur ke Rusia. Pengungkapan yang bikin repot AS dan para sekutunya.

Salah satu informasi teranyar, dokumen rahasia yang diungkap Snowden menguak bahwa NSA mengumpulkan aktivitas seksual di dunia maya yang diduga dilakukan sejumlah tokoh radikal. Untuk menjatuhkan reputasi mereka. Namun, seperti dimuat Guardian, 27 November 2011, tidak ada satupun yang diduga terlibat dalam rencana teror.

Dokumen tersebut mengidentifikasi 6 target, yang diduga memanfaatkan ajaran Islam untuk radikalisasi. NSA menjadikan mereka contoh, "bagaimana kerentanan pribadi seseorang bisa diketahui lewat pengawasan elektronik, yang kemudian dimanfaatkan untuk melemahkan kredibilitas, reputasi, dan otoritas target," demikian Liputan6.com kutip dari Huffington Post.

Dokumen NSA bertanggal 3 Oktober 2012 berulang kali mengacu kepada kekuatan tuduhan munafik untuk melemahkan target. "SIGIT -- atau sinyal intelijen, atau penyadapan komunkasi sebelumnya -- tentang radikalisasi menunjukkan bahwa kaum radikal rentan saat perilaku pribadi dan omongan mereka ke publik ternyata terbukti tidak konsisten," demikian cuplikan isi dokumen.

Di antara kerentanan yang didata NSA dan efektif untuk dieksploitasi adalah "aktivitas melihat materi pornografi secara online" dan "menggunakan bahasa yang eksplisit secara seksual saat berkomunikasi dengan gadis-gadis muda yang belum berpengalaman".

Direktur NSA -- yang disebut dengan kode "DIRNSA" disebut sebagai "pencetus" dokumen. Sementara penerimanya, selain internal NSA juga para pejabat Departments of Justice and Commerce and the Drug Enforcement Administration.

"Tanpa menyinggung individu tertentu, tidak mengejutkan bahwa Pemerintah AS menggunakan semua sarana yang sah, yang kami miliki, untuk menghalangi target pelaku terorisme yang untuk mencelakai rakyat AS dan meradikalisasi orang lain untuk melakukan kekerasan," kata Shawn Turner, Direktur Urusan Publik Badan Intelijen AS, membela langkah NSA.

Rentan Penyalahgunaan

Sebaliknya, Jameel Jaffer, Direktur Hukum American Civil Liberties Union mengatakan, pengungkapan tersebut meningkatkan kekawatiran tentang potensi penyalahgunaan oleh NSA. "Penting untuk diingat, bahwa aktivitas pengawasan NSA mencakup semua hal yang tak fokus -- badan itu mengumpulkan sejumlah besar informasi sensitif hampir tentang semua orang," kata dia.

"Di mana pun Anda berada, database NSA menyimpan informasi soal pandangan politikmu, rekam medis, relasi intim, dan aktivitas online," kata dia. "NSA berdalih informasi yang bersifat personal tak akan disalahgunakan, tetapi dokumen-dokumen ini menunjukkan bahwa NSA mungkin mendefinisikan istilah 'penyalahgunaan' secara sempit."

Terungkap dalam dokumen bahwa tak satupun target NSA terbukti atau diduga terlibat dalam plot teror. 6 target tersebut diyakini berada di luar AS. Nama mereka tetap anonim, namun 1 di antaranya diidentifikasi sebagai "orang AS" -- yang bisa berarti warga AS atau penduduk tetap (permanent resident).

Selain mengawasi aktivitas para target di dunia maya, NSA juga memeriksa daftar kontak target. NSA menuding 2 target mempromosikan propaganda Al Qaeda. Namun menyebut, pengawasan komunikasi dari 3 target yang berbahasa Inggris  mengungkapkan bahwa mereka memiliki "kontak minimal dengan teroris."

Sementara, dokumen tersebut menyatakan bahwa 3 target yang berbahasa Arab memiliki lebih banyak kontak dengan afiliasi kelompok ekstremis, tetapi tidak menguatkan bukti bahwa mereka sendiri terlibat dalam rencana teror.

Apapun, NSA yakin para target berupaya meradikalisasi orang melalui ekspresi ide-ide kontroversial melalui YouTube, Facebook, dan situs-situs media sosial lain -- dengan audiens berbahasa Inggris dan Arab.

"Termasuk mereka (audiens) yang belum memiliki pandangan ekstremis namun rentan terhadapnya," demikian isi dokumen yang dibocorkan Snowden.

Dokumen juga menyebut, pendapat dari 6 target ramai ditanggapi di banyak negara termasuk Inggris, Jerman, Swedia, Kenya, Pakistan, India, dan Arab Saudi.

Lalu bagaimana hasil pengawasan aktivitas pornografi di dunia maya? NSA mengaku memiliki informasi aktivitas seksual memalukan 2 dari 6 target yang diawasi aktivitasnya di dunia maya.

Namun, dokumen tersebut tidak mengindikasikan apakah NSA melakukan rencananya untuk mendiskreditkan target mereka, mungkin dengan memberi peringatan pada individu yang bersangkutan. Juga tak ada diskusi mengenai kendala hukum atau etika terkait eksploitasi pengawasan elektronik dengan cara seperti itu.

Mirip Cara FBI 1960-an

Cara yang sama dilakukan Pemerintah AS di masa lalu terhadap para aktivis hak sipil aktivis buruh, dan siapapun yang berseberangan faham.

Di bawah kepemimpinan J Edgar Hoover, FBI mempermalukan para aktivis dan sejumlah tokoh politik, salah satunya, Martin Luther King Jr. Informasi yang dikumpulkan FBI kala itu berpusat pada skandal, homoseksualitas, dan tak ketinggalan soal selingkuh -- yang dilaporkan digunakan untuk mengirim surat kaleng pada politisi yang jadi target biro investigasi federal itu.

"Operasi NSA sama menakutkannya dengan operasi yang dilakukan FBI di bawah J Edgar Hoover pada tahun 1960, di mana biro menggunakan penyadapan untuk menemukan kerentanan -- seperti aktivitas seksual --  untuk 'menetralisir' target mereka," kata James Bamford, jurnalis senior yang meliput aktivitas NSA sejak 1980-an.

"Ide itu dikembangkan oleh direktur FBI terlama di dalam sejarah AS. Sementara saat ini dicetuskan oleh direktur NSA yang terlama," sambung Bamford.

NSA juga pernah mememata-matai pemimpin gerakan sipil Martin Luther King dan petinju Muhammad Ali selama masa protes perang Vietnam pada 1967. [Baca juga: Dokumen Rahasia: NSA Sadap Martin Luther King dan Muhammad Ali]

Namun, Baker mengatakan bahwa sampai ada bukti bahwa ada penyalahgunaan, NSA harus dipercaya untuk menggunakan kebijakannya. Meski, "NSA sudah menggunakan kekuasaannya dengan cara itu di masa lalu, akan sangat naif untuk berpikir mereka tak akan melakukan dengan cara yang sama di masa depan." (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini