Sukses

Benarkah Stres dapat Mengecilkan Ukuran Otak Anda? Ini Penjelasannya

Ukuran otak dapat berubah seiring berjalannya waktu. Tapi, apakah stres salah satu pengaruhnya?

Liputan6.com, Jakarta - Penelitian menunjukkan bahwa stres yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh Anda, termasuk otak

Dilansir dari Piedmont, Selasa (21/5/2024) Eric Awad, M.D., seorang ahli saraf di Piedmont, mengatakan bahwa sulit untuk mengetahui semua dampak yang ditimbulkannya pada tubuh Anda, tetapi stres itu melekat, sulit diukur dan bervariasi dari orang ke orang.

"Kami tahu stres fisik dan emosional dapat berdampak pada otak dan sistem saraf dengan berbagai cara, tetapi melakukan uji klinis yang membandingkan efek stres dengan efek alami dari penuaan merupakan hal yang menantang," jelas Dr. Awad

"Beberapa penelitian pada hewan menunjukkan bahwa stres dapat meningkatkan jumlah bahan kimia seperti lem yang mengendap di sel-sel otak. Endapan ini terdeteksi pada penyakit degeneratif seperti penyakit Alzheimer, yang menyebabkan penyusutan otak dan pada akhirnya, kematian," tambahnya.

Efek Kimiawi dari Stres

Stres akut, seperti trauma atau penyakit serius, memicu respons fight-or-flight (melawan atau melarikan diri) di otak dan memacu adrenalin. Adrenalin bertindak sebagai vasokonstriktor yang dapat meningkatkan tekanan darah dan memacu jantung.

Masalahnya, adrenalin dalam dosis besar dapat memicu migrain, kejang, atau bahkan stroke akut pada orang yang rentan terhadap kondisi tersebut.

Ketika seseorang mengalami stres kronis, tubuh secara konsisten memproduksi hormon yang disebut kortisol sebagai respons terhadap rangsangan terus-menerus dari hipotalamus otak.

Ketika meningkat secara kronis, kortisol dapat menyebabkan banyak efek negatif pada tubuh. Stres kronis juga menciptakan ketidakseimbangan pada neurotransmiter tertentu, yang dapat menyebabkan daya ingat yang buruk, rentang perhatian yang lebih pendek, dan depresi.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Efek Anatomis dari Stres

Dr. Awad mengatakan bahwa tingkat stres pasien merupakan bagian penting dari riwayat medisnya.

"Pengaruh negatif pada otak dapat bersifat struktural (penyusutan atau atrofi), kimiawi (perubahan neurotransmiter), inflamasi, iskemik (perubahan suplai darah), neoplastik (berkembangnya tumor) atau kombinasi dari semua itu," katanya.

Kabar baiknya, ada banyak studi yang melakukan penelitian tentang otak. Dia percaya suatu hari nanti para peneliti mungkin akan menemukan bahwa mengelola stres bahkan dapat mengubah kemampuan otak dan tubuh untuk merespons pengobatan.

Melawan Stres adalah Kunci

Dr. Awad percaya bahwa kunci untuk memerangi stres dan semua dampak negatifnya terhadap kesehatan adalah dengan mengidentifikasi sumber-sumbernya dan berusaha untuk meminimalkannya. 

"Kita juga harus terlibat dalam kegiatan yang mengalihkan perhatian kita dari stres," tambahnya.

Dia menyarankan kegiatan-kegiatan berikut ini sebagai usaha untuk memerangi stres:

  • Olahraga
  • Meditasi, yoga dan tai chi (seni bela diri dari Tiongkok)
  • Menulis jurnal
  • Bersosialisasi
  • Melakukan hobi

Setiap orang memiliki caranya sendiri untuk bersantai. Setelah Anda menemukan cara yang cocok untuk Anda, Dr. Awad merekomendasikan untuk melakukan upaya sadar untuk memasukkan kebiasaan ini ke dalam kehidupan sehari-hari Anda.

"Kita tahu bahwa otak dan sistem saraf mengendalikan sebagian besar fungsi tubuh kita. Karena itu, mengendalikan tingkat stres Anda sama pentingnya bagi kesehatan Anda seperti halnya makan makanan yang seimbang dan tidur yang cukup," katanya.

3 dari 4 halaman

Hindari 6 Kebiasaan yang Menciutkan Otak di Bawah ini

Pada 2014, ada laporan dalam jurnal psikiatri JAMA yang menyatakan bahwa pornografi menciutkan otak manusia. Tapi, psikolog Simone Kühn yang menulis laporan itu menengarai bahwa temuan tidak konklusif, “Belum jelas…entah menonton tayangan porno menyebabkan otak berubah atau memang orang yang lahir dengan jenis otak tertentu menyebabkannya menyaksikan lebih banyak tayangan porno.”

Kenyatannya, seperti dikutip dari Mic pada Kamis (16/01/2016), ada sejumlah hal lain yang memang merusak jaringan kompleks otak kita, bahkan menciutkan otak itu sendiri. Penciutan di sini adalah pengurangan sel kelabu (grey matter) di otak.

Otak yang menyusut terlihat pada orang dengan sakit kepribadian antisosial dan orang yang kecanduan alkohol dalam jangka panjang.

Berikut ini adalah 6 kebiasaan yang dapat merusak otak kita:

1. Penyalahgunaan Alkohol

Kecanduan alkohol dan obat sama-sama merusak otak secara jasmani, terutama di bagian depan (frontal lobe). Bagian depan otak adalah tempat semua fungsi eksekusi, pembuatan keputusan, tugas jamak (multitasking), menguasai emosi dan menangani stress.

Dr. Harold Urschel, penulis buku Healing the Addicted Brain, mengatakan kepada Mic, “Ketika seseorang sakit, otak memerintahkan untuk mencari bantuan. Ketika seseorang kecanduan, bagian otak yang bertugas meminta bantuan tadi telah cedera. Orang kecanduan adalah orang yang tidak sadar telah bermasalah. Mirip halnya dengan Alzheimer, yaitu penderitanya tidak mengetahui sedang mengidapnya sehingga menjadi semakin parah.”

 

2. Menggunakan Ekstasi

“Ekstasi adalah bagian dari sejumlah kecil obat yang memang sesungguhnya sampah bagi otak,” kata Dr. Clifford Segil, seorang neulorog di Providence Saint John's Health Center di kota Santa Monica, California.

“Kita memiliki reseptor yang dapat menangani opiate yang dikembangkan oleh perusahaan farmasi. Tapi ekstasi tidak dibuat supaya bisa diterima oleh reseptor dan sebenarnya malah merusak neuron-neuron otak,” jelas ahli saraf tersebut.

3. Stres

“Stres memiliki peran tumpang tindih dengan penyalahgunaan zat,” kata Gorgens kepada Mic. “Orang yang mengaku stres tinggi, tertekan, atau mendapat diagnose PTSD, semuanya memiliki ciri serupa, yaitu kehilangan volume otak di bagian hippocampus.”

 Pada dasarnya, ketika kita mengidap stres kronis, dampak neurobiologisnya adalah penyusutan otak.

4 dari 4 halaman

4. Melewatkan Sarapan

Dr. Sanam Hafeez, seorang psikolog syaraf dan psikolog sekolah di New York City, menjelaskan kepada Mic, “Orang yang tidak menyantap sarapan akan memiliki kadar gula darah yang rendah. Hal ini berlanjut kepada kurangnya pasokan gizi ke otak sehingga otak mengalami penyusutan seiring dengan berjalannya waktu.”

Suatu makalah tahun 2012 yang dimuat di British Journal of Nutrition menungkapkan bahwa ingatan dan perhatian bisa diperbaiki pada orang dewasa yang makan sarapan rendah gula, misalnya roti bulir, oatmeal dan sereal tinggi serat lainnya.

5. Makan Berlebihan

Menyantap lebih daripada yang diperlukan tubuh ikut andil kepada pengerasan arteri sehingga memperlambat kerja otak. Kenyataannya, menurut suatu artikel dalam Maryland Medical Journal, satu-satunya hal yang lebih dahsyat memperkeras arteri daripada makan berlebih adalah penyakit sipilis. Terlalu banyak makan makanan manis dan berlemak secara perlahan dapat menyebabkan perubahan sambungan-sambungan otak yang mengendalikan perilaku makan dan kaitannya dengan reseptor rasa nikmat.

6. Merokok

Nikotin yang ada dalam tembaku merangsang bagian otak yang memancarkan neurotransmitter yang mempengaruhi mood, selera makan, dan rasa nikmat. Tapi nikotin juga meningkatkan risiko stroke, yang terjadi ketika pembuluh darah dalam otak pecah dan bocor, sehingga berpotensi merusak syaraf. Dalam kasus berat, korbannya bisa lumpuh, lemah otot menetap, dan kesulitan bicara atau makan, linglung, dan sulit berkoordinasi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini