Sukses

Perang Hamas Vs Israel: Netanyahu Kembali Menentang AS soal Negara Palestina Merdeka

Netanyahu kembali menegaskan pendiriannya kepada AS bahwa kebutuhan keamanan Israel tidak memberikan ruang bagi negara Palestina yang berdaulat.

Liputan6.com, Tel Aviv - Benjamin Netanyahu, yang menentang pendirian negara Palestina, kian tersudutkan. Pemerintah Israel di bawah kepemimpinannya, tidak hanya menghadapi perpecahan secara internal, namun juga dengan sekutu utamanya, Amerika Serikat (AS), dan dikritik secara luas oleh rakyatnya sendiri.

Kemarahan terhadap Netanyahu jelas terlihat di jalanan pada Sabtu (20/1/2024), di mana unjuk rasa terjadi di sejumlah wilayah di Israel, seperti Tel Aviv, Yerusalem, Caesarea, dan Kfar Saba. Beberapa menuntut tindakan yang lebih berani untuk memulangkan sandera yang masih ditawan Hamas, sementara sebagian lainnya menuntut Netanyahu mundur.

Seorang demonstran di Yerusalem mengusung poster bertuliskan, "Seruan para ibu: kami tidak akan mengorbankan anak-anak kami dalam perang untuk menyelamatkan kelompok sayap kanan."

Pada Jumat (19/1), Netanyahu kembali menegaskan kepada AS pendiriannya soal negara Palestina. Menurut juru bicaranya, Netanyahu mengatakan kepada Presiden Joe Biden via telepon bahwa kebutuhan keamanan Israel tidak memberikan ruang bagi negara Palestina yang berdaulat.

Biden telah menjadi pendukung nomor satu Netanyahu atas perang terbaru melawan Hamas yang dimulai sejak 7 Oktober 2023, meski menderita dampak politik negatif yang besar baik di dalam maupun di luar negeri.

"Dalam percakapannya dengan Presiden Biden, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menegaskan kembali kebijakannya bahwa setelah Hamas dihancurkan, Israel harus mempertahankan kendali keamanan atas Jalur Gaza untuk memastikan Jalur Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel, sebuah persyaratan yang bertentangan dengan tuntutan kedaulatan Palestina," ungkap pernyataan dari kantor perdana menteri Israel, seperti dilansir The Guardian, Senin (22/1).

Pernyataan tersebut dinilai merupakan serangan terselubung terhadap Biden, yang beberapa jam sebelumnya menuturkan percakapan dengan Netanyahu membuatnya yakin bahwa kemerdekaan Palestina dapat diwujudkan ketika Netanyahu berkuasa.

Ini merupakan kali pertama Biden dan Netanyahu berbicara dalam kurun waktu hampir satu bulan setelah Netanyahu juga blak-blakan menyampingkan negara Palestina merdeka dalam sebuah konferensi pers.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Inggris Nilai Sikap Netanyahu Mengecewakan

Di London, Menteri Luar Negeri Bayangan Inggris David Lammy dilaporkan sangat kritis terhadap Netanyahu.

"Penolakan perdana menteri Israel terhadap negara Palestina salah secara moral. Praktis salah. Dan bertentangan dengan kepentingan semua orang, Palestina, dan Israel," kata Lammy.

Lammy menambahkan, "Upaya damai untuk negara Palestina adalah sebuah tujuan yang adil. Seperti yang dikatakan Keir Starmer, ini adalah hak rakyat Palestina yang tidak dapat disangkal dan satu-satunya jalan untuk menjamin perdamaian yang adil dan abadi bagi Israel dan Palestina."

Dia menggambarkan pernyataan Netanyahu sebagai hal yang mengecewakan.

"Posisi Inggris sangat jelas. Solusi dua negara, dengan negara Palestina yang berdaulat dan hidup berdampingan dengan Israel yang aman dan terjamin, adalah jalan terbaik menuju perdamaian abadi," ujarnya.

AS telah berulang kali mengatakan bahwa pembentukan negara Palestina merdeka adalah satu-satunya jalan untuk membangun kembali Jalur Gaza dan memastikan keamanan jangka panjang Israel.

Kritikus menilai perselisihan ini menjadi pengalih perhatian dari meningkatnya ketegangan dalam negeri mengenai terbatasnya pencapaian serangan Israel di Jalur Gaza selama tiga bulan perang Hamas Vs Israel.

"Perang ini tidak memiliki tujuan dan masa depan, namun memperpanjangnya adalah cara (Netanyahu) menunda keterlibatan dengan pertanyaan tentang tanggung jawab," tulis surat kabar Haaretz mengutip pernyataan seorang anggota kabinet.

"Selama (gerakan) protes menangani kepulangan para sandera, protes yang dia khawatirkan terhadap pemerintah, akan tertunda."

Setelah lebih dari tiga bulan, serangan Israel terhadap Jalur Gaza telah menewaskan lebih dari 25.000 warga Palestina yang sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, menyebabkan hampir 2 juta orang mengungsi, dan membuat sebagian besar wilayah Jalur Gaza menjadi reruntuhan.

Kelaparan dan penyakit kini menjadi "pencabut nyawa" tambahan.

Dengan penderitaan dahsyat tersebut, pasukan Israel belum menangkap atau membunuh satu pun pemimpin kelompok Hamas di Jalur Gaza. Bahkan, Hamas baru-baru ini meluncurkan rentetan roket dari Jalur Gaza Utara, tempat Israel mengatakan kemampuan tempur kelompok tersebut sebagian besar telah hancur.

3 dari 3 halaman

Perubahan Sikap Rakyat Israel

Masyarakat Israel secara luas mendukung perang melawan Hamas. Kurang dari sebulan lalu, jajak pendapat dari Institut Demokrasi Israel menunjukkan bahwa tiga per empat warga Yahudi Israel menentang permintaan AS untuk beralih ke fase perang yang tidak terlalu intens di Jalur Gaza.

Namun, mereka semakin frustrasi dengan kepemimpinan Netanyahu. Kritikus Netanyahu termasuk anggota kabinet perang Israel Gadi Eisenkot, yang pandangannya memiliki otoritas moral tertentu karena putranya yang berusia 25 tahun tewas dalam perang di Jalur Gaza.

Eisenkot minggu ini mengubah sikapnya dengan mengatakan bahwa kemenangan total atas Hamas tidak mungkin terjadi dan hanya kesepakatan gencatan senjata yang dapat memulangkan para sandera. Ketika ditanya apakah Netanyahu mungkin memperpanjang perang demi keuntungan politik, dia berhenti sejenak sebelum menjawab, "Saya harap tidak."

Investigasi resmi terhadap kegagalan militer dan keamanan saat serangan Hamas pada 7 Oktober, yang saat ini ditunda hingga akhir fase pertempuran yang intens, kemungkinan besar akan sangat tidak nyaman bagi Netanyahu. Di lain sisi, dia juga tengah menghadapi beberapa kasus korupsi.

Eisenkot diyakini memiliki pandangan yang sama dengan Benny Gantz, menteri lainnya di kabinet perang yang beranggotakan lima orang. Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant dan Menteri Urusan Strategis Ron Dermer juga adalah anggota kabinet perang, namun mereka menginginkan perang terus berlanjut.

Pemerintahan koalisi Netanyahu mencakup partai-partai sayap kanan yang dengan tegas menentang negara Palestina atau menghentikan intensitas serangan terhadap Jalur Gaza.

Konsesi yang diperlukan untuk menjamin pembebasan para sandera, termasuk membebaskan banyak tahanan Palestina, diyakini dapat mendorong kejatuhan pemerintahan saat ini. Terdapat konsensus pasca 7 Oktober bahwa Israel tidak boleh membuang-buang energi untuk melakukan pemungutan suara ketika mereka perlu fokus pada perang.

Sementara itu, sebagian besar jajak pendapat menunjukkan pemerintahan Netanyahu akan kehilangan kekuasaan jika pemilu digelar hari ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini