Sukses

Menanti Gencatan Senjata Kedua, Hamas: Jumlah yang Terbunuh Serangan Israel di Gaza Melampaui 20.000 Orang

Pemerintah Hamas melalui aplikasi pesan Telegram menyatakan bahwa.korban tewas di Gaza akibat serangan udara Israel melampaui 20.000 orang.

Liputan6.com, Gaza - Jumlah orang yang terbunuh akibat serangan Israel di Gaza telah melampaui 20.000 orang, kata pemerintah Hamas melalui aplikasi pesan Telegram, seperti dikutip dari ITV.com, Kamis (21/12/2023).

Sekitar 1,9 juta orang, atau 85% dari populasi, diyakini terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat pertempuran tersebut, sementara setengah dari penduduk Gaza diperkirakan kelaparan, menurut Program Pangan Dunia PBB.

Sementara itu pemimpin Hamas Ismail Haniyeh berada di Kairo, Mesir, membahas konflik di Gaza. Kemungkinan gencatan senjata kedua dan pertukaran sandera lebih lanjut diperkirakan akan terjadi.

Kunjungan Haniyeh ke Kairo terjadi hanya sehari setelah Hamas menembakkan roket yang memicu sirene serangan udara di Israel tengah.

Tindakan tersebut diyakini merupakan unjuk kekuatan kelompok teroris tersebut, dalam perang 10 minggu yang telah menghancurkan sebagian besar wilayah utara Gaza.

Terdapat konsensus global bahwa pertempuran harus dihentikan, namun Amerika Serikat memveto proposal resolusi sebelumnya sementara Inggris memilih untuk abstain.

Uni Emirat Arab mengajukan resolusi yang saat ini sedang dibahas, yang dikatakan akan mengupayakan "penghentian permusuhan yang mendesak dan berkelanjutan."

Angka korban jiwa pada hari Rabu (20/12) diumumkan oleh kantor media pemerintah, sementara jumlah korban tewas sebelumnya berasal dari kementerian kesehatan yang dikelola Hamas di wilayah tersebut.

Pembicaraan dijadwalkan pada hari Selasa tetapi kemudian ditunda hingga Rabu karena latar belakang negosiasi yang sedang berlangsung.

Belakangan, pemungutan suara mengenai resolusi yang disponsori Arab, yang pertama kali ditunda pada Senin ((18/12), diketahui diundur hingga Kamis (21/12) pagi, ketika anggota dewan keamanan melanjutkan negosiasi intens untuk menghindari veto lagi oleh Amerika Serikat.

Adapun Mesir dan Qatar telah menjadi mediator utama antara pasukan Hamas dan Israel sejak kelompok militan tersebut mengamuk di Israel selatan pada tanggal 7 Oktober, yang memicu perang saat ini, dan perundingan tidak langsung baru-baru ini diluncurkan kembali.

Gencatan senjata sebelumnya diperpanjang hingga total tujuh hari, di mana Hamas membebaskan 110 orang dari Gaza, dan 240 warga Palestina dibebaskan dari penjara Israel.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Hamas Dinilai Solid Secara Finansial, Mampu Bertahan dalam Perang Melawan Israel

Hamas telah menjadi fokus serangan Israel yang belum kunjung henti di Jalur Gaza. Dengan sumber keuangan yang dinilai tangguh dan beragam, Hamas diperkirakan akan memiliki dana perang yang signifikan sekalipun konflik berkepanjangan.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah bersumpah memusnahkan Hamas pasca serangan kelompok itu pada 7 Oktober yang diklaim Israel menewaskan setidaknya 1.139 orang dan menyandera sekitar 250 orang.

Melalui kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran hingga akhir November, sejumlah sandera berhasil ditukarkan dengan tahanan Palestina hingga kini dilaporkan tersisa 129 sandera.

Otoritas kesehatan Jalur Gaza menyatakan serangan Israel menewaskan sebagian besar korban perempuan dan anak-anak.

Sementara Israel mengejar tujuan militernya, melemahkan aliran pendapatan Hamas diyakini juga akan menjadi tugas yang berat.

"Hamas solid secara finansial," kata presiden kelompok Insight Threat Intelligence asal Kanada Jessica Davis kepada AFP seperti dilansir Al Arabiya, Senin (18/12/2023).

"Dalam dekade terakhir atau bahkan lebih lama lagi, mereka telah menciptakan jaringan keuangan yang tangguh."

Jessica menuturkan bahwa kelompok tersebut telah membangun investasi dan sumber pendapatan di banyak negara tanpa mengalami gangguan. Menurutnya, sumber-sumber pendapatan Hamas tersebut mencakup usaha kecil dan real estate di negara-negara seperti Turki, Sudan, dan Aljazair.

Hamas disebut juga bergantung pada jaringan donasi informal.

"Mereka sangat baik dalam mengembangkan dan mengoperasikan sistem penukaran uang yang sangat kompleks," kata pakar ekonomi Palestina dari Israel Yitzhak Gal, merujuk pertukaran yang dilakukan melalui Turki, Uni Emirat Arab, Eropa, dan bahkan Amerika Serikat (AS).

Jumlah pendonor Hamas pun belum tentu berkurang pasca 7 Oktober.

"Meskipun melakukan kekejaman, Hamas tampaknya telah mendapatkan dukungan dari segmen populasi tertentu secara internasional sebagai pelopor perlawanan," jelas Lucas Webber, salah satu pendiri situs spesialis Militant Wire.

3 dari 4 halaman

Wacana Memusnahkan Hamas Dinilai Tidak Realistis

Bicara soal Hamas, pada tahun 2021, Qatar yang dikenal sebagai emirat kaya gas, yang menjadi tuan rumah biro politik Hamas di ibu kotanya dengan restu AS, menjanjikan pendanaan tahunan sebesar USD 360 juta untuk Jalur Gaza.

Namun, Doha membantah memberikan bantuan keuangan kepada Hamas.

"Tanpa kecuali, seluruh bantuan Qatar sepenuhnya dikoordinasikan dengan Israel, pemerintah AS, dan PBB," kata seorang pejabat Qatar kepada AFP. "Semua barang seperti makanan, obat-obatan, dan bahan bakar melewati Israel sebelum memasuki Gaza."

Pekan lalu, pemimpin negosiator dan diplomat Qatar Abdulaziz Al-Khulaifi, mengindikasikan bahwa pendanaan emirat itu untuk Jalur Gaza akan terus berlanjut.

Pada Oktober, Washington menjatuhkan sanksi terhadap 10 anggota utama Hamas. Namun, memusnahkan Hamas sepenuhnya dinilai tidak mungkin dilakukan.

"Prospek kehancuran total keuangan Hamas dalam jangka panjang tidaklah realistis," ujar Davis. "Anda bisa mengganggunya, Anda bisa mengeluarkan pemain-pemain kunci, Anda bisa meminimalkan sumber dana, tapi jaringan, infrastruktur akan selalu ada dan jika grup tersebut masih memiliki pendukung, mereka bisa memiliki pengaruh untuk membantu."

Gal berpendapat keuangan Hamas erat kaitannya dengan masa depan Jalur Gaza.

"Ketika perang berhenti dan kehidupan normal kembali berjalan, pertanyaannya adalah: apakah seluruh sistem pembiayaan ini akan dilanjutkan atau diubah?" kata Gal. "Jalur Gaza sekarang menjadi salah satu kamp pengungsi yang besar. Siapa yang akan bertanggung jawab menyediakan makanan, air dan tempat berlindung bagi para pengungsi ini, Hamas atau organisasi lain, mekanisme lain?"

  

4 dari 4 halaman

Israel dan Hamas Bertempur Sengit di Sejumlah Kota Besar Gaza, Pejabat PBB Sebut Tak Ada Tempat Aman di Gaza

Sementara itu, militer Israel menembak dan membunuh enam warga Palestina pada Jumat (8/12/2023) di sebuah kamp pengungsi, dekat Kota Tubas di Tepi Barat, ketika perang Israel Vs Hamas di Jalur Gaza selatan memasuki bulan ketiga. Demikian seperti dikutip VOA Indonesia, Sabtu (9/12). 

Sebelumnya, Israel menyerang militan Hamas di kota-kota besar di Jalur Gaza pada Kamis (7/12), menyebabkan 350 orang tewas dan ribuan warga sipil Palestina terpaksa mengungsi.

Banyak pengungsi Gaza berdesakan di Rafah, di perbatasan selatan dengan Mesir, untuk mengamankan diri, sesuai instruksi militer Israel. Namun kementerian kesehatan yang dikuasai Hamas melaporkan sedikitnya 37 kematian dalam serangan udara Israel semalam di kawasan itu.

Militer Israel pada Kamis menuduh militan menembakkan roket dari daerah dekat Rafah, dekat zona kemanusiaan.

Tak Ada Tempat Aman di Gaza

Para pejabat PBB mengatakan tidak ada tempat yang aman di Gaza. Lebih dari 85 persen populasi di wilayah yang berpenduduk lebih dari 2 juta orang itu terpaksa mengungsi, dan terkadang harus melakukannya berulang kali.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memanfaatkan kewenangan yang jarang digunakannya untuk memperingatkan Dewan Keamanan mengenai "bencana kemanusiaan" yang akan datang di wilayah sempit di sepanjang Laut Tengah itu dan mendesak para anggotanya untuk menuntut gencatan senjata.

"Penting bagi Israel untuk melindungi warga sipil," kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken pada konferensi pers hari Kamis di Washington setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron.

"Israel mempunyai kewajiban untuk melakukan segala.kemungkinan untuk mengutamakan perlindungan warga sipil dan memaksimalkan bantuan kemanusiaan," kata Blinken

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini