Sukses

Korea Selatan Punya Menlu dan Kepala BIN Baru di Tengah Eskalasi Ketegangan dengan Korea Utara

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Selasa (19 Desember) menunjuk mantan wakil menteri luar negeri dan kepala BIN yang baru.

Liputan6.com, Seoul - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Selasa (19//12/2023) menunjuk mantan wakil menteri luar negeri Cho Tae-yul sebagai menteri luar negeri baru dan penasihat keamanan nasional Cho Tae-yong sebagai direktur Badan Intelijen Nasional.

Kedua nama tersebut muncul ketika ketegangan Korea Selatan dengan Korea Utara meningkat tahun ini. Pasalnya, Pyongyang meluncurkan satelit mata-mata pada November dan menguji rudal balistik antarbenua minggu ini.

Berbicara kepada media, Cho Tae-yul mengatakan dia merasakan ada “beban berat di pundaknya” pada saat terjadi perubahan geopolitik besar, juga karena meningkatnya persaingan AS-Tiongkok dan perang Ukraina.

“Saya akan melakukan upaya maksimal untuk memperkuat fondasi keamanan dan kemakmuran nasional,” kata Cho Tae-yul, diplomat veteran dan mantan duta besar untuk PBBm dikutip dari laman Channel News Asia, Rabu (20/12).

Sementara itu, terpilihnya baru untuk menjadi direktur Badan Intelijen Nasional Korea Selatan Cho Tae-yong yang juga seorang diplomat karir berjanji untuk menyajikan informasi yang akurat pada waktu yang tepat untuk membantu negara mengambil keputusan yang tepat.

Majelis Nasional akan menyelenggarakan dengar pendapat konfirmasi mengenai nominasi tersebut, meskipun presiden dapat secara efektif melakukan penunjukan karena persetujuan parlemen untuk posisi menteri tidak bersifat wajib.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Korea Utara Tembakkan Rudal Balistik Antarbenua

Sebelumnya, Korea Utara menembakkan rudal balistik antarbenua (ICBM) pada Senin (18/12/2023). Demikian disampaikan Korea Selatan dan Jepang, menandai peluncuran kedua dalam beberapa jam setelah Korea Utara mengutuk unjuk kekuatan yang dipimpin AS sebagai gerakan perang.

Wakil Menteri Pertahanan Parlemen Jepang Shingo Miyake menyatakan rudal tersebut mempunyai potensi untuk menempuh jarak lebih dari 15.000 km, yang berarti dapat mencapai titik mana saja di Jepang dan daratan Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, Dewan Keamanan Nasional Korea Selatan mengungkapkan bahwa yang diluncurkan adalah ICBM berbahan bakar padat. Mereka menggarisbawahi peluncuran tersebut sebagai tindakan destabilisasi yang mengabaikan peringatan internasional dan berbagai resolusi Dewan Keamanan PBB.

Presiden Yoon Suk Yeol disebut telah memerintahkan peningkatan operasi pencegahan nuklir yang efektif oleh Korea Selatan dan AS.

"Rudal yang diluncurkan pada Senin ditembakkan dari daerah dekat ibu kota Pyongyang menuju laut lepas pantai timur Korea Utara dan terbang sekitar 1.000 km," kata Kepala Staf Gabungan Korea Selatan, seperti dilansir Reuters.

 

3 dari 3 halaman

Repsons Jepang

Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan rudal terbang selama 73 menit, sedikit lebih sebentar dibandingkan penerbangan ICBM yang ditembakkan Korea Utara pada Juli, yakni 74 menit. Rudal tersebut mencapai ketinggian maksimum lebih dari 6.000 km dan jatuh ke laut sebelah barat Hokkaido di luar Zona Ekonomi Eksklusif Jepang.

Peluncuran rudal pada Senin terjadi setelah Korea Utara menembakkan rudal balistik jarak pendek pada Minggu (17/12) malam, yang terbang sekitar 570 km dan jatuh ke laut.

Korea Utara menindaklanjuti peluncuran tersebut dengan pernyataan berapi-api yang mengecam AS karena mengatur apa yang disebutnya pratinjau perang nuklir, termasuk dengan mendatangkan kapal selam bertenaga nuklir di Korea Selatan pada Minggu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.