Sukses

Netanyahu ke Biden: Israel Terbuka Perpanjang Gencatan Senjata, tapi Setelah itu Berakhir Perang Berlanjut dengan Kekuatan Penuh

Hamas sendiri dikabarkan menyatakan ingin memperpanjang gencatan senjata jika ada upaya serius untuk meningkatkan jumlah tahanan Palestina yang dibebaskan oleh Israel.

Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (26/11/2023) menuturkan dia telah mengatakan kepada Joe Biden bahwa dia akan menyambut baik perpanjangan gencatan senjata sementara jika hal itu berarti bahwa setiap hari berikutnya 10 sandera akan dibebaskan.

Dalam kesempatan yang sama, Netanyahu mengaku juga menegaskan kepada presiden Amerika Serikat (AS) itu bahwa perang akan terus berlanjut.

"Pada akhir gencatan senjata, kami akan kembali dengan kekuatan penuh untuk mencapai tujuan kami: melenyapkan Hamas, memastikan bahwa Gaza tidak kembali seperti semula, dan tentu saja pembebasan semua sandera kami," ungkap Netanyahu seperti dilansir Reuters, Senin (27/11/2023).

Pada Minggu yang merupakan hari ketiga gencatan senjata, Hamas membebaskan 17 sandera, sementara Israel membebaskan 39 tahanan Palestina. Dari 17 sandera yang dibebaskan Hamas, 13 di antaranya merupakan warga Israel, tiga warga Thailand, dan satu warga Rusia.

Hamas sendiri seperti dilansir Reuters menyatakan ingin memperpanjang gencatan senjata jika ada upaya serius untuk meningkatkan jumlah tahanan Palestina yang dibebaskan oleh Israel.

Warga Palestina dilaporkan memberikan sambutan gembira kepada para tahanan yang dibebaskan di Ramallah.

Omar Abdullah Al Hajj (17) salah satu tahanan yang dibebaskan pada Minggu mengatakan dia tidak mengetahui apa yang terjadi di dunia luar.

"Saya tidak percaya saya bebas sekarang tapi kegembiraan saya belum lengkap karena masih ada saudara-saudara kita yang masih dipenjara, dan ada banyak berita tentang Gaza yang harus saya pelajari sekarang," katanya kepada Reuters.

Gencatan senjata selama empat hari merupakan jeda pertama pertempuran yang telah berlangsung kurang lebih tujuh pekan, yang diawali dengan serangan Hamas ke Israel selatan, yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan 240 lainnya disandera.

Merespons peristiwa itu, Israel membombardir Jalur Gaza tanpa ampun. Otoritas kesehatan Gaza menyebutkan bahwa setidaknya 14.800 warga Palestina tewas dan ratusan ribu lainnya mengungsi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Hamas Akui 4 Komandannya Tewas

Pembebasan sandera pada Minggu terjadi setelah 13 warga Israel dibebaskan pada Sabtu (25/11). Menurut kantor berita WAFA, pada hari yang sama, Israel membebaskan 39 warga Palestina dari dua penjara.

Qatar, Mesir, dan AS mendesak agar gencatan senjata diperpanjang setelah Senin, namun belum jelas apakah hal itu akan terjadi.

Bentrokan dan saling tuduh mengancam merusak kesepakatan yang sudah ada kapan saja.

Pembunuhan seorang petani Palestina di sebelah timur kamp pengungsi Maghazi, Jalur Gaza tengah, menambah kekhawatiran tersebut.

Sayap bersenjata Hamas pada Minggu mengakui bahwa empat komandan militernya di Jalur Gaza telah tewas, termasuk komandan brigade Gaza Utara Ahmad Al Ghandour. Tidak disebutkan kapan mereka dibunuh.

Kekerasan berkobar pula di Tepi Barat yang diduduki. Menurut petugas medis dan sumber lokal, pasukan Israel membunuh tujuh warga Palestina, termasuk dua anak di bawah umur dan setidaknya satu pria bersenjata, pada Sabtu malam dan Minggu pagi.

Bahkan sebelum serangan 7 Oktober, Tepi Barat telah berada dalam kondisi kerusuhan, menyusul eskalasi serangan tentara Israel dan kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Yahudi dalam 18 bulan terakhir. Lebih dari 200 warga Palestina dilaporkan telah terbunuh di Tepi Barat sejak 7 Oktober, beberapa di antaranya akibat serangan udara Israel.

3 dari 3 halaman

Qatar Kirim Diplomat Awasi Pengiriman Bantuan

Kesepakatan yang rapuh pada Sabtu juga dibayangi oleh pernyataan sayap bersenjata Hamas Brigade Izz ad-Din al-Qassam yang menyebutkan bahwa mereka menunda pembebasan sandera sampai Israel memenuhi semua persyaratan gencatan senjata, termasuk komitmen untuk membiarkan bantuan masuk ke Gaza Utara. Namun, gencatan senjata berhasil dipertahankan dengan mediasi Qatar dan Mesir.

COGAT, badan Israel untuk koordinasi sipil dengan Palestina, menuduh Hamas sendiri menunda truk yang mencoba mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza utara di sebuah pos pemeriksaan.

"Bagi Hamas, penduduk Gaza adalah prioritas terakhir mereka," ujar COGAT pada Minggu.

Kementerian Luar Negeri Qatar mengungkapkan bahwa sejumlah diplomatnya tengah berada di Jalur Gaza untuk mengawasi pengiriman bantuan dari negara mereka.

Seorang pejabat PBB yang ambil bagian dalam konvoi kemanusiaan ke Gaza Utara pada Minggu mengatakan bahwa kelompok bantuan berada sesuai jalur yang tepat untuk mengirimkan bantuan terbesar selama lebih dari sebulan.

"Orang-orang sangat putus asa dan Anda dapat melihat dari mata orang dewasa bahwa mereka belum makan," kata James Elder dari badan anak-anak PBB kepada Reuters melalui tautan video dari Gaza Selatan setelah kembali dari Kota Gaza.

"Ini merupakan kelegaan yang luar biasa. Orang-orang yang mendapatkan air langsung meminumnya," katanya. "Mereka haus. Mereka sudah haus berhari-hari."

Bahkan ketika pengiriman bantuan mengalir ke Gaza Utara, Elder mengatakan dia melihat ratusan warga menuju ke arah lain, khawatir akan terjadi lagi pengeboman Israel.

"Masyarakat sangat ketakutan bahwa jeda ini tidak dilanjutkan," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.