Sukses

Pemimpin CIA dan Mossad Disebut Kunjungi Qatar untuk Bahas Pembebasan Sandera Hamas

Hasil perundingan antara CIA, Mossad, dan Qatar masih belum jelas, namun teranyar, Gedung Putih mengumumkan bahwa Israel menyetujui jeda kemanusiaan selama empat jam sehari.

Liputan6.com, Doha - Direktur Badan Intelijen Pusat Amerika Serikat (CIA) William Burns dan pimpinan badan intelijen Israel, Mossad, David Barnea dilaporkan bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Qatar Sheikh Mohammed Bin Abdulrahman al-Thani di Doha pada Kamis (9/11/2023).

Pertemuan itu dikabarkan untuk membahas parameter kesepakatan pembebasan sandera dan jeda dalam perang Hamas Vs Israel. Hal tersebut diungkapkan sebuah sumber kepada Reuters.

Keuntungan dari pertemuan, ungkap sumber itu, adalah mempertemukan ketiga pihak dalam satu meja secara real time untuk mempercepat proses pembebasan sandera. Selain itu, pembahasan dikabarkan juga mencakup tentang izin masuknya bahan bakar ke Gaza, yang sejauh ini ditolak Israel karena takut akan dimanfaatkan Hamas untuk mendukung operasional mereka.

Pada Rabu (8/11), sebuah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa perundingan yang sedang berlangsung tersebut membahas pembebasan 10-15 sandera dengan imbalan jeda kemanusiaan selama satu hingga dua hari.

Adapun pada Kamis malam, Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani melakukan perjalanan ke Uni Emirat Arab (UEA), di mana dia bertemu dengan Presiden UEA Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan di Abu Dhabi.

Sheikh Mohamed kemudian menulis di media sosial bahwa kedua pemimpin bertemu untuk memperkuat seruan UEA dan Qatar agar segera melakukan gencatan senjata, akses kemanusiaan tanpa hambatan, dan perlindungan bagi semua warga sipil.

"UEA dan Qatar bersikukuh mendesak perlunya memajukan upaya deeskalasi dan menjamin perdamaian yang adil, abadi, dan komprehensif di kawasan," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

10.812 Warga Palestina di Gaza Tewas

Hasil perundingan antara CIA, Mossad, dan Qatar masih belum jelas, namun teranyar, Gedung Putih mengumumkan bahwa Israel menyetujui jeda kemanusiaan selama empat jam sehari.

"Jeda, yang memungkinkan orang untuk melarikan diri melalui dua koridor kemanusiaan dan dapat digunakan untuk pembebasan sandera, merupakan langkah awal yang signifikan," kata juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby, seperti dilansir Reuters.

Sejauh ini, konfirmasi mengenai jeda kemanusiaan selama empat jam sehari baru muncul dari AS. Alih-alih mengumumkannya secara langsung, Israel justru menegaskan kembali bahwa tidak akan ada gencatan senjata tanpa pembebasan sandera.

Ketika ditanya apakah akan ada gencatan senjata, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan di Fox News Channel, "Tidak. Pertempuran terus berlanjut melawan musuh Hamas, teroris Hamas, namun di lokasi tertentu selama beberapa jam ... kami ingin memfasilitasi perjalanan yang aman bagi warga sipil untuk menjauh dari zona pertempuran dan kami melakukan hal itu."

Qatar, tempat sejumlah pemimpin politik Hamas bermarkas, memimpin mediasi antara Hamas dan Israel terkait pembebasan lebih dari 200 sandera. Mereka diculik Hamas dalam serangan 7 Oktober, di mana Israel mengklaim setidaknya 1.400 orang tewas akibat peristiwa itu.

Pada hari yang sama, Israel melancarkan serangan balasan dahsyat terhadap Jalur Gaza. Hingga Kamis, otoritas kesehatan Gaza mengumumkan bahwa 10.812 warga Palestina di Gaza, termasuk di antaranya 4.412 anak-anak, terbunuh akibat serangan Israel. Demikian seperti dilansir The Guardian, Jumat (10/11).

Pimpinan CIA, Mossad, dan PM Qatar disebut bertemu setelah mediator Qatar lebih dulu bertatap muka dengan pejabat dari kantor politik Hamas pada Rabu malam untuk membahas isu yang sama.

3 dari 3 halaman

PBB Tuntut Koordinasi

Juru bicara PBB Stephane Dujarric menegaskan bahwa langkah apapun untuk menghentikan pertempuran perlu dikoordinasikan dengan PBB, terutama soal waktu dan lokasi.

"Dan tentu saja agar hal ini dapat dilakukan dengan aman demi tujuan kemanusiaan, hal ini harus disepakati dengan semua pihak yang berkonflik agar benar-benar efektif," tegas Dujarric.

Israel, yang telah bersumpah akan melenyapkan Hamas, menuduh kelompok itu menggunakan Rumah Sakit al-Shifa, rumah sakit terbesar di Jalur Gaza, untuk menyembunyikan pos komando dan titik masuk ke jaringan terowongan yang luas di bawah Gaza. Tuduhan Israel dibantah Hamas dan pihak rumah sakit.

Kemajuan Israel, yang mengklaim telah beroperasi di jantung Kota Gaza, kemudian menimbulkan pertanyaan tentang apa rencana mereka ketika mencapai Rumah Sakit al-Shifa. Pasalnya, hukum internasional memerintahkan perlindungan terhadap fasilitas medis dan pengungsi yang berlindung di sana.

Klaim Israel bahwa pasukannya telah berada di jantung Kota Gaza diumumkan oleh Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada Selasa (7/11).

"Pasukan yang berjalan kaki dan menggunakan kendaraan lapis baja serta tank memiliki satu sasaran – teroris Hamas di Gaza, infrastruktur mereka, komandan mereka, bunker, ruang komunikasi," tutur Gallant.

Pemimpin paling senior Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, diisolasi di bunkernya, kata Gallant, seraya menambahkan bahwa Sinwar-lah yang membuat keputusan mematikan untuk menyerang warga sipil, wanita, dan anak-anak Israel pada 7 Oktober.

"Dan sekarang, dia terputus dari lingkungannya, rantai komandonya melemah," ujar Gallant.

Hamas belum berkomentar soal nasib Sinwar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini