Sukses

Jadi Target Serangan Israel, Bandara Aleppo Suriah Lumpuh Tak Bisa Beroperasi

Serangan dari Israel kembali merembet ke Suriah. Bandara Aleppo jadi sasaran. Perang Israel-Hamas kian memanas.

Liputan6.com, Aleppo - Perang Israel-Hamas masih berlangsung. Serangan dari Israel dilaporkan kembali merembet ke Suriah. Bandara Aleppo jadi sasaran.

Kementerian Pertahanan Suriah mengatakan Israel melancarkan serangan udara terhadap Bandara Aleppo di Suriah pada Sabtu 14 Oktober 2023 petang waktu setempat. Akibat serangan tersebut, melumpuhkan layanan penerbangan.

"Musuh Israel melancarkan serangan udara dari arah Laut Tengah, barat Latakia, menarget Bandara Internasional Aleppo, yang mengakibatkan kerusakan material dan bandara tidak bisa beroperasi," kata Kementerian Pertahanan Suriah seperti dikutip dari VOA Indonesia, Minggu (15/10/2023).

Sejauh ini pihak militer Israel belum merespons permintaan untuk menanggapi pernyataan Suriah.

Sejatinya Bandara Aleppo baru mulai beroperasi lagi pada hari Sabtu setelah serangan rudal Israel secara bersamaan ke bandara di Ibu Kota Suriah, Damaskus dan Kota Aleppo di bagian utara Suriah, merusak landasan dan menghentikan operasi di kedua bandara itu pada Kamis 12 Oktober.

Bandara Damaskus masih belum bisa beroperasi.

Menurut keterangan sejumlah sumber, serangan terhadap sejumlah bandara ditujukan untuk mengganggu jalur pasokan Iran ke Suriah. Kabarnya pengaruh Teheran makin menguat sejak Iran mendukung Presiden Bashar al-Assad dalam perang saudara yang dimulai pada 2011.

Israel Beri Waktu 6 Jam bagi Warga Utara Gaza untuk Mengungsi ke Selatan

Adapun sebelumnya Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan batas waktu enam jam bagi warga utara Gaza untuk melarikan diri ke selatan melalui rute-rute yang telah ditentukan.

IDF mengumumkan pada Sabtu 14 Oktober 2023, mereka akan mengizinkan warga Gaza pindah ke selatan demi keselamatan mereka melalui rute-rute tertentu di Gaza dari pukul 10.00 hingga 16.00 waktu setempat. Demikian pernyataan yang dibagikan oleh juru bicara IDF Avishay Adraee di X alias Twitter.

Tidak jelas seberapa luas pesan tersebut diterima warga setempat mengingat pemadaman listrik dan internet sebagai akibat dari blokade total Gaza.

Ketika ditanya oleh CNN bagaimana waktu enam jam ini dikomunikasikan kepada warga di Gaza, juru bicara IDF Mayor Doron Spielman mengatakan bahwa semua orang di Kota Gaza sekarang tahu persis apa yang terjadi.

"Mereka diberitahu dalam bahasa Arab, dalam berbagai bahasa di setiap platform yang tersedia, baik platform elektronik maupun non-elektronik. Semua orang di Kota Gaza tahu bahwa mereka harus melewati Wadi Gaza," ujar Spielman, seperti dilansir CNN.

Spielman mengonfirmasi bahwa IDF telah menyebarkan selebaran yang memberi informasi kepada masyarakat di Gaza tentang pengumuman IDF. Namun, seorang pejabat PBB, paramedis, dan jurnalis di lapangan yang ditanya terkait hal ini semuanya tidak mengetahui peringatan terbaru.

Di tengah evakuasi yang sedang berlangsung dari utara Gaza, Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengaku telah menerima batas waktu yang direvisi, yaitu pukul 16.00 waktu setempat untuk memindahkan pasien dan staf dari Rumah Sakit Al-Quds di Kota Gaza. Meski demikian, mereka menegaskan bahwa mereka tidak dapat mengevakuasi rumah sakit dan rumah sakit tersebut diwajibkan berdasarkan mandat kemanusiaan untuk terus memberikan layanan kepada orang sakit dan terluka.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Perintah Evakuasi Memicu Kecaman bagi Israel

Perintah Israel agar warga sipil di utara Gaza mengungsi memicu kecaman, termasuk oleh kepala Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA), yang memperingatkan bahwa tindakan tersebut dapat membawa konsekuensi kemanusiaan yang sangat besar.

"Perintah untuk mengevakuasi 1,1 juta orang dari Gaza utara melanggar aturan perang dan dasar kemanusiaan," tulis kepala OCHA Martin Griffiths pada Jumat malam. "Jalan dan rumah (di Gaza) telah menjadi puing-puing. Tidak ada tempat yang aman untuk dituju."

"Memaksa warga sipil yang ketakutan dan mengalami trauma, termasuk perempuan dan anak-anak, untuk berpindah dari satu daerah padat penduduk ke daerah lain, tanpa jeda dalam pertempuran dan tanpa dukungan kemanusiaan, adalah hal yang berbahaya dan keterlaluan."

Arab Saudi dan Qatar juga tegas menolak pemindahan paksa warga Gaza.

"Kerajaan Arab Saudi menegaskan penolakannya terhadap seruan pengusiran paksa rakyat Palestina dari Gaza dan kembali mengecam tindakan yang terus menerus menargetkan warga sipil tak bersenjata," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi.

Tidak hanya itu, Arab Saudi juga menyerukan penyediaan bantuan dan pasokan medis kepada warga Gaza, "Tidak memberikan mereka kebutuhan dasar untuk hidup bermartabat merupakan pelanggaran terhadap hukum kemanusiaan internasional."

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Qatar menyerukan pencabutan blokade Jalur Gaza dan memberikan perlindungan penuh bagi warga sipil Palestina sesuai dengan hukum internasional dan kemanusiaan.

3 dari 3 halaman

Truk Es Sebagai Kamar Mayat Darurat

Di setiap konflik besar, biasanya muncul juga informasi-informasi yang tidak akurat untuk memojokkan salah satu pihak. Ini pun terjadi di perang Israel-Hamas. 

Pakar literasi digital berkata para jurnalis juga harus waspada terkait hal ini. 

Dilansir VOA Indonesia, Sabtu (14/10/2023), disinformasi mengenai konflik Hamas-Israel disebut meledak di internet dengan kekuatan yang mengejutkan para analis.

Alex Mahadevan, direktur organisasi nirlaba literasi digital MediaWise, mengaku masalah disinformasi ini lebih parah dari peristiwa-peristiwa sebelumnya.

"Ini lebih buruk dibandingkan sebelum atau setelah serangan terhadap Gedung Kongres Amerika pada 6 Januari 2021. Ini lebih buruk daripada puncak pandemi COVID-19 atau peluncuran vaksinasi. Sejujurnya, ini adalah misinformasi paling intens yang pernah saya lihat tersebar di media sosial sejauh yang saya ingat,” ujar Alex Mahadevan.

Di antara postingan yang menjadi viral di platform seperti TikTok dan X - yang sedang coba dibantah grup seperti MediaWise – adalah klip video yang mengklaim bahwa Ukraina menyelundupkan senjata ke Hamas. Video itu ditonton hampir satu juta kali. Padahal, postingan dan video itu bohong.

Video lain yang beredar menunjukkan anak-anak dikurung dan mengklaim bahwa mereka adalah warga Israel yang diculik Hamas. Namun, menurut pengawas, video itu diunggah di TikTok beberapa hari sebelum serangan Hamas pada Sabtu 7 Oktober.

Ada pula disinformasi yang menampilkan wartawan BBC. Media penyiaran Inggris itu menyatakan tidak ada koresponden bernama Verona Mark. Bahkan, acara bincang-bincang bernama American Inside pun tidak ada.

Platform X kemudian memblokir akun @Verona_Mark karena dianggap telah melanggar aturan situs mikroblogging tersebut.

Selengkapnya di sini...

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini