Sukses

Prancis Menentang Penangguhan Bantuan untuk Rakyat Palestina

Prancis pada Selasa (10/10) mengatakan pihaknya menentang penangguhan bantuan yang “secara langsung” bermanfaat bagi Palestina.

Liputan6.com, Jakarta - Prancis pada Selasa (10/10) mengatakan pihaknya menentang penangguhan bantuan yang “secara langsung” bermanfaat bagi Palestina, setelah Uni Eropa mengatakan pihaknya sedang meninjau bantuan pembangunan menyusul serangan Hamas terhadap Israel.

Oliver Varhelyi dari Hongaria, komisaris Uni Eropa untuk Kawasan Permukiman dan Pembangunan, mengatakan bahwa bantuan tersebut telah ditangguhkan, meskipun blok tersebut kemudian mengklarifikasi bahwa hal tersebut tidak terjadi.

Prancis "tidak mendukung penangguhan bantuan yang secara langsung bermanfaat bagi penduduk Palestina", kata Kementerian Luar Negeri Prancis, seraya menambahkan bahwa pihaknya telah "menyampaikan hal ini kepada Komisi Uni Eropa".

Tahun lalu, Prancis menyumbangkan bantuan sebesar 95 juta euro (US$ 101 juta) kepada warga Palestina di Gaza yang dikuasai Hamas; Yerusalem timur yang dianeksasi Israel; Tepi Barat yang diduduki Israel namun dikelola oleh Otoritas Palestina; dan kamp-kamp pengungsi di negara-negara tetangga.

“Bantuan ini difokuskan untuk mendukung penduduk Palestina, di bidang air, kesehatan, ketahanan pangan dan pendidikan,” tambah kementerian itu, dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (11/10/2023).

Didistribusikan melalui PBB, program ini “secara langsung bermanfaat bagi rakyat Palestina” dan “sepenuhnya sejalan dengan keterlibatan Prancis”, tambah kementerian itu.

Dalam sebuah postingan di media sosial, Varhelyi mengatakan bantuan sebesar 691 juta euro telah ditangguhkan sambil menunggu peninjauan kembali dukungan Uni Eropa untuk Palestina.

Pernyataan selanjutnya dari Komisi Eropa menegaskan bahwa peninjauan akan dilakukan.

Para pejabat juga menekankan bahwa tinjauan tersebut hanya berlaku untuk pendanaan pembangunan, bukan untuk anggaran bantuan kemanusiaan Uni Eropa yang terpisah untuk Palestina.

Serangan Hamas telah menyebabkan 900 orang tewas di Israel. Setidaknya 687 orang tewas di Gaza akibat serangan balasan Israel.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PBB: Israel Kepung Total Gaza Langgar Hukum Internasional

Kepala hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (10/10) menegaskan bahwa pengepungan total yang dilakukan Israel di Jalur Gaza dilarang berdasarkan hukum internasional. Pengepungan total oleh Israel itu menutup aliran pasokan bahan-bahan pokok kebutuhan dasar bagi warga sipil.

Volker Türk, Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, mengatakan bahwa martabat dan nyawa manusia harus dihormati, sambil menyerukan kepada semua pihak untuk meredakan situasi yang "penuh dengan potensi ledakan."

Kelompok militan Palestina Hamas, yang menculik sekitar 150 orang dalam serangan mendadak akhir pekan lalu terhadap Israel, mengancam akan mengeksekusi para sandera jika serangan udara Israel terus “menargetkan” warga Gaza tanpa peringatan.

Ancaman tersebut muncul setelah Israel pada Senin (9/10) memberlakukan pengepungan total di Jalur Gaza, memutus pasokan makanan, air dan listrik, serta memicu kekhawatiran akan situasi kemanusiaan yang makin menyedihkan.

“Hukum Perikemanusiaan Internasional sudah jelas: kewajiban untuk selalu berhati-hati untuk menyelamatkan penduduk sipil dan benda-benda sipil tetap berlaku selama serangan terjadi,” kata Turk dalam sebuah pernyataan.

 

3 dari 3 halaman

Perburuk Situasi HAM

Pengepungan tersebut berisiko memperburuk situasi HAM dan kemanusiaan yang sudah terpuruk di Gaza, termasuk kapasitas fasilitas medis untuk beroperasi, terutama mengingat meningkatnya jumlah korban luka, kata pernyataan itu.

“Pengenaan pengepungan yang membahayakan nyawa warga sipil dengan merampas barang-barang penting bagi kelangsungan hidup mereka dilarang berdasarkan hukum kemanusiaan internasional,” kata Turk.

Pembatasan apa pun terhadap pergerakan orang dan barang untuk melakukan pengepungan harus dijustifikasi karena kebutuhan militer atau dapat dikenai hukuman kolektif, tambah pernyataan itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.