Sukses

Meski Tragedi Kematian Mahsa Amini Picu Protes, Polisi Iran Akan Terus Tegakkan Aturan Hijab

Tragedi Mahsa Amini menimbulkan protes besar di Irak. Wanita itu disebut tewas setelah ditangkap karena masalah hijab.

Liputan6.com, Tehran - Polisi Iran berkata akan terus menegakkan aturan berhijab, meski sempat ada kontroversi besar akibat kematian Mahsa Amini, sosok wanita muda yang meninggal usia ditangkap polisi moral. Alasan Mahsa Amini ditangkap karena pemakaiannya hijab yang tidak benar.

Dilaporkan VOA Indonesia, Jumat (21/7/2023), kepala polisi Iran menggambar aturan hijab ini sebagai misi yang "bermaksud baik" dan "tidak dapat diubah".

Pada konferensi pers di Provinsi Kerman, Kamis 20 Juli, kepala polisi Ahmad-Reza Radan menyebut "berurusan dengan perempuan yang tidak mengenakan penutup kepala" sebagai "tugas agama dan kewajiban hukum."

Sementara itu, hakim agung Iran meminta pengadilan untuk menugaskan "hakim khusus" untuk kasus-kasus yang berkaitan dengan pengetatan aturan pemakaian hijab.

Kehadiran polisi moralitas sebagian besar berhenti menyusul protes antipemerintah, yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini (22) dalam tahanan polisi tahun lalu. Amini ditahan oleh polisi moralitas Iran karena diduga mengenakan jilbabnya terlalu longgar.

Bahkan ketika protes jalanan mereda, banyak perempuan Iran secara terbuka menentang kewajiban berjilbab sejak kematian Amini.

Pada bulan Mei, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia meminta Iran untuk mendekriminalisasi undang-undang wajib berjilbab. PBB memperingatkan bahwa pemaksaan terhadap perempuan, termasuk apa yang mereka kenakan atau tidak, tampaknya meningkat setelah protes jalanan mereda.

Pada bulan April, Iran meluncurkan program pengawasan domestik baru untuk menegakkan hukum wajib berhijab. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tak Pakai Hijab di Tempat Umum, Aktris Iran Dipenjara 2 Tahun

Sanksi terhadap perempuan tak berhijab kembali diterapkan polisi moral Iran.

Menurut laporan VOA Indonesia mengutip media lokal pada Rabu 19 Juli 2023, sebuah pengadilan Iran telah menjatuhkan hukuman dua tahun penjara terhadap seorang aktris terkemuka di Iran karena tidak mengenakan hijab di tempat umum. 

"Afsaneh Bayegan dihukum dua tahun penjara, tetapi dengan penundaan lima tahun, karena mengenakan topi dan tidak mematuhi undang-undang penggunaan hijab," demikian lapor kantor berita Fars.

Undang-undang tersebut mensyaratkan perempuan menutupi kepala dan leher mereka ketika berada di area publik.

Hukuman tersebut dijatuhkan setelah aktris berusia 61 tahun itu muncul di sebuah pertunjukan film tanpa mengenakan hijab dan kemudian membagikan foto-fotonya di media sosial.

Bayegan pertama kali mencuri perhatian setelah revolusi Islam pada 1979 dan dikenal atas perannya di serial televisi Sarbedaran, yang mengisahkan perlawanan Iran terhadap invasi Mongol pada abad ke-14.

Jumlah perempuan di Iran yang melanggar aturan berpakaian semakin meningkat sejak protes merebak pada akhir tahun lalu setelah kematian Mahsa Amini. Media pemerintah pada Minggu 16 Juli melaporkan peningkatan patroli polisi yang bertujuan menangkap mereka yang tidak mematuhi aturan tersebut. 

Pengadilan juga memerintahkan Bayegan melakukan kunjungan mingguan ke sebuah pusat psikologi "untuk mendapat perawatan gangguan mental dan kepribadian anti-keluarga" dan mengharuskannya menyertakan sertifikat kesehatan setelah perawatannya berakhir, tambah laporan tersebut.

Hukuman itu juga melarang sang aktris menggunakan media sosial dan pergi dari republik Islam itu selama dua tahun, demikian ditambahkan Fars.

 

3 dari 4 halaman

Rapper Iran Dipenjara 6 Tahun Akibat Ikut Demo Kematian Mahsa Amini

Di sisi lain, gara-gara ikut protes atas kematian wanita berusia 22 tahun bernama Mahsa Amini. Seorang rapper atau penyanyi rap Iran bernama Toomaj Salehi dipenjara enam tahun lebih.

"Iran telah menghukum seorang penyanyi rap populer enam tahun dan tiga bulan penjara atas partisipasinya dalam aksi protes yang mengguncang negara itu tahun lalu," kata para pendukungnya, Senin 10 Juli 2023 seperti dikutip dari VOA Indonesia.

Sebuah akun media sosial yang dijalankan oleh para pendukung Toomaj Salehi mengumumkan hukuman tersebut, begitu pula Ye-One Rhie, seorang anggota parlemen Jerman yang berkampanye atas namanya. Sejauh ini belum ada tanggapan dari otoritas Iran terkait kasus ini.

Salehi termasuk di antara ribuan pemuda Iran yang sebagian besar turun ke jalan-jalan musim gugur lalu setelah kematian Mahsa Amini, seorang perempuan berusia 22 tahun yang telah ditangkap oleh polisi moralitas Iran karena diduga melanggar aturan berpakaian Islami yang ketat di negara itu.

Protes menyebar ke seluruh negeri dan dengan cepat meningkat menjadi seruan untuk menggulingkan pemerintah Republik Islam.

Selain itu Salehi juga menyatakan dukungan untuk protes itu dalam lagu dan video yang beredar luas secara online.

Pihak berwenang mengambil tindakan keras terhadap aksi itu. Lebih dari 500 orang tewas dan hampir 20.000 ditangkap, menurut Human Rights Activists di Iran, sebuah kelompok yang memantau kerusuhan itu.

Pihak berwenang mengatakan banyak dari mereka yang ditahan dibebaskan atau diberi keringanan hukuman.

Protes sebagian besar mereda awal tahun ini, tetapi masih ada tanda-tanda ketidakpuasan yang meluas.

Selain sanksi penjara, Iran juga memberikan hukuman mati terkait aksi protes atas kematian Mahsa Amini dan menuduh mereka menyerang pasukan keamanan. Sejauh ini diketahui total tujuh orang yang dieksekusi mati.

Mereka dihukum di pengadilan rahasia, di mana kelompok-kelompok HAM mengatakan hak para terdakwa untuk membela diri ditolak. Pendukung Salehi khawatir ia akan menghadapi hukuman mati.  

4 dari 4 halaman

Protes Anti-Pemerintah

Kematian Mahsa Amini membuat marah jutaan rakyat Iran, menyebabkan protes anti-pemerintah selama berbulan-bulan di seluruh negeri. Hampir 600 pengunjuk rasa dilaporkan tewas, termasuk beberapa yang dieksekusi mati.

Pada bulan-bulan setelah protes, banyak perempuan berhenti memakai jilbab sama sekali. Itu adalah tantangan langsung terbesar terhadap kekuasaan ulama di Iran sejak Revolusi 1979.

Video yang diunggah di media sosial menunjukkan bahwa hingga saat ini, pemandangan wanita tidak mengenakan jilbab merupakan hal lumrah. Namun, pada gilirannya, otoritas Iran menjatuhkan hukuman yang lebih keras, termasuk memaksa bisnis tutup jika mereka tidak mematuhi aturan jilbab.

Awal tahun ini, viral video yang memperlihatkan seorang pria melemparkan sebotol yoghurt ke wajah dua wanita yang tidak memakai jilbab. Tindakannya memicu kemarahan saksi mata dan dia kemudian ditangkap. Begitu pula dengan kedua wanita yang tidak mengenakan jilbab.

Iran memiliki berbagai bentuk "polisi moral" sejak revolusi. Versi terbaru ini, dikenal secara resmi sebagai Guidance Patrol (Gasht-e Ershad), yang memulai patroli mereka pada tahun 2006.

Tidak jelas berapa banyak pria dan wanita yang bekerja untuk pasukan tersebut, namun mereka memiliki akses ke pusat senjata dan penahanan, serta apa yang disebut "pusat pendidikan ulang".

Menanggapi tindakan keras Iran terhadap pengunjuk rasa pasca kematian Mahsa Amini, Inggris dan sejumlah negara Barat lainnya memberlakukan sanksi terhadap polisi moral dan tokoh keamanan tinggi lainnya tahun lalu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.