Sukses

Korea Utara Tangkap Tentara AS yang Melintasi Perbatasannya Tanpa Izin, Pembelot?

Penahanan tentara AS, krisis itu terjadi pada saat yang sangat menegangkan dengan Korea Utara (Korut), salah satu negara paling terisolasi di dunia.

Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara dilaporkan telah menahan seorang tentara AS yang melintasi perbatasannya yang dijaga ketat, dari Korea Selatan tanpa izin.

Pria itu disebutkan sebagai seorang tentara AS dalam tur terorganisir di zona yang dikelola PBB yang membagi kedua negara.

Krisis itu terjadi pada saat yang sangat menegangkan dengan Korea Utara, salah satu negara paling terisolasi di dunia. Di mana AS memberi tahu warganya untuk tidak pergi ke sana.

Seorang komandan senior AS mengatakan sejauh ini tidak ada kontak dengan tentara itu.

Laksamana John Aquilino selaku Komandan US Indo-Pacific Command (Komando Indo-Pasifik AS) mengatakan dia "tidak melacak" kontak dengan Korea Utara. Dia mengatakan tentara itu telah bertindak dengan sukarela dengan tetapi tanpa izin, dan insiden itu sedang diselidiki oleh Pasukan AS di Korea.

Beberapa jam setelah penahanan tentara tersebut, Korea Utara meluncurkan dua rudal balistik yang dicurigai ke laut terdekat.

Peluncuran rudal, yang telah dikonfirmasi oleh militer Korea Selatan, terjadi saat ketegangan memuncak di semenanjung Korea. Sejauh ini belum diketahui pasti apakah peluncuran itu terkait dengan penahanan tentara tersebut.

Tidak jelas apakah pria itu, si tentara AS telah membelot ke Korea Utara atau berharap untuk kembali. Belum ada kabar dari Utara.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

AS Identifikasi Tentara AS Sebagai Travis King

Tak lama kemudian, Pentagon mengidentifikasi prajurit itu sebagai Private 2nd Class Travis King. Dalam sebuah pernyataan, juru bicara Pentagon mengatakan bahwa King telah menjadi tentara sejak Januari 2021.

Dia adalah prajurit kavaleri - spesialis pengintaian - awalnya ditugaskan ke elemen tentara 1st Armoured Division dalam rotasi dengan militer AS di Korea Selatan.

Associated Press melaporkan bahwa King tampaknya menghadapi tindakan disipliner setelah ditahan di Korea Selatan atas tuduhan penyerangan.

Menurut mitra BBC di AS, CBS News, King melewati keamanan bandara di Seoul tetapi entah bagaimana berhasil meninggalkan terminal dan melakukan tur ke perbatasan, di mana dia menyeberang.

Militer Amerika mengatakan dia melakukannya "dengan sengaja dan tanpa izin".

3 dari 4 halaman

Detik-Detik Tentara AS Melintasi Perbatasan Korea Utara

Seorang saksi mata pada tur yang sama mengatakan kepada CBS bahwa mereka telah mengunjungi sebuah bangunan di lokasi perbatasan - dilaporkan oleh media lokal sebagai desa gencatan senjata Panmunjom - ketika "orang ini (si tentara) mengeluarkan 'ha ha ha' yang keras dan berlari di antara beberapa bangunan".

"Awalnya saya pikir itu adalah lelucon yang buruk, tetapi ketika dia tidak kembali, saya menyadari itu bukan lelucon dan kemudian semua orang bereaksi dan semuanya menggila," kata saksi yang tak disebutkan identitasnya.

The United Nations Command (Komando PBB), yang mengoperasikan Demilitarised Zone (Zona Demiliterisasi) dan joint security area (JSA) atau area keamanan bersama sebelumnya mengatakan timnya telah melakukan kontak dengan militer Korea Utara untuk mencoba merundingkan pembebasan tentara AS tersebut.

"Kami percaya dia saat ini berada dalam tahanan DPRK (sebutan untuk Korea Utara) dan sedang bekerja dengan mitra KPA [Korean People's Army - North Korea's military/Tentara Rakyat Korea - militer Korea Utara] untuk menyelesaikan insiden ini," kata Komando PBB dalam sebuah pernyataan.

Sejauh ini tidak jelas di mana atau dalam kondisi apa tentara King dalam penahanan.

Greg Scarlatoiu, direktur eksekutif Komite Hak Asasi Manusia di Korea Utara yang berbasis di Washington DC, mengatakan kepada BBC bahwa pihak berwenang Korea Utara kemungkinan besar akan "mencoba mengeluarkan informasi darinya" tentang dinas militernya dan "mencoba memaksanya menjadi seorang alat propaganda".

Demilitarised Zone (DMZ) atau Zona Demiliterisasi memisahkan kedua Korea dan merupakan salah satu daerah dengan pertahanan paling kuat di dunia.

Wilayah itu diisi dengan ranjau darat, dikelilingi oleh pagar kawat listrik dan berduri serta kamera pengintai. Penjaga bersenjata biasanya siaga 24 jam sehari.

4 dari 4 halaman

Sekilas Tentang DMZ hingga Rekam Jejak Penahanan Warga AS di Korea Utara

DMZ telah memisahkan kedua negara, Korea Utara dan Selatan, sejak Perang Korea pada 1950-an, di mana AS mendukung Selatan.

Perang berakhir dengan gencatan senjata, artinya kedua belah pihak secara teknis masih berperang.

Lusinan orang mencoba melarikan diri dari Korea Utara setiap tahun, melarikan diri dari kemiskinan dan kelaparan, tetapi pembelotan di DMZ sangat berbahaya dan jarang terjadi. Negara itu menutup perbatasannya pada tahun 2020 pada awal pandemi COVID-19 dan belum membukanya kembali.

Terakhir kali seorang tentara membelot di joint security area (JSA) adalah pada tahun 2017, ketika seorang tentara Korea Utara mengendarai kendaraan, kemudian berlari melintasi garis demarkasi militer, kata Korea Selatan saat itu. Prajurit itu ditembak 40 kali, tetapi selamat.

Sebelum pandemi COVID-19, lebih dari 1.000 orang melarikan diri dari Korea Utara ke China setiap tahun, menurut angka yang dikeluarkan oleh pemerintah Korea Selatan.

Penahanan tentara tersebut menimbulkan sakit kepala kebijakan luar negeri yang besar bagi Presiden AS Joe Biden. King diyakini sebagai satu-satunya warga negara Amerika yang saat ini berada dalam tahanan Korea Utara. Sementara ada enam warga Korea Selatan berada dalam penahanan AS.

Rekam Jejak Warga AS Ditahan di Korea Utara

Hubungan antara AS dan Korut anjlok pada 2017 setelah seorang mahasiswa AS yang ditangkap setahun sebelumnya karena mencuri tanda propaganda. Ia dikembalikan ke AS dalam keadaan koma dan kemudian meninggal. Keluarganya menyalahkan otoritas Korea Utara atas kematiannya.

Tiga warga AS kemudian dibebaskan selama era kepresidenan Donald Trump pada 2018. Namun pada akhirnya, serangkaian pembicaraan yang diadakan antara Kim Jong Un dan mantan presiden AS tidak banyak memperbaiki hubungan kedua negara.

Korea Utara sejak itu telah menguji lusinan rudal yang semakin kuat yang dapat membawa hulu ledak nuklir, yang telah ditanggapi dengan serangkaian sanksi oleh AS dan sekutunya.

Penahanan warga negara AS terbaru, tentara King, terjadi pada hari yang sama dengan kapal selam berkemampuan nuklir AS berlabuh di Korea Selatan untuk pertama kalinya sejak 1981.

Kapal selam itu secara khusus dipasok untuk membantu Korea Selatan menghadapi ancaman nuklir yang ditimbulkan oleh Korea Utara. Menjelang penyebarannya ada ancaman pembalasan dari pihak berwenang di Pyongyang, yang memperingatkan AS bahwa pengiriman senjata nuklir ke semenanjung itu dapat memicu krisis nuklir.

Beberapa jam setelah penahanan tentara King, militer Korea Selatan mengkonfirmasi bahwa dua rudal balistik diluncurkan dari Korea Utara dan mendarat di luar zona ekonomi eksklusif Jepang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini