Sukses

Laboratorium Sudan Dikuasai Paramiliter, Risiko Bahaya Biologis dan Bom Kuman Mengintai

Dampak pertikaian antara dua kubu militer di Sudan kian merajalela. National Public Health Laboratory atau Laboratorium Kesehatan Masyarakat Nasional di ibu kota Khartoum bahkan menjadi sasaran.

Liputan6.com, Khartoum - Dampak pertikaian antara dua kubu militer di Sudan kian merajalela. National Public Health Laboratory atau Laboratorium Kesehatan Masyarakat Nasional di ibu kota Khartoum bahkan menjadi sasaran.

Pasukan Rapid Support Forces (RSF) atau Pasukan Dukungan Cepat dilaporkan telah mengambilalih lab tersebut.

World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia kemudian pada Selasa 25 April 2023 memperingatkan tentang "risiko biologis yang sangat besar", terkait perebutan Laboratorium Kesehatan Masyarakat Nasional di ibu kota Khartoum, ketika negara-negara asing berlomba untuk melakukan upaya evakuasi cepat dari negara itu dan kekerasan yang merusak gencatan senjata yang ditengahi AS.

Sumber medis berpangkat tinggi mengatakan kepada CNN bahwa laboratorium, yang berisi sampel penyakit dan bahan biologis lainnya, telah diambil alih oleh pasukan RSF. WHO tidak menyalahkan penyitaan laboratorium tetapi mengatakan teknisi medis tidak lagi memiliki akses ke fasilitas tersebut.

Nima Saeed Abid, perwakilan WHO di Sudan, menggambarkan perkembangan tersebut sebagai "sangat berbahaya karena kami memiliki isolat polio di laboratorium, kami memiliki isolat campak di laboratorium, kami memiliki isolat kolera di laboratorium."

"Ada risiko biologis yang sangat besar terkait dengan pendudukan laboratorium kesehatan masyarakat pusat di Khartoum oleh salah satu pihak yang bertikai," tambah Nima Saeed Abid.

WHO mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada CNN yang dikutip Rabu (26/4/2023) bahwa "teknisi laboratorium terlatih tidak lagi memiliki akses ke laboratorium" dan bahwa fasilitas tersebut telah mengalami pemadaman listrik, yang berarti "tidak mungkin untuk mengelola bahan biologis yang disimpan di laboratorium dengan benar untuk kepentingan medis".

Konflik Sudan juga mengakibatkan pemadaman listrik, yang berarti ada risiko pembusukan karena menipisnya stok kantong darah, menurut direktur jenderal laboratorium.

Sumber medis mengatakan kepada CNN bahwa "bahayanya terletak pada pecahnya konfrontasi bersenjata di laboratorium karena itu akan mengubah laboratorium menjadi bom kuman."

"Intervensi internasional yang mendesak dan cepat diperlukan untuk memulihkan listrik dan mengamankan laboratorium dari konfrontasi bersenjata apa pun karena kita menghadapi bahaya biologis yang nyata," tambah sumber itu.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

11 Hari Pertikaian Tentara Sudan Vs Paramiliter: 459 Orang Tewas, 4.072 Lainnya Terluka

Pada Selasa 25 April, setengah hari setelah pengumuman gencatan senjata 72 jam menimbulkan harapan untuk membuka rute pelarian bagi warga sipil yang putus asa untuk melarikan diri, tembakan dan raungan jet tempur terdengar oleh wartawan CNN di Khartoum.

Bentrokan hebat meletus antara militer Sudan dan RSF, kelompok paramiliter yang memerangi tentara untuk menguasai negara itu, di bagian utara negara bagian Khartoum, kata saksi mata kepada CNN.

Kedua belah pihak yang bertikai saling menuduh telah melanggar perjanjian.

Jumlah orang yang tewas di Sudan sejak kekerasan pecah 11 hari lalu telah mencapai setidaknya 459 kematian, Organisasi Kesehatan Dunia juga mengatakan pada hari Selasa, sedikitnya 4.072 orang terluka.

3 dari 4 halaman

Update Daftar 29 Negara yang Sudah Evakuasi Warga dari Konflik Sudan

Karena pertempuran yang terus berlanjut menimbulkan kekhawatiran bahwa Sudan dapat terjerumus lebih dalam ke dalam kekacauan, pemerintah asing berebut untuk mengeluarkan diplomat dan warga negaranya dengan selamat. Mengirimkan bala bantuan berupa pesawat untuk mengangkut mereka keluar dari negara yang tengah dilanda perang saudara.

Sebagian besar negara mengerahkan pesawat angkut militer untuk menerbangkan orang, termasuk Prancis yang menggunakan pangkalan udaranya di negara tetangga Djibouti untuk pengangkutan udara. Tapi tidak semuanya berjalan lancar – sekitar 2.000 warga negara Inggris tetap tinggal di Sudan, dan banyak yang mengeluh bahwa pemerintah mereka tidak memberi mereka cukup informasi tentang rencana evakuasi.

Sejumlah proses evakuasi diketahui melibatkan orang-orang dari berbagai negara.

Proses evakuasi berjibaku dengan waktu saat gencatan senjata selama 72 jam sejak Senin 24 April malam.

Keadaan tenang terpantau di ibu kota Sudan, Khartoum. Gencatan senjata ini dimulai antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter, dikutip dari laman BBC.

Berikut ini update daftar negara yang telah mengevakuasi warganya dari Sudan, berdasarkan informasi yang tersedia sejauh ini, mengutip Associated Press dan sejumlah sumber, Rabu (26/4/2023):

Ulasannya klik di sini...

4 dari 4 halaman

Penyebab Konflik Sudan

Sudan memanas. Negara ini kini dilanda bentrokan antara militer dan pasukan paramiliter. Sekitar 400 orang dilaporkan tewas.

Lantas, apa penyabab perang Sudan?

Dikutip dari laman BBC, Selasa (25/4/2023) penyebab perang Sudan bermula ketika negara tersebut dilanda kudeta tahun 2021. Sejak itu, Sudan dijalankan oleh dewan jenderal, yang dipimpin oleh dua orang petinggi militer, yang kemudian menjadi cikal bakal perselisihan ini.

Mereka adalah Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala angkatan bersenjata dan presiden negara itu dan wakilnya serta pemimpin RSF, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, lebih dikenal dengan nama Hemedti.

Masalah utama adalah rencana untuk memasukkan sekitar 100.000 Rapid Support Forces (RSF) ke dalam tubuh tentara, dan siapa yang kemudian akan memimpin pasukan baru tersebut.

Aksi penembakan menjadi pemicu konflik Sudan, tepatnya pada tanggal 15 April setelah ketegangan berhari-hari terjadi.

Kala itu, anggota RSF ditempatkan kembali di seluruh negeri dalam suatu tindakan yang dianggap oleh tentara negara sebagai bentuk ancaman.

Ada harapan bahwa pembicaraan dapat menyelesaikan situasi tetapi ini tidak pernah terjadi.

Masih diperdebatkan siapa yang melepaskan tembakan pertama tetapi pertempuran dengan cepat meningkat di berbagai bagian negara. Akibatnya, lebih dari 400 warga sipil tewas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Meskipun konflik tampaknya berada di bawah kendali instalasi, namun hal ini banyak menimbulkan efek besar, terutama di daerah perkotaan. Bahkan, warga sipil menjadi korban.

Tidak jelas di mana pangkalan RSF berada, tetapi anggota mereka kerap pindah ke daerah padat penduduk.

Angkatan udara Sudan telah melakukan serangan udara di ibu kota, sebuah kota berpenduduk lebih dari enam juta orang, yang kemungkinan besar telah menyebabkan korban sipil.

Beberapa gencatan senjata telah diumumkan untuk memungkinkan orang-orang melarikan diri dari pertempuran tetapi hal ini belum dipatuhi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini