Sukses

2 Serangan Mengguncang Israel dan Menewaskan 3 Orang, PM Benjamin Netanyahu Perintahkan Mobilisasi Pasukan Tambahan

Militer Israel mengungkapkan pihaknya dalam siaga tinggi dan pasukan cadangan dibutuhkan di tengah masa yang sangat tidak stabil.

Liputan6.com, Tel Aviv - Dua serangan terpisah di Tepi Barat dan Tel Aviv menewaskan tiga orang pada Jumat (7/4/2023). Serangan pertama adalah penembakan yang terjadi di Tepi Barat yang menewaskan dua saudara perempuan berkewarganegaraan ganda Inggris-Israel. Masing-masing korban berusia 16 dan 20 tahun. Ibu mereka dilaporkan terluka parah.

Sore harinya, sekelompok turis ditabrak mobil di Tel Aviv. Dalam peristiwa yang digambarkan otoritas Israel sebagai serangan teror itu, seorang pria berkewarganegaraan Italia tewas dan tujuh orang lainnya terluka, termasuk tiga turis Inggris dan seorang warga negara Italia.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam pernyataan yang dirilis kantornya menyatakan telah menginstruksikan polisi Israel untuk memobilisasi semua unit polisi perbatasan sebagai cadangan dan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) agar memobilisasi pasukan tambahan dalam menghadapi serangan teroris.

Militer Israel mengungkapkan pihaknya dalam siaga tinggi dan pasukan cadangan dibutuhkan di tengah masa yang sangat tidak stabil.

Di Lebanon pada Jumat, serangan udara Israel menghantam area terbuka di dekat Kota Tirus. Militer Israel yakin faksi Palestina, Hamas, melancarkan serangan sekitar 34 roket dari kota itu.

"IDF tidak akan mengizinkan organisasi teroris Hamas beroperasi dari dalam Lebanon dan menganggap negara Lebanon bertanggung jawab atas setiap tembakan terarah yang berasal dari wilayahnya," kata IDF dalam sebuah pernyataan seperti dilansir CNN, Sabtu (8/4).

Hezbollah, yang menguasai Lebanon selatan, tidak membantah atau mengaku bertanggung jawab atas serangan ke Israel. Beberapa waktu lalu, pemimpin Hezbollah Hassan Nasrallah mengingatkan bahwa pelanggaran di Kompleks Masjid Al-Aqsa akan memicu semua kekacauan di kawasan.

Pada Jumat sore, Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib mengatakan bahwa pemerintah tidak memiliki informasi apakah Hezbollah menyetujui serangan ke Israel.

"Kami tahu kami memiliki situasi yang sangat sulit di Lebanon selatan. Hezbollah ada di sana dan mereka bersenjata. Tentara Lebanon dan UNIFIL (Pasukan Sementara PBB di Lebanon) juga ada di sana dan bekerja sama dengan yang lain untuk menghentikan hal-hal seperti itu, tetapi tidak selalu berhasil," kata Bou Habib.

Lebanon menyatakan, akan mengajukan pengaduan resmi ke Dewan Keamanan PBB, menyebut serangan Israel sebagai pelanggaran mencolok terhadap kedaulatannya.

Hamas juga mengutuk serangan Israel ke Lebanon dan menyatakan solidaritas dengan rakyat Lebanon. Dalam pernyataan terpisah, Hamas turut mengutuk serangan Israel ke Jalur Gaza.

Di Jalur Gaza, Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan, serangan Israel merusak rumah sakit anak-anak.

"Ini bukan pertama kalinya fasilitas kesehatan menjadi sasaran dan itu tidak dapat diterima," tegas Kementerian Kesehatan Palestina.

IDF mengungkapkan, serangan Israel menargetkan 10 lokasi di Jalur Gaza, termasuk lokasi produksi, penelitian, dan pengembangan serta infrastruktur terowongan. Dalam pernyataan sebelumnya, IDF menyebutkan bahwa serangan itu menghantam beberapa lokasi pembuatan senjata Hamas, kompleks senjata bawah tanah, dan terowongan di Beit Hanoun dan Khan Yunis.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Imbas dari Perilaku Brutal Israel

Rentetan kekerasan terbaru berawal dari serangan biadab polisi Israel ke para jemaah di Masjid Al-Aqsa pada Selasa (4/4) dan Rabu (5/4), memicu tembakan roket dari Jalur Gaza ke Israel. Kemudian pada Kamis, IDF mengatakan ada sekitar 34 roket yang diluncurkan ke Israel dari Lebanon.

Kedutaan Besar Palestina di Jakarta dalam pernyataan tertulisnya yang diterima Liputan6.com mengonfirmasi bahwa ada 500 jemaah yang ditahan Israel sewenang-wenang.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi menggarisbawahi bahwa situasi saat ini sangat berbahaya.

"Apa yang kami lihat terjadi di perbatasan Lebanon jelas merupakan konsekuensi, reaksi terhadap apa yang kami lihat terjadi di Masjid Al-Aqsa," kata Ayman Safadi pada Kamis.

Lebanon dan Israel telah melangsungkan gencatan senjata sejak konflik tahun 2006. Pada Jumat, UNIFIL mengatakan kepala misi dan komandan pasukannya telah berbicara dengan pihak berwenang di kedua sisi dan baik Israel maupun Lebanon telah menegaskan bahwa mereka tidak menginginkan perang.

Bagaimanapun, tetap ada sejumlah serangan roket skala kecil dari Lebanon dalam beberapa tahun terakhir yang memicu serangan balasan dari Israel. Ada beberapa korban dalam insiden tersebut, dengan jumlah kematian terbesar terjadi pada tahun 2015 yang menyebabkan dua tentara Israel dan seorang penjaga perdamaian Spanyol tewas. Faksi Palestina di Lebanon diyakini berada di balik serangan roket tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.