Sukses

IOC Masih Larang Atlet Rusia dan Belarusia Ikut Turnamen Internasional

Atlet Rusia dan Belarusia harus menerima dampak invasi negaranya.

Liputan6.com, Seoul - International Olympic Committee (IOC) menegaskan masih mendukung pelarangan atlet Rusia dan Belarusia agar dilarang ikut turnamen-turnamen olahraga internasional. Ini masih terkait invasi Rusia ke Ukraina.  Belarusia juga kena sanksi karena membuka jalur invasi darat. 

Presiden IOC Thomas Bach mengaku merasa berat karena pelarangan tersebut, sebab atlet tidak bersalah atas keputusan politikus. 

"Kami melakukannya dengan hati yang sangat berat," ujar Thomas Bach, dikutip media pemerintah Rusia TASS, Rabu (19/10/2022).

"Para atlet seharusnya tidak menjadi korban kebijakan pemerintahan mereka," sambungnya.

Ucapan itu disampaikan oleh Thomas Bach saat menghadiri sidang umum Association of National Olympic Committees (ANOC) di Seoul, Korea Selatan.

Lebih lanjut, Thomas Bach berkata situasi tersebut merupakan dilema. Ia ingin melindungi atlet agar bersatu, namun dia berkata situasi ini berbeda.

"Situasi ini membuat kita berada dalam dilema yang sulit diatasi. Pada satu sisi, kami tidak bisa menghidupi misi Olimpiade kita, yakni melindungi para atlet dan menyatukan seluruh dunia dalam kompetisi bersahabat," ujar Bach.

"Kami selalu bersikeras atas prinsip ini karena kami semua setuju bahwa kompetisi damai yang mempersatukan merupakan inti dari misi kami ... Sekarang sayangnya situasi ini unik, satu-satunya cara melindungi misi ini adalah merekomendasikan non-partisipasi hanya karena paspor mereka," lanjutnya.

Rekomendasi pelarangan atlet Rusia dan Belarusia telah dirilis sejak Februari 28 2022, beberapa hari setelah Rusia melancarkan invasi kepada Ukraina. Alhasil, mayoritas federasi dunia memutuskan melarang atlet-atlet kedua negara itu dari semua turnamen olahraga internasional.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Hyundai Mempertimbangkan Jual Pabrik di Rusia

Hyundai Motor Korea Selatan tengah mempertimbangkan pilihan untuk operasi di Rusia, yang mencakup penjualan pabriknya. Hal tersebut dilaporkan media lokal, Selasa (18/10/2022).

Banyak pabrik di Rusia yang telah menangguhkan produksi, dan cuti pekerja karena kekurangan peralatan berteknologi tinggi karena sanksi dan eksodus pabrikan barat, sejak Moskow mengirim angkatan bersenjata ke Ukraina, pada 24 Februari 2022.

"Kami memperkirakan bahwa Hyundai dan Kia bersama-sama dapat dapat mengalami setidaknya kerugian 450 miliar won tahun ini karena lingkungan bisnis di Rusia," ujar Esther Yim, seorang analis di Samsung Securities.

Hyundai Motor menangguhkan operasi di pabrik Rusia pada Maret, dan pengajuan peraturan dari perusahaan menunjukkan tidak ada penjualan mobil di negara tersebut pada Agustus dan September.

"Meskipun masih belum jelas apa yang akan dilakukan Hyundai dengan pabriknya di Rusia, Hyundai memiliki banyak faktor untuk benar-benar keluar dari Rusia, seperti situasi keuangan dan hubungannya dengan Rusia dan Amerika Serikat," tambah Jin-Woo, Seorang Analis di Korea Investment & Securities.

Pekan lalu, Nissan Motor mengatakan akan menyerahkan bisnisnya di Rusia kepada entitas milik negara hanya sebesar 1 euro atau Rp 14 ribu.

3 dari 4 halaman

Nissan Terpaksa Jual Pabrik

Sebelumnya, Nissan Motor Co akan menyerahkan bisnisnya di Rusia, kepada badan usaha milik negara. Pabrikan asal Jepang ini, mengalami kerugian di negara tersebut dengan total mencapai Rp10,5 triliun.

Disitat dari Reuters, Rabu (12/10) Nissan mentransfer sahamnya di Niisa Manufacturing Russia LLC ke NAMI milik negara.

Kesepatakan tersebut, akan memberi Nissan hak untuk membeli kembali bisnisnya dalam waktu enam tahun. Demikian disampaikan Kementerian Industri dan Perdagangan rusia.

Sementara itu, dengan keputusan tersebut menjadi Nissan sebagai perusahaan besar baru yang meninggalkan Rusia, sejak Moskow mengirimkan puluhan ribu tentara ke Ukraina, pada Februari 2022.

Hal ini juga mencerminkan langkah pemegang saham utama Nissan, produsen mobil Perancis Renaul yang menjual saham mayoritasnya di pabrikan mobil Avtovaz kepada investor Rusia, pada Mei lalu.

Penjualan ke NAMI, akan mencakup fasilitas produksi dan penelitian Nissan di St Petersburg, serta pusat penjualan dan pemasarannya di Moskow. Nissan memperkirakan kerugian sekitar Rp 10,5 triliun, tetapi mempertahankan perkiraan pendapatannya untuk tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2023.

Nissan sendiri telah menangguhkan produksi di pabrik St Petersburg pada Maret lalu, karena gangguan rantai pasokan. Sejak saat itu, Nissan dan unit lokalnya memantau situasi, tetapi tidak ada visibilitas pada lingkungan internal.

4 dari 4 halaman

Indonesia Bisa Alami Kelangkaan Beras Gara-Gara Perang Rusia-Ukraina

Beralih ke isu pangan, perang antara Rusia dan Ukraina yang berkepanjangan berpotensi membawa dampak buruk bagi Indonesia. Salah satunya adalah krisis pangan, yang juga menjadi ancaman bagi dunia. 

Hal ini disampaikan lansung oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang menyatakan bahwa perang bisa berdampak terhadap ketahanan pangan, energi dan perekonomian kawasan. 

"Ukraina dan Rusia adalah negara kunci dalam rantai pasok pangan global 'breadbasket of the world'," kata Retno dalam pidatonya di Seminar Akhir Pendidikan Pasis SESKOAU Angkatan Ke-59, Selasa, 18 Oktober 2022.

Hal ini disebabkan lantaran kedua negara tersebut merupakan produsen 30 persen gandum, 20 persen jagung, minyak biji bunga matahari dan barley. 

"Akibat perang krisis pangan dengan cepat menjadi ancaman bagi dunia. Indeks harga pangan dunia capai titik tertinggi pada Maret 2022," katanya lagi. 

Retno juga menambahkan bahwa ada 179-181 juta orang di 41 negara yang diperkirakan akan menghadapi krisis pangan.

Lebih jauh lagi, ia mengatakan bahwa satu aspek yang kurang jadi perhatian adalah krisis pupuk. Kini, harga pupuk telah naik 230 persen jika dibandingkan dengan harga pada Mei 2020. 

Padahal, Retno menyampaikan bahwa jika harga pupuk tetap tinggi pada musim panen berikut, hingga terjadi kelangkaan, maka dunia akan mengalami krisis beras. 

"Ini dampaknya ke 3 miliar penduduk dunia, termasuk kawasan kita," sambung dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini