Sukses

Rusia Disebut Rekrut Tentara Baru di Penjara

Rusia sedang berusaha mencari tentara baru di tengah konflik melawan Ukraina. Penjara pun dikunjungi para rekruiter.

Liputan6.com, London - Pemerintah Rusia berencana menambah tentaranya di tengah invasi terhadap Ukraina. Invasi masih berlangsung sejak Februari 2022.

Pemerintah Rusia sedang berusaha menambah tentaranya hingga 1,15 juta pasukan. Ini berada adanya penambahan 137 ribu tentara ke pasukan yang tersedia. Saat ini, Rusia memiliki batas sekitar 1 juta personel militer.

Berdasarkan laporan BBC, Senin (29/8/2022), ada laporan bahwa Rusia sedang mendatangi penjara-penjara untuk merekrut pasukan. Para narapidana dijanjikan uang dan kebebasan.

Kementerian Pertahanan Inggris menilai rekrutmen yang berlangsung tidak akan berdampak pada perang di Ukraina karena Rusia telah kehilangan puluhan ribu pasukan, selain itu para konskrip militer juga secara teknis tak wajib bertugas di luar wilayah Rusia, sementara jumlah kontrak terbaru non-konskrip juga sedikit.

Saat ini, laki-laki Rusia berusia 18 hingga 27 tahun masuk di aturan konskripsi (wajib militer), namun banyak yang bisa menghindarinya atau mengurangi masa tugas dengan alasan medis atau masuk perguruan tinggi.

Pejabat-pejabat Barat menyebut sekitar 70 ribu hingga 80 ribu pasukan Rusia telah terbunuh atau terluka sejak invasi ke Ukraina dimulai.

Rusia awalnya berencana melaksanakan kampanye militer singkat, tetapi berhasil dihalangi oleh Februari. Perang "singkat" lantas terus berlangsung hingga sudah enam bulan.

Sebelumnya, ada juga laporan-laporan bahwa Rusia merekrut pasukan dari daerah-daerah perkampungan.

Menurut Military Balance, pasukan aktif Ukraina berjumlah 196.600, sementaran pasukan Rusia mencapai 900 ribu. Total pasukan cadangan Ukraina adalah 900 ribu dan Rusia memiliki 2 juta pasukan cadangan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Hari Kemerdekaan Ukraina, Menlu AS Nyatakan Dukungan Penuh untuk Lawan Rusia

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony J. Blinken dalam pernyataan persnya terkait peringatan 31 tahun kemerdekaan Ukraina menyampaikan bahwa AS akan terus berdiri teguh bersama rakyat Ukraina.

"Amerika Serikat telah berdiri bersama rakyat Ukraina selama 31 tahun, dan kami akan terus berdiri teguh bersama mereka saat mereka mempertahankan kebebasan mereka. Dukungan kami untuk Ukraina tak tergoyahkan," kata Menlu Blinken dalam pernyataannya, seperti disampaikan dalam keterangan Kedutaan Besar AS di Jakarta, Jumat. 

Blinken juga menyampaikan ucapan selamat untuk peringatan hari kemerdekaan Ukraina yang jatuh pada 24 Agustus, demikian seperti dikutip dari Antara, Sabtu (27/8).

"Atas nama Amerika Serikat, saya mengucapkan selamat kepada rakyat Ukraina pada Hari Kemerdekaan mereka, yang memperingatinya pada tanggal ini (24 Agustus) tahun 1991 ketika Ukraina secara resmi memisahkan diri dari Uni Soviet dan menjadi negara demokratis yang berdaulat," ujarnya.

Menlu AS itu pun mengatakan bahwa perayaan peringatan kemerdekaan Ukraina pada tahun ini telah dirusak oleh perang agresi Rusia yang masih berlangsung.

"Enam bulan lalu, Presiden Putin melancarkan invasi berskala penuh ke Ukraina tanpa alasan. Sejak itu, Ukraina melawan balik dengan sengit, gagah berani, dan efektif," ucap Blinken.

3 dari 4 halaman

Dubes Ukraina untuk RI: Lebih Baik Mati Ketimbang Jadi Budak Rusia

Duta Besar Ukraina Vasyl Hamianin memperingati kemerdekaan negaranya bersama Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI). Ukraina merdeka pada 24 Agustus 1991 dari kekuasaan Uni Soviet.

Pada kemerdekaan ke-31, Ukraina masih menghadapi invasi Rusia. Dubes Hamianin juga meragukan Rusia bisa melakukan negosiasi perdamaian, sebab Rusia menuntut Ukraina menyerahkan wilayah mereka.  

"Saya melihat reaksi rakyat saya setelah misil menghantam flat mereka, tanah mereka, lalu mereka bilang lebih baik mati ketimbang jadi budak," ujar Dubes Ukraina Vasyl Hamianin di markas FPCI, Jakarta, Rabu (24/8). 

Ia pun menyorot bagaimana rencana Rusia yang ingin cepat-cepat mengakhiri perang, namun ternyata selama berbulan-bulan Ukraina masih terus bertahan dan menyerang balik. 

"Tiga hari yang dideklarasikan untuk menduduki Kiev dan membuat pemerintah Ukraina menyerah telah menjadi enam bulan pada tanggal 24 ini," ujar Dubes Ukraina. 

"Merdeka atau mati," ia menegaskan. 

Serangan Rusia ke Ukraina dimulai 24 Februari 2022. Awalnya, Rusia berkali-kali menyebut tidak akan menyerang Ukraina, melainkan hanya latihan saja di Belarusia. Namun, pasukan Rusia masuk ke Ukraina lewat Belarusia.

Rusia telah menguasai wilayah daerah Luhansk yang merupakan secara sah milik Ukraina. 

Terkait siapa yang dapat menjadi penengah kedua negara, Dubes Ukraina berkata itu tidak penting, sebab Ukraina melihat Rusia yang sulit negosiasi damai.

"Bisa siapa saja (jadi penengah), Tetapi saya ulangi tidak masalah siapa yang berada di tengah," ujar Dubes Ukraina seraya menambahkan bahwa "pihak satu lagi tidak ingin negosiasi."

 

4 dari 4 halaman

AS dan Rusia Saling Kecam di Sidang PBB soal Perdamaian dan Keamanan Dunia

Sidang Dewan Keamanan PBB tentang perdamaian dan keamanan internasional pada Senin, 22 Agustus 2022 diwarnai aksi saling kecam Amerika Serikat dan Rusia.

Mengutip VOA Indonesia, Rabu (24/8), Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield dalam pertemuan itu mengatakan invasi Rusia ke Ukraina telah "memperburuk kerawanan pangan global" dan "mendorong krisis pengungsi baru." 

"Ambisi egois Rusia untuk menginvasi negara tetangganya dan menguasai tanah mereka telah menimbulkan dampak pada kita semua. Hal ini telah memicu kelangkaan pangan global. Hal ini juga mendorong krisis pengungsi baru. Hal ini telah menimbulkan kematian puluhan ribu warga Ukraina dan Rusia, dan telah merongrong prinsip-prinsip dasar yang mencegah terjadinya perang dunia baru," ujar Thomas-Greenfield.

"Kesalahan terbesar di abad ke-21 ini dilakukan oleh zaman emporium, ketika negara dan rakyatnya tidak lagi bebas membuat keputusan sendiri secara berdaulat, baik tentang masyarakat mereka sendiri, ekonomi, kemitraan dan aliansi. Kita tidak bisa mengulangi kesalahan-kesalahan itu."

Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya memperingatkan bahwa "tatanan dunia baru" sedang terbentuk, dan akan menolak "contoh standar" yang ada di negara-negara Barat.

"Kami berharap tindakan Barat di negara ini (Ukraina) akan membuka mata banyak orang di dunia tentang hal-hal utama yang menyebabkan krisis yang mencengkeram planet kita. Apa yang terjadi di Ukraina sekarang dan perilaku NATO di benua Barat selama 30 tahun terakhir adalah pelajaran bagi seluruh dunia," balas Nebenzya.

"Apakah menurut Anda Amerika dan sekutu-sekutunya akan berperilaku berbeda di belahan dunia lain? Sejarah telah menunjukkan bahwa hal itu tidak demikian. Karena itu jangan bertanya-tanya tentang penderitaan atau kematian orang lain karena saat ini hal tersebut akan terjadi pada Anda,” imbuh Nebenzya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.