Sukses

40 Persen Warga Liberia Tak Punya Toilet, Apa Peran Indonesia?

Akibat kurangnya akses toilet, warga Liberia harus buang air di tempat terbuka.

Liputan6.com, Jakarta - Liberia mengungkap masalah besar di bidang sanitasi. Hampir setengah populasi di Liberia belum punya akses di toilet. Akibatnya, mereka harus buang air besar di tempat terbuka. 

Hal itu lantas menyulitkan sekolah-sekolah yang tak punya toilet. Para perempuan pun jadi harus buang air di tempat terbuka. Air di Liberia pun ikut kena dampak.

"40 persen. Hampir setengah populasi. Hampir. Kamu tidak punya toilet, kamu buang air di depan terbuka, air pun jadi tidak aman," ujar Duta Besar Bobby Whitefield, ketua dari WASH (Water, Sanitation, and Hygiene) di Liberia ketika berkunjung ke Jakarta, Kamis (19/5).

Masalah sanitasi itu juga memberikan tekanan kepada sektor kesehatan Liberia, sehingga mepersulit dokter mengatasi penyakit seperti malaria, serta membuat operasi lebih sulit.

Bobby Whitefield datang ke Jakarta untk menghadiri acara Sanitation and Water for All di Indonesia yang mengundang menteri-menteri. Acara juga dihadiri Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono.

Whitefield berkata investasi ke WASH juga akan berdampak kepada sektor pendidikan dan kesehatan, sebab sekolah-sekolah bisa memiliki akses sanitasi yang baik. 

Duta Besar Indonesia untuk Nigeria, Usra Hendra Harahap, menyorot bahwa Indonesia bisa berperan melalui bidang pendidikan. Indonesia memiliki beasiswa yang bisa diterima para pelajar Liberia agar memiliki bekal ilmu untuk memperkuat pembangunan di negaranya. 

"Beasiswa kita ada dari pemerintah yakni KNB atau Kemitraan Negara Berkembang, juga beasiswa dari Universitas Pertahanan, dan dari universitas-universitas swasta," ujar Dubes Usra yang mengurus sejumlah negara di Afrika Barat, termasuk Liberia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Industri Strategis

Dubes Usra turut menekankan berbagai potensi kerja sama antara Liberia dan Indonesia. Ia menyorot industri tranportasi hingga penjualan perlengkapan militer. 

Situasi di Liberia juga dinilai potensial untuk mengembangkan jalur rel kereta api. Indonesia pun punya BUMN untuk mewujudkan hal tersebut. 

"Kami punya Wika, dan Inka untuk kereta dan rel," ujar Dubes Usra. 

Terkait militer, Dubes Usra membahas potensi armoured personnel carrier (APC), helikopter, light transport aircraft, seperti kapal patroli maupun kapal penumpang.

Dubes Usra juga menekankan pentingnya program beasiswa, sebab bisa memenuhi kebutuhan pembangunan di Liberia. Ia pun berharap bisa mendapatkan informasi spesifik terkait pendidikan dari pihak Liberia terkait sektor-sektor apa yang dibutuhkan.

Hal lain yang ia sorot adalah pentingnya knowledge transfer, sebab di masa depan Liberia kemungkinan enggan untuk melakukan ekspor bahan mentah, sehingga perlu kemampuan untuk mengolah bahan tersebut agar ada nilai tambah. 

Hingga kini, Indonesia masih belum punya kedutaan besar di Liberia. Dubes Usra mengurus urusan diplomasi di sejumlah negara, yakni Nigeria, Benin, Togo, Burkina Faso, Ghana, Gabon, Kamerun, Liberia, Republik Kongo, Nigeri, Sao Tome & Principe, Equatorial Guinea, Republik Afrika Tengah, Chad, dan Ecowas (Economic Community of West African States).

3 dari 4 halaman

Wapres Ma'ruf Buka Pertemuan 80 Menteri Dunia Bahas Sanitasi dan Air Bersih

Indonesia menjadi tuan rumah perhelatan Sector Minister's Meeting (SMM) Sanitation and Water for All (SWA) 2022, yang diselenggarakan pada 18-19 Mei 2022 di Jakarta.

Pertemuan tingkat menteri terbesar yang diadakan di Indonesia tersebut dibuka oleh Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin dengan konfirmasi kehadiran 80 menteri dari seluruh dunia.

Dalam sambutannya, Wapres Ma'ruf menuturkan bahwa sidang Umum PBB pada tahun 2010 mengakui, akses terhadap sanitasi dan air bersih aman merupakan hak asasi setiap manusia.

Oleh karena itu, "Mewujudkan Akses Air Minum dan Sanitasi Aman serta Berkelanjutan bagi Semua" menjadi salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yaitu Tujuan 6, yang harus kita capai pada tahun 2030.

"Namun secara global, saat ini sekitar 2 miliar manusia tidak mempunyai akses yang baik terhadap air minum yang aman, dan lebih dari 3 miliar orang tidak mempunyai akses terhadap sanitasi yang aman," kata Wapres Ma'ruf dalam keterangannya, Rabu (18/5).

Di Indonesia, ungkap Wapres, akses terhadap air minum layak telah menjangkau lebih dari 90 persen penduduk, tetapi capaian akses air minum aman baru sekitar 11 persen.

"Untuk akses sanitasi, saat ini sekitar 80 persen penduduk mempunyai akses sanitasi layak, sedangkan sanitasi aman baru dinikmati oleh sekitar 7 persen penduduk Indonesia," urainya.

Padahal, lanjut Wapres, sesuai data WHO, penyediaan air minum dan sanitasi yang aman menentukan hidup dan kehidupan manusia.

"Namun secara global dan lebih dari tiga miliar orang tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang aman," bebernya.

Wapres pun berharap forum pada pertemuan ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi optimal dalam mendorong peningkatan jumlah populasi untuk mengakses sanitasi dan air minum aman, baik secara global maupun secara nasional di Indonesia.

"Oleh karena itu, melalui pertemuan ini, kita teguhkan komitmen bersama secara global untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sanitasi dan air minum aman, serta menjadikan penyelesaian masalah ini sebagai prioritas pembangunan di negara kita" pesannya.

4 dari 4 halaman

Akses Masyarakat

Sementara, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas Josaphat Rizal Primana, mengungkapkan bahwa tahun ini merupakan pertama kalinya SMM membahas kaitan air minum dan sanitasi dengan tiga krisis, yaitu pandemi Covid-19, darurat iklim yang meningkat, dan ekonomi global yang sedang berjuang dalam kaitannya dengan komitmen pembangunan berkelanjutan.

"Ketiga krisis tersebut berkaitan erat dengan akses masyarakat atas air minum dan sanitasi serta perlunya investasi untuk memastikan akses tersebut dapat dicapai. Pasalnya, hampir 90 persen bencana iklim terkait dengan air, termasuk banjir, kekeringan, dan kualitas air yang memburuk," terangnya.

Di Indonesia, menurut Josaphat, sepanjang 2007-2019, bencana yang berhubungan dengan air, selain menyebabkan banyak korban jiwa, juga menimbulkan kerugian ekonomi rata-rata USD 2–3 miliar setiap tahunnya.

"Padahal, berdasarkan kajian Bank Dunia, sumber daya dan layanan air minum menjadi kunci untuk mempertahankan pertumbuhan Produk Domestik Bruto dan pendapatan per kapita di Indonesia. Investasi di sektor air minum dan sanitasi menjadi hal yang sangat penting, jika Indonesia ingin masuk dalam lima besar ekonomi dunia, sesuai Visi Indonesia 2045," ungkapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.