Sukses

Hiu Mako Hampir Punah, Negara-Negara di Atlantik Larang Penangkapan Berlebih

Hiu mako atau hiu tercepat di dunia masuk daftar merah spesies hewan yang teracam punah.

Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara nelayan Atlantik Utara telah berjanji untuk melarang penangkapan ikan hiu mako sirip pendek, atau hiu tercepat di dunia, dalam upaya untuk menyelamatkan spesies yang terancam punah. Konservasionis, yang telah bertahun-tahun berusaha untuk melindungi hiu mako dengan baik, mengatakan larangan itu adalah "terobosan kritis".

Dilansir The Guardian, Kamis (25/11/2021), Upaya untuk memastikan kesepakatan antara negara-negara nelayan di Atlantik, tindakan ini dipimpin oleh Inggris, Kanada dan Senegal. Pada pertemuan tahunan International Commission for the Conservation of Atlantic Tunas (ICCAT) atau Komisi Internasional untuk Konservasi Tuna Atlantik di di minggu ini, negara-negara sepakat untuk segera mengakhiri penangkapan ikan yang berlebihan.

Tindakan ini akan secara bertahap mencapai tingkat biomassa yang cukup, untuk mendukung hasil maksimum yang berkelanjutan pada tahun 2070 untuk hiu mako. Hiu mako, kadang-kadang disebut sebagai "cheetah lautan", karena mereka dapat mencapai kecepatan sekitar 72km/jam.

Spesies ini diklasifikasikan sebagai hewan terancam punah dalam daftar merah spesies terancam di International Union for Conservation of Nature dan dianggap sangat rentan di Atlantik Utara. Kekhawatiran di seluruh dunia atas penurunan tersebut disorot pada tahun 2019, ketika sejumlah besar negara memilih untuk mengatur perdagangan di bawah Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Terancam Punah.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mendapatkan Dukungan

Pada tahu 2017 ilmuwan ICCAT telah merekomendasikan larangan mengambil hiu maku untuk membalikkan penurunan dan membangun kembali populasi. Ali Hood, direktur konservasi di Shark Trust, memberikan penghormatan kepada para konservasionis, penyelam, ilmuwan dan lainnya yang telah membantu menekan negara-negara nelayan untuk mencapai "terobosan kritis" ini.

Shannon Arnold, koordinator program kelautan di Ecology Action Centre, mengatakan, "Kami mengucapkan selamat kepada Kanada, Inggris, Senegal, dan Gabon, karena memimpin tugas untuk mengamankan perlindungan bersejarah berbasis sains ini untuk hiu mako sirip pendek yang terancam punah. Kami merayakan langkah kritis ini hari ini, mengingat bahwa perjuangan untuk mendukungnya dimulai besok." ujarnya.

ICCAT dan koalisi lebih dari 50 negara, termasuk beberapa negara nelayan terbesar di dunia, juga menyetujui langkah-langkah untuk melestarikan tuna mata besar dan tuna sirip kuning, serta rencana untuk menangani penangkapan ikan ilegal. Ini menetapkan sendiri kuota 62.000 ton untuk tuna mata besar dan 110.000 ton untuk tuna sirip kuning pada tahun 2022, dan mengatakan akan meninjau langkah-langkah ini tahun depan untuk menetapkan batas tangkapan baru pada tahun 2023.

Grantly Galland, seorang petugas di Pew Charitable Trust, mengatakan bahwa "Ini adalah daftar perbaikan luar biasa yang akan berkontribusi pada keberhasilan pengelolaan dan konservasi tuna, hiu, dan ikan paruh di Samudra Atlantik." katanya.

"Pertemuan ini sukses, menunjukkan bahwa kemajuan nyata dapat dibuat terlepas dari tantangan pandemi, dan dengan keputusan ICCAT ini operasi penangkapan ikan serta satwa liar akan menjadi lebih baik." tambahnya.

Penulis: Vania Dinda Marella

3 dari 3 halaman

Infografis Geger Temuan Sea Glider Bawah Laut

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.