Sukses

Seorang Turis Prancis Dituduh Otoritas Iran Sebagai Mata-Mata

Berdasarkan hukum Iran, vonis bersalah melakukan tindakan mata-mata dapat dikenai hukuman hingga 10 tahun penjara.

Liputan6.com, Teheran - Iran menuduh seorang turis asal Prancis memata-matai dan menyebarkan propaganda melawan sistem di negara tersebut.

Penahanan turis itu merupakan yang terbaru dari serangkaian kasus terhadap orang asing pada saat ketegangan meningkat antara Iran dan Barat, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (16/3/2021).

Benjamin Berier ditangkap sekitar 10 bulan lalu setelah mengambil gambar di daerah gurun di mana fotografi dilarang dan mengajukan pertanyaan di media mengenai kewajiban mengenakan jilbab bagi perempuan.

Pihak berwenang menahan Berier di sebuah penjara di kota Mashhad, Iran Timur Laut, kata Saeed Dehghan, pengacara turis itu.

Jaksa baru-baru ini menyampaikan dakwaan propaganda terhadap Berier dalam sidang pengadilan, tambahnya, tanpa menyebutkan kapan.

Berdasarkan hukum Iran, vonis bersalah melakukan tindakan mata-mata dapat dikenai hukuman hingga 10 tahun penjara.

Berier telah menjadi orang Barat terbaru yang ditahan atas tuduhan spionase di Iran.

Pada hari Minggu, warga negara ganda Inggris-Iran terkemuka Nazanin Zaghari-Ratcliffe muncul kembali di pengadilan Teheran untuk menghadapi tuduhan serupa, menyebarkan propaganda, setelah menyelesaikan hukuman penjara lima tahun penuh.

Perempuan tersebut tetap dalam ketidakpastian di Iran menunggu keputusan pengadilan, dan tidak dapat pulang ke London.

 

Saksikan Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tekanan Iran Atas Amerika Serikat

Kasus-kasus penahanan orang-orang Barat terjadi menyusul usaha Iran untuk meningkatkan tekanan pada Amerika Serikat dan negara-negara besar Eropa, termasuk Prancis dan Inggris, untuk memberikan keringanan sanksi-sanksi yang sangat dibutuhkan negara itu sesuai perjanjian nuklir sebelumnya dengan negara-negara besar.

Sementara mantan Presiden Donald Trump membatalkan kesepakatan nuklir penting dengan Iran pada 2018 dan menerapkan kembali sanksi-sanksi keras terhadap negara itu, Presiden Joe Biden telah menawarkan untuk bergabung dalam pembicaraan untuk memulihkan kesepakatan tersebut.

Tetapi Washington dan Teheran telah menghadapi kebuntuan, karena masing-masing bersikeras menuntut pihak lain mengambil langkah terlebih dahulu untuk menghidupkan kembali kesepakatan itu.

Kelompok-kelompok HAM menuduh kelompok garis keras di badan-badan keamanan Iran menggunakan tahanan asing sebagai alat tawar-menawar untuk mendapatkan uang atau pengaruh dalam negosiasi dengan Barat.

Teheran menyangkalnya, tetapi pertukaran tahanan pernah dilakukan Iran pada masa lalu. Maret lalu, contohnya, Iran dan Prancis menukar peneliti Prancis Roland Marchal dengan insinyur Iran Jalal Ruhollahnejad.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.