Sukses

Donald Trump Dinilai Tetap Ambisius Jadi Presiden AS Meski Positif COVID-19

Pilpres AS 2020 sudah kurang dari satu bulan, tetapi Donald Trump positif COVID-19.

Liputan6.com, Washington, D.C. - Presiden Amerika Serikat Donald Trump positif COVID-19, padahal pilpres AS sudah kurang dari 1 bulan lagi. Nasib kampanye dan debat capres lantas menjadi tidak jelas.

Pengamat hubungan internasional menilai semuanya kini bergantung pada kesehatan Donald Trump. Namun, Donald Trump sendiri tampak masih bertekad untuk memenangkan pemilu berdasarkan manuver yang dibuat Trump selama ia di rumah sakit.

Donald Trump sudah beberapa kali mengirim video dan tweet dari rumah sakit. Ia pun sempat jumpa fans dengan pendukungnya yang datang ke rumah sakit.

"Belum ada satu kepastian karena Trump masih di rumah sakit, meskipun dia menunjukan dia sendiri sudah sehat sampai bisa keliling rumah sakit pakai mobil untuk bertemu dengan para pendukungnya, jadi memang sangat bergantung kepada perkembangan kesehatan," ujar Guru Besar Politik Internasional Universitas Pelita Harapan Aleksius Jemadu kepada Liputan6.com, Senin (5/10/2020).

"Artinya dari beliau sendiri belum ada keinginan untuk mundur, dia akan maju terus, ambisinya tidak akan berubah," jelas Aleksius.

Aleksius juga memprediksi Donald Trump akan lanjut kampanye ke lapangan jika kondisinya membaik. "Anaknya menyebut dia seorang petarung. Orang Jawa bilang itu ndablek. Kekeh. Tidak mau mundur terhadap penyakit. Ini sudah positif dia tetap merangsek maju," jelasnya.

Namun sebaliknya, jika kondisi Donald Trump makin memburuk, maka situasi politik di AS bakal runyam. Pasalnya, pemilu di Amerika Serikat melalui surat sudah dimulai. Tentunya, itu akan membingungkan jika ada apa-apa dengan salah satu capres. 

Aleksius berkata konstitusi AS memiliki Amandemen ke-25 terkait peralihan jabatan dari presiden ke wakil presiden, namun hal itu tidak menjamin adanya jalan keluar mengingat kondisi seperti saat ini tak pernah terjadi sebelumnya. 

"Sudah ada suara yang masuk, artinya tak bisa batal begitu saja di tengah jalan, meskipun belum banyak baru tiga atau empat juta suara yang masuk lewat pos. Artinya sudah mulai. Apa bisa dibatalkan di tengah jalan? Nah itu urusan UU dan konsistusi Amerika yang mereka sendiri saja sulit menafsirkannya," ucap Aleksius. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pendukung Tetap Simpatik

Pengamat politik Amerika Serikat, Didin Nasirudin, berkata penyakit Donald Trump tidak akan mempengaruhi basis dukungan. Ia menjelaskan bahwa sepertiga pendukung inti di kalangan Demokrat, Republik, maupun Independen sudah solid dalam memberi dukungan ke pilihan mereka. 

"Pemilu sekarang itu sudah salah satu pemilu yang paling divisif. Jadi kubu-kubannya sudah kental," jelas Didin kepada Liputan6.com. "Yang mendukung Trump ya Trump saja. Trump mau ngapain tetap dukung Trump." 

"Jadi menurut saya yang sepertiga konstituen pemilih itu yang menjadi core-nya Republik akan tetap dukung dia. Mungkin independen yang akan semakin berkurang kepada Trump," ia menambahkan.

Didin berkata masa depan kampanye pilpres AS tergantung ke kesehatan Donald Trump. Namun, ia melihat bahwa popularitas Trump makin surut usai debat capres dan kabar positif COVID-19. 

Berdasarkan polling NBC News/WSJ, pasangan Trump-Pence mendapat 39 persen dukungan, sedangkan Biden-Harris mendapat 53 persen. Sebelumnya, Trump mendapat 43 persen dan Biden 51 persen.

Didin turut menyorot bahwa Joe Biden unggul di hampir semua swing state seperti Georgia dan Iowa. Satu-satunya negara bagian yang masih dipegang Trump adalah Texas.

Prof. Aleksius dari UPH juga berkata pendukung Donald Trump akan tetap solid meski ia positif COVID-19. Aleksius berkata dukungan itu sudah tidak rasional lagi, melainkan emosional.

"Ini kan dukungan bukan rasional tapi lebih emosional. Dukungan yang tidak lagi mempertimbangkan pertimbangan rasional tapi asal dukung saja. Polarisasi yang terjadi. Dan itu adalah gejala yang umum terjadi kalau populisme melanda suatu demokrasi, suatu politik. Di Amerika begitu kelihatannya," jelasnya. 

Ia lantas melihat Donald Trump bakal menggunakan COVID ini sebagai cara unjuk gigi ke pendukungnya bahwa ia bisa mengalahkan virus. 

"Apalagi pendukung dia banyak orang uneducated, lebih banyak di desa, jadi mungkin sangat dipengaruhi oleh tampilan dia di media, dan meski dia di dalam rumah sakit, dia berusaha tampil untuk pendukungnya," kata Aleksius. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.