Sukses

PBB Sebut COVID-19 Berpotensi Rusak Progres Pencegahan Kematian Anak

Upaya menghapuskan kematian anak yang dapat dicegah berpotensi terancam, demikian menurut PBB.

Liputan6.com, Jakarta - Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) pada Rabu 9 September 2020 mengatakan bahwa pandemi COVID-19 berpotensi merusak kemajuan yang dicapai selama puluhan tahun, dalam upaya menghapuskan kematian anak yang dapat dicegah.

Seperti dikutip dari Xinhua, Kamis (10/9/2020), angka kematian anak usia di bawah lima tahun di dunia turun ke titik terendah pada 2019 lalu, dari 12,5 juta pada 1990 menjadi 5,2 juta. Demikian menurut perkiraan mortalitas baru yang dirilis sebuah kelompok antarlembaga yang terdiri dari UNICEF, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Divisi Populasi Departemen Ekonomi dan Masalah Sosial PBB, serta World Bank Group.

Namun setelahnya, beberapa survei yang dilakukan UNICEF dan WHO menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 menyebabkan gangguan besar dalam layanan kesehatan, yang dapat menjadikan kemajuan hasil kerja keras selama puluhan tahun itu sia-sia, sebut UNICEF dalam pernyataan persnya.

Sebuah survei yang dilakukan UNICEF dalam beberapa bulan terakhir di 77 negara menemukan bahwa hampir 68 persen negara melaporkan setidaknya ada sedikit gangguan dalam pemeriksaan kesehatan untuk anak-anak dan layanan imunisasi. Selain itu, 63 persen negara melaporkan gangguan dalam pemeriksaan prakelahiran dan 59 persen dalam pemeriksaan pascapersalinan.

Sementara itu, survei yang diprakarsai WHO di 105 negara baru-baru ini mengungkap bahwa 52 persen negara melaporkan gangguan dalam layanan kesehatan untuk pasien anak dan 51 persen dalam layanan untuk penanggulangan malnutrisi, menurut pernyataan pers tersebut.

Saksikan Juga Video Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Respons dari Hasil Survei

Berdasarkan respons dari negara-negara yang berpartisipasi dalam kedua survei, beberapa penyebab gangguan layanan kesehatan yang paling sering disebutkan meliputi orang tua yang menghindari pusat kesehatan karena khawatir tertular penyakit; pembatasan transportasi; penangguhan atau penutupan layanan dan fasilitas; berkurangnya petugas medis akibat pengalihan atau kekhawatiran atas infeksi yang disebabkan kurangnya alat pelindung diri (APD); dan kesulitan keuangan yang semakin parah.

Afghanistan, Bolivia, Kamerun, Republik Afrika Tengah, Libya, Madagaskar, Pakistan, Sudan, dan Yaman adalah beberapa negara yang terdampak paling parah, menurut kedua survei itu.

Tujuh dari sembilan negara tersebut mencatat tingkat mortalitas anak yang tinggi dengan lebih dari 50 kematian per 1.000 kelahiran hidup di kalangan anak-anak berusia di bawah lima tahun pada 2019.

"Pencapaian masyarakat global dalam mengeliminasi kematian anak yang dapat dicegah sudah terlalu jauh. Kita tidak boleh membiarkan pandemi COVID-19 menghentikan langkah kita," ujar Direktur Eksekutif UNICEF Henrietta Fore.

"Saat anak-anak tidak bisa mengakses layanan kesehatan karena sistem sudah terlalu penuh, dan saat wanita takut untuk bersalin di rumah sakit karena khawatir tertular penyakit, mereka juga berpotensi menjadi korban COVID-19," paparnya. "Tanpa investasi darurat untuk kembali mengoperasikan sistem dan layanan kesehatan yang terganggu, jutaan anak berusia di bawah lima tahun, terutama bayi, bisa kehilangan nyawa."

3 dari 3 halaman

Infografis Waspada Mutasi Virus Corona D614G dan Q677H

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.