Sukses

Sebelum Meledak, Ribuan Amonium Nitrat Ada di Pelabuhan Beirut Sejak 6 Tahun Lalu

Bahan Amonium Nitrat yang diduga sebagai penyebab ledakan besar di Lebanon, ternyata telah berada di pelabuhan Beirut selama enam tahun lamanya.

Liputan6.com, Beirut- Ratusan ton amonium nitrat, yang diduga pihak berwenang di Lebanon menyebabkan ledakan besar, dilaporkan telah disimpan dengan lalai di gudang pelabuhan Beirut setidaknya selama enam tahun.

Selama beberapa dekade, zat kristal tak berbau itu diketahui telah menyebabkan banyak ledakan industri.

Daya ledak amonium nitrat yang disimpan setara dengan setidaknya 1.200 ton TNT, menurut sebuah sumber keamanan, dimana hal itu menjelaskan bagaimana ledakan bisa berkekuatan seperti gempa bumi dan menghancurkan atau merusak banyak area kota, seperti dikutip dari AFP, Kamis (6/8/2020).

Menurut keterangan dari beberapa pejabat keamanan kepada AFP, otoritas pelabuhan dan pejabat bea cukai di Lebanon mengatahui adanya penyimpanan bahan-bahan kimia tersebut di pelabuhan.

Tak hanya itu, salah satu badan keamanan utama negara tersebut bahkan telah menyerukan agar bahan-bahan tersebut dipindahkan setelah diluncurkannya penyelidikan pada tahun lalu.

Namun, pihak berwenang diketahui tidak menghiraukan peringatan itu.

Tanggapan terkait penyimpanan bahan-bahan tersebut kini hanya saat Pemerintah Lebanon menetapkan semua pejabat pelabuhan Beirut yang terlibat dalam penyimpanan amonium nitrat dalam tahanan rumah, sehari setelah terjadinya insiden ledakan besar yang menewaskan 135 orang.

Dengan kerusakan akibat ledakan yang meluas di separuh area Beirut, kini menuai pertanyaan di publik luas, tentang bagaimana awalnya amonium nitrat yang jumlahnya begitu banyak bisa sampai di Beirut, dan mengapa disimpan di pelabuhan dengan waktu yang begitu lama.

Saksikan Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kronologi Penyimpanan Amonium Nitrat di Pelabuhan Beirut

Seorang pejabat keamanan yang enggan disebut namanya mengatakan kepada AFP, bahwa pada 2013, sekitar 2.750 ton amonium nitrat tiba di Lebanon di atas Kapal Rhosus, yang mulanya merupakan pelayaran dari Georgia dan menuju Mozambik.

Adapun laporan lainnya yang didapatkan dari platform pelacakan kapal, Marine Traffic, yang mengatakan bahwa kapal berbendera Moldova itu pertama kali tiba di pelabuhan Beirut, pada 20 November 2013 dan tidak pernah tampak meninggalkan pelabuhan.

Tetapi menurut firma hukum Lebanon, Baroudi & Associates, yang mewakili awak kapal, menyatakan bahwa Kapal Rhosus telah menghadapi "masalah teknis".

Firma hukum itu mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa "Setelah pemeriksaan pada kapal dari pihak pengendali pelabuhan negara, kapal itu dilarang berlayar."

Selain itu, keterangan dari beberapa pejabat keamanan kepada AFP juga memaparkan bahwa bahan-bahan kimia itu mulanya ditempatkan secara sementara di pelabuhan, tetapi kemudian adanya penangkapan oleh pihak berwenang menyusul gugatan yang diajukan oleh sebuah perusahaan Lebanon terhadap pemilik kapal.

Para pejabat juga menjelaskan bahwa amonium nitrat itu telah diturunkan oleh otoritas pelabuhan dan menyimpannya di gudang pelabuhan yang rusak dengan retakan di dindingnya, dan kapal tersebut telah tenggelam beberapa waktu kemudian karena kerusakan.

Hingga pada 2019, gudang itu mulai mengeluarkan bau yang aneh, dan menyebabkan pasukan keamanan meluncurkan penyelidikan yang menyimpulkan bahwa bahan kimia "berbahaya" perlu dipindahkan dari tempat itu.

Tak hanya itu, pasukan keamanan bahkan sudah mencatat bahwa kondisi dinding pada gudang sudah tidak layak, dan mendesak otoritas pelabuhan untuk memperbaikinya.

Tetapi sayangnya, sampai beberapa waktu terakhir, para pekerja tidak diberangkatkan atau mulai melakukan perbaikan yang mungkin membuat terjadinya ledakan.

3 dari 3 halaman

Surat Pernyataan Pemindahan yang Menuai Pro dan Kontra

Tidak lama setelah insiden ledakan besar di Beirut, Direktur Bea Cukai di Pelabuhan, Badri Daher, menerbitkan surat yang dikatakan telah ia kirim pada Desember 2017 ke jaksa penuntut Libanon, mengklaim bahwa surat itu adalah salah satu dari banyaknya yang dikirim ke pengadilan atas bahan kimia yang tersimpan.

Dalam surat yang dibuat pada 2017 itu, ia diyakini telah meminta agar bahan kimia berbahaya itu diekspor atau dijual ke perusahaan lokal Lebanon setelah pihak tentara menyatakan bahwa mereka tidak memerlukannya, tetapi tidak adanya respon yang tampak dari surat tersebut.

Tetapi, sumber dari pengadilan mengakui bahwa jaksa hanya terlibat dalam keputusan terkait apakah kapal pembawa amonium nitrat tersebut harus dilepaskan atau sebaliknya, dan tidak terlibat dalam isu yang berkaitan dengan penyimpanan bahan kimia itu.

Reporter investigasi spesialis korupsi di pelabuhan, Riad Kobaissi, dilaporkan menuding Daher hanya berusaha menangkis kesalahan dengan menerbitkan surat tersebut. Ia juga menyebutkan bahwa apa yang terjadi menunjukkan "tingkat korupsi dalam bea cukai pelabuhan Lebanon, yang merupakan salah satu badan utama yang memikul tanggung jawab" atas ledakan itu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.