Sukses

Selandia Baru Bikin Alat Deteksi Erupsi Gunung Api, Peringatan 16 Jam Sebelum

Para ilmuwan di Selandia Baru telah menemukan sistem peringatan yang bisa memprediksi ledakan White Island sebelum letusan gunung berapi.

Liputan6.com, Selandia Baru - Para ilmuwan di Selandia Baru telah menemukan sistem peringatan sebelum letusan gunung berapi. Mereka mengatakan itu adalah sistem yang bisa memprediksi ledakan mematikan White Island di tahun 2019.

Menurut laporan, pada tanggal 9 Desember 2019 lalu, 21 orang tewas setelah letusan White Island, yang juga dikenal sebagai Whakaari, ketika para wisatawan mengunjungi situs tersebut. Yang lainnya diberitakan mengalami luka parah.

Sebelumnya, Selandia Baru memang tidak memiliki sistem peringatan yang menunjukkan waktu yang tepat untuk letusan gunung berapi. Badan geosains negara itu, GNS Science, hanya mengandalkan sistem Volcano Alert Level (VAL) yang bekerja mengukur status gunung berapi saat ini, dengan pembaruan yang dikeluarkan setiap beberapa minggu atau bulan.

Sistem ini bergantung pada manusia untuk melihat aktivitas yang dapat memberi sinyal erupsi.

Sistem peringatan yang baru, yang dikembangkan oleh tim dari University of Auckland, menggunakan algoritma pembelajaran mesin yang mencerna data di dalamnya. Para peneliti mengatakan sistem ini mampu memberi sinyal hampir segera setelah sebuah pola cocok dengan awal dari letusan sebelumnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mampu Memprediksi Empat dari Lima Letusan

Mereka mengatakan bahwa berdasarkan data dari dekade terakhir White Island, sistem yang saat ini digunakan mampu memprediksi empat dari lima letusan terakhir. Sistem tersebut bisa memberikan peringatan 16 jam sebelum erupsi tahun lalu.

Tiga minggu sebelum letusan mematikan, tingkat aktivitas VAL dinaikkan ke Tingkat 2. Hal itu menunjukkan bahwa ada aktivitas volkanik meningkat, namun wisatawan masih dapat mengunjungi gunung.

Melansir ctvnews.ca Rabu (22/7/2020), David Dempsey dari Universitas Auckland mengatakan ledakan seismik yang kuat terjadi sekitar 17 jam sebelum ledakan. "Kami pikir ini adalah tanda bahwa cairan magmatik baru sedang naik dan menekan air yang terperangkap di batu dangkal dan endapan longgar lalu mengisi sela-sela batu dan endapan tersebut".

Dempsey, geosains yang juga terlibat dalam pengembangan sistem, mengatakan dalam sebuah pernyataan. "Ledakan yang dihasilkan itu seperti penekan yang akhirnya melepaskan tutupnya.

Ledakan seismik awal adalah indikasi paling umum dari erupsi dekat di Whakaari. "Itu tanda peringatan yang bisa dideteksi hampir secara instan oleh sistem peramalan yang telah kami kembangkan," katanya.

3 dari 3 halaman

Masih Memiliki Tingkat Ketidakpastian yang Tinggi

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Communications, sebuah prototipe dari sistem tersebut telah beroperasi selama lima bulan, dan pengembang mengatakan mereka bekerja untuk mengimplementasikannya bersama dengan sistem peringatan yang sudah ada.

Mereka berharap dapat membuat sistem ini mampu mempelajari sejarah letusan gunung berapi Selandia Baru lainnya, seperti Gunung Tongariro dan Gunung Ruapehu, yang keduanya mampu menarik puluhan ribu pengunjung dalam setahun.

Pemimpin tim vulkanologi GNS Science, Nico Fournier, menyambut baik niat penelitian tersebut, “tetapi mengingatkan bahwa teknik tersebut masih memiliki tingkat ketidakpastian yang tinggi", lapor Newald Herald.

"Peningkatan peluang erupsi tidak berarti sebuah kepastian bahwa itu akan terjadi," tambahnya. Menurut surat kabar, mencatat bahwa badan penelitian telah menambahkan teknik ke dataset dan menganalisis secara rutin digunakan.

Volkanologis di seluruh dunia menggunakan alat dan teknik baru, termasuk teknologi satelit dan AI, untuk melacak aktivitas gunung berapi, memprediksi tanda-tanda peringatan peningkatan aktivitas volkanik, dan meramalkan letusan yang akan segera terjadi serta kemungkinan bencana terkait lainnya seperti tanah longsor dan tsunami.

 

Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.