Sukses

Kemenangan Boris Johnson Picu Protes Demonstran

Kemenangan Boris Johnson menuai kontroversi dari masyarakat Inggris.

Liputan6.com, London - Boris Johnson kembali terpilih sebagai perdana menteri Inggris. Kendati demikian keputusan tersebut menuai kontra dari sejumlah masyarakat.

Penetapan itu memicu puluhan orang berkumpul di London, Jumat, 13 Desember 2019. Mereka menentang hasil pemilihan umum yang mengungguli Boris Johnson.

Pertaruhan Johnson pada pemilihan dini terbayar, ketika para pemilih memberi petahana Perdana Menteri Inggris itu mayoritas yang berkuasa di parlemen untuk membawa negara itu keluar dari Uni Eropa pada akhir Januari. Ini adalah hasil yang menentukan setelah lebih dari tiga tahun mengalami kebuntuan terkait Brexit. Demikian dikutip dari VOA Indonesia, Sabtu (14/12/2019).

Para demonstran berunjuk rasa di dekat kantor Perdana Menteri meneriakkan slogan-slogan, terhadap pemimpin yang baru terpilih itu dan partai Konservatif yang berkuasa.

"Saya kecewa dengan pemungutan suara Jeremy Corbyn dan Partai Buruh, tetapi sekarang bukan saatnya untuk menyerah, sekarang saatnya untuk turun ke jalan dan menyingkirkannya (Boris Johnson)," kata seorang pengunjuk rasa.

Janji Johnson untuk "menyelesaikan Brexit" dan meluasnya kegelisahan dengan gaya kepemimpinan ketua oposisi Jeremy Corbyn dan kebijakan sosialis, membuat Partai Konservatif mendapat 365 kursi di majelis rendah parlemen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kemenangan Partai Boris Johnson

Para pemimpin Uni Eropa menyampaikan kemenangan Partai Konservatif Perdana Menteri Boris Johnson dalam pemilu parlemen Inggris. Hal itu membuka jalan bagi terlaksananya Brexit pada bulan depan, 31 Januari 2020.

"Ini adalah hasil yang sangat jelas," Perdana Menteri Swedia Stefan Lofven mengatakan kepada awak media di Brussels, di mana para pemimpin Uni Eropa tengah mengadakan dua hari pertemuan seperti dikutip dari DW Indonesia, Jumat (13/12/2019).

"Itu menandakan kini kami akan menindaklanjuti proses pemisahan (Brexit). Kami sekarang memiliki 11 bulan untuk menyelesaikan kesepakatan (perjanjian dagang). Ini adalah waktu yang sangat singkat," kata Lofven.

Komisaris Perdagangan Internal Uni Eropa Thierry Breton mengatakan, Uni Eropa sekarang ingin "membangun ulang" hubungan dengan Inggris.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.