Sukses

PM Irak Abdul Mahdi Mundur dari Jabatan Dipicu Protes Berdarah

Perdana Menteri Irak, Abdul Mahdi mengajukan pengunduran diri setelah demonstrasi ricuh yang terus berlangsung di negara tersebut.

Liputan6.com, Baghdad - Kantor pemerintah Irak melaporkan bahwa Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi telah mengajukan surat pengunduran diri dari jabatannya. Langkah itu diambil setelah lebih dari 40 orang tewas dalam aksi demosntrasi anti-pemerintah yang berlangsung ricuh. 

Sementara itu, ulama Muslim Syiah Irak mengutuk penggunaan kekerasan pada demonstran, dan menyerukan keinginan adanya pemerintah baru. Demikian dikutip dari BBC, Sabtu (30/11/2019).

Sekretaris Umum PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa ia sangat khawatir atas berbagai laporan soal penggunaan amunisi langsung terhadap demonstran, serta menyerukan pengekangan secara maksimum. 

Saksikan Pilihan Video di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Alasan Abdul Mahdi Mengundurkan Diri

Pernyataan itu mengatakan bahwa dia akan mengajukan pengunduran dirinya ke parlemen sehingga anggota parlemen dapat memilih pemerintah baru.

Itu terjadi setelah Grand Ayatollah Ali al-Sistani menyerukan pemerintahan baru.

"Menanggapi panggilan ini, dan untuk memfasilitasi secepat mungkin, saya akan mengajukan kepada parlemen permintaan [untuk menerima] pengunduran diri saya dari kepemimpinan pemerintah saat ini," tulis pernyataan yang ditandatangani oleh Abdul Mahdi.

Pernyataan itu tidak menyebut kapan pengunduran pasti dirinya. Kendati demikian pada Minggu, 1 Desember, parlemen akan mengadakan sesi darurat untuk membahas krisis yang terjadi.

Sebelumnya, pada Jumat, 29 November, Ayatullah Sistani mengatakan pemerintah tampaknya "tidak dapat menangani peristiwa yang terjadi selama dua bulan terakhir".

"Parlemen, dari mana pemerintah saat ini muncul, harus mempertimbangkan kembali pilihannya dan melakukan apa yang menjadi kepentingan Irak," katanya dalam sambutan yang disampaikan oleh perwakilannya selama khotbah yang disiarkan televisi di kota Karbala.

Ayatollah mengatakan serangan terhadap demonstran "dilarang" dan juga mendesak demonstran untuk menghindari kekerasan dan menjadi pengacau.

Abdul Mahdi telah menawarkan pengunduran dirinya sebelumnya, tetapi intervensi oleh Ayatollah Sistani, orang yang paling berpengaruh di negara ini, membuat segalanya menjadi berbeda sekarang, editor BBC Timur Tengah Jeremy Bowen melaporkan.

Apa yang terjadi di Irak adalah bagian dari gelombang kerusuhan di seluruh wilayah, banyak di antaranya didorong oleh kemarahan orang-orang di bawah usia 30 yang muak dengan banyaknya pengangguran, layanan publik yang tidak dapat diandalkan dan apa yang mereka anggap sebagai korupsi oleh elit negara itu.

Abdul Mahdi sebelumnya telah memerintahkan penyelidikan atas kekerasan pada hari Kamis, 28 November di Provinsi Dhi Qar dan Najaf.

3 dari 4 halaman

Latar Belakang Aksi Protes

Abdul Mahdi baru memimpin Irak kurang lebih setahun yang lalu. Ia menjanjikan reformasi yang belum terwujud.

Anak muda Irak akhirnya turun ke jalan-jalan di kota Baghdad untuk pertama kalinya pada awal Oktober.

Protes pertama yang dimulai pada bulan Oktober, aksi tersebut berlangsung enam hari dan menewaskan 149 warga sipil. Karena itu, Abdul Mahdi berjanji untuk merombak kabinetnya dan memotong gaji para pejabat tinggi, dan juga mengumumkan skema untuk mengurangi pengangguran kaum muda.

Namun para pengunjuk rasa mengatakan tuntutan mereka belum dipenuhi dan kembali ke jalan pada akhir Oktober. Demonstrasi meningkat dan menyebar ke seluruh negeri setelah personel keamanan menanggapi dengan kekuatan mematikan.

Pada akhir Oktober, Abdul Mahdi menawarkan untuk mengundurkan diri jika para pihak dapat menyetujui penggantian.

4 dari 4 halaman

Demo yang Terakhir Terjadi

Pada Jumat, 29 November, setidaknya 15 orang tewas dalam bentrokan terkini di kota Nasiriya.

Para pemrotes telah merayakan pengumuman pengunduran diri Abdul Mahdi. Di Baghdad, seorang pemrotes bernama Hejar mengatakan kepada BBC bahwa itu adalah kemenangan bagi para pemrotes, tetapi masih ada lebih banyak tuntutan.

"Ini adalah permintaan pertama kami. Itu akan mengubah sesuatu. Kemudian permintaan kedua kami adalah untuk menutup parlemen. Kami berharap itu akan terjadi karena para pemuda kami sangat kuat dan mereka memegang kata-kata mereka, kami mengatakan bahwa kami akan tinggal di sini, "katanya.

Hejar mengatakan pengunjuk rasa akan tetap berada di jalan meskipun menggunakan kekuatan mematikan terhadap mereka.

"Sulit bagi kami, seperti sulit bagi semua orang untuk melihat bagaimana pasukan keamanan berurusan dengan kami, bagaimana mereka membunuh kami dengan gas air mata, amunisi langsung. Dan itu menghancurkan kami, tetapi kami kuat dan kami akan berdiri diam dan menuntut apa yang tepat untuk kami juga," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.