Sukses

Astronom Klaim Temukan 3 Lubang Hitam Raksasa yang Bergabung Jadi Satu

Astronom amatir mengaku telah merekam tiga Lubang Hitam Supermasif yang sedang menyatu.

Liputan6.com, California - Para astronom amatir mengklaim telah menemukan trio Lubang Hitam Supermasif (supermassive black hole) yang saling mengunci untuk kemudian melebur menjadi satu.

Tim pengamat internasional percaya bahwa mereka menyaksikan 'sistem triple' langka galaksi dengan Lubang Hitam Supermasif di intinya.

Setiap Lubang Hitam tersebut kemungkinan memancarkan gelombang gravitasi yang sangat besar saat ketiganya saling berputar.

Lubang Hitam Supermasif tersebut membentuk sistem raksasa bernama SDSS J0849+1114, yang diyakini terbuat dari tiga Lubang Hitam yang terkunci di orbit.

Lubang Hitam Supermasif dapat ditemukan bersembunyi di pusat sebagian besar galaksi, entah itu galaksi aktif atau tidak aktif.

Tiga Lubang Hitam tersebut diyakini bersembunyi di SDSS J0849+1114 yang aktif. Itu artinya, Lubang Hitam ini bersinar cerah ketika 'mengunyah' sesuatu yang berada di dekatnya.

Meski demikian, para pengamat tidak mengetahui bagaimana nasib tiga Lubang Hitam itu. Ketiganya mungkin perlahan-lahan membentuk sistem rangkap tiga yang terikat erat selama beberapa miliar tahun ke depan dan selamanya saling mengorbit.

Lubang-lubang tersebut juga dapat berakhir dengan masing-masing terlempar keluar dari sistem. Selain itu, para ilmuwan tidak benar-benar tahu apakah ketiga Lubang Hitam Supermasif ini menyatu untuk membentuk satu binatang besar atau hanya tak sengaja 'terjebak dalam pusaran galaksi yang hampir tak ada habisnya' setelah mereka diikat oleh gravitasi.

"Adalah hal yang sangat memalukan bagi astronomi, karena kami tidak mengetahui penggabungan Lubang Hitam Supermasif ini," kata co-author studi itu, Jenny Greene, seorang profesor ilmu astrofisika di Princeton.

Ia menambahkan, seperti dikutip dari Metro.co.uk pada Selasa (30/7/2019): "Untuk semua ahli fisika Lubang Hitam, pengamatan itu adalah teka-teki lama yang harus kita pecahkan."

Lubang Hitam Supermasif memiliki kepadatan jutaan atau miliaran matahari dan sebagian besar galaksi --satu galaksi mempunyai setidaknya sebuah Lubang Hitam di inti galaksi.

Ketika galaksi bertabrakan, Lubang Hitam bertemu dan mulai mengelilingi satu sama lain, tetapi tampaknya berhenti sekitar 1 parsec, yaitu sekitar 3,2 tahun cahaya.

Perlambatan ini kemungkinan berlangsung tanpa batas waktu. Hanya kelompok Lubang Hitam yang sangat langka --yang terdiri dari tiga Lubang Hitam Supermasif atau lebih-- yang mampu menghasilkan merger.

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Ahli Tak Pernah Menemukan Merger Lubang Hitam

Banyak astronom berpendapat bahwa sulit untuk memahami besarnya Lubang Hitam Supermasif, jenis objek khusus yang berada di pusat galaksi besar dan dapat tumbuh hingga miliaran kali massa matahari.

Tapi menurut mereka, yang lebih mengejutkan lagi adalah membayangkan semburan kosmik layaknya kembang api raksasa ketika dua Lubang Hitam saling menabrak dan melebur menjadi satu.

"Ketika objek-objek ini bergabung, ada lebih banyak energi yang dihasilkan daripada seluruh alam semesta yang menyatu," kata Paul McNamara, seorang ilmuwan di European Space Agency (ESA), seperti dikutip dari The Verge, Minggu, 26 Mei 2019.

Kendati demikian, para ilmuwan tidak pernah secara langsung menyaksikan merger Lubang Hitam Supermasif. Karena alasan inilah, McNamara dan rekan-rekannya berencana untuk mengubah itu dalam beberapa dekade mendatang, dengan dua observatorium ruang angkasa generasi terkini, menurut rilis ESA yang diterbitkan pada hari Kamis, 23 Mei 2019.

Misi tersebut, yang melibatkan Advanced Telescope for High-Energy Astrophysics (Athena) dan Laser Interferometer Space Antenna (LISA), belum pernah dilakukan sebelumnya.

Athena, yang saat ini sedang dipersiapkan untuk peluncuran 2031, akan menjadi observatorium sinar-X terbesar yang pernah dibuat, yang mampu menemukan sumber energi tinggi dengan kekuatan 100 kali ketepatan misi masa lalu (precision of past missions).

Sedangan LISA, yang dijadwalkan untuk lepas landas pada tahun 2034, adalah rasi bintang tiga satelit yang bakal terbang 1,5 juta mil terpisah dalam orbit yang membuntuti jalur revolusi Bumi.

LISA akan menjadi pendeteksi gelombang gravitasi pertama di ruang angkasa, yang diharapkan bisa mendengar getaran-getaran pada struktur ruang-waktu yang dihasilkan oleh peristiwa kosmik, seperti tabrakan Lubang Hitam Supermasif.

3 dari 3 halaman

Butuh Waktu Lama

Meski demikian, diperlukan lebih dari satu dekade untuk mengembangkan misi-misi lanjutan itu.

"Jika ada objek-objek ini yang menyatu di alam semesta, LISA akan mendeteksi mereka," kata McNamara, yang ada di tim LISA dari ESA. "Kita dapat mengukur benda-benda antariksa ini melampaui apa yang kita sebut fajar kosmik, sebelum bintang-bintang pertama di alam semesta tercipta."

LISA dirancang untuk mengambil gelombang gravitasi frekuensi rendah dari lubang hitam yang mengandung jutaan atau miliaran massa matahari.

Setelah LISA mendeteksi gelombang yang dikeluarkan oleh dua lubang hitam supermasif, para ilmuwan ESA dapat mengarahkan Athena ke bagian langit itu dan menangkap ledakan radiasi energi tinggi dari penggabungan ini.

Kombinasi dari bukti pengamatan ini dikenal sebagai multi-messenger astronomi. Menerapkannya pada penyatuan lubang hitam supermasif dapat membantu menyelesaikan misteri besar tentang alam semesta, seperti "mengapa beberapa inti galaksi jauh lebih aktif dan bercahaya daripada yang lain".

"Jika kita dapat menentukan sumbernya, kita mungkin benar-benar melihat salah satu dari galaksi-galaksi aktif itu yang hidup," ujar McNamara. "Saat ini, kami tidak tahu bagaimana atau mengapa hal tersebut terjadi."

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.