Sukses

Dukung Oposisi, Donald Trump Jatuhkan Sanksi ke Perusahaan Migas Venezuela

Pemerintahan Donald Trump menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan minyak Venezuela sebagai bentuk tekanan lanjutan kepada Nicolas Maduro.

Liputan6.com, Caracas - Pemerintahan Donald Trump terus memberi tekanan kepada presiden Venezuela, Nicolás Maduro, di mana kali ini bentuknya berupa sanksi terhadap raksasa minyak negara itu, PDVSA.

Kebijakan itu, menurut penasehat keamanan nasional Amerika Serikat (AS), John Bolton, merupakan sebagian upaya untuk melawan ancaman strategis dari Kuba dan Iran, demikian sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Selasa (29/1/2019).

Dalam sebuah arahan di Gedung Putih, menteri keuangan AS, Steve Mnuchin, mengatakan kepada para wartawan bahwa sanksi tersebut akan menghukum "mereka yang bertanggung jawab atas penurunan kualitas hidup di Venezuela", dan mendorong Juan Guaido, --pemimpin oposisi yang pekan lalu mengklaim sebagai presiden sementara-- sah memimpin negeri kayak minyak di Amerika Latin itu.

"Ini adalah tragedi besar yang memicu krisis kemanusiaan di negara dengan sumber daya melimpah," kata Mnuchin.

Sanksi --yang mewakili langkah ekonomi terberat AS terhadap Maduro saat ini-- muncul lima hari setelah deklarasi dramatis Guaido memicu krisis politik terbaru di Venezuela.

John Bolton mengatakan bahwa aset senilai US$ 7 miliar (setara Rp 98,6 triliun) milik PDVSA segera diblokir, sebagai akibat dari sanksi terkait.

Selain itu, perusahaan tersebut juga akan kehilangan sekitar US$ 11 miliar (setara Rp 154 triliun) potensi nilai ekspor minyak Venezuela selama setahun ke depan.

Bolton mengatakan sanksi itu merupakan upaya untuk meringankan "kemiskinan dan kelaparan serta krisis kemanusiaan" yang tengah mencengkeram Venezuela, dan menghentikan "Maduro dan kroni-kroninya" menjarah aset rakyat setempat.

Namun, ia juga mengakui bahwa kepentingan strategis AS ikut berperan, termasuk kekhawatiran tentang keberadaan dan aktivitas musuh Negeri Paman Sam di kawasan itu.

"Kami pikir stabilitas dan demokrasi di Venezuela adalah kepentingan nasional langsung Amerika Serikat saat ini," kata Bolton kepada wartawan. "Rezim otoriter Chavez dan Maduro telah memungkinkan penetrasi oleh musuh-musuh Amerika Serikat, termasuk Kuba."

"Beberapa orang menyebut negara itu 'Cubazuela', di mana mencerminkan cengkeraman yang dimiliki militer dan pasukan keamanan Kuba terhadap rezim Maduro. Kami pikir itu adalah ancaman signifikan yang strategis bagi Amerika Serikat dan ada juga yang lain, termasuk kepentingan Iran dalam simpanan uranium Venezuela," ujar Bolton menambahkan.

 

Simak video pilihan  berikut: 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Potensi Pengerahan Militer AS

Di lain pihak, Nicolas Maduro membalas dalam sebuah siaran langsung dari istana presiden Miraflores di Caracas.

"Kelompok ekstremis yang menyerbu Gedung Putih ini tidak memiliki batas," katanya, seraya menyebut bahwa pemerintahan Donald Trump tidak layak mengurusi Venezuela.

Dalam salinan pidato yang disiarkan oleh televisi nasional Venezuela, Maduro menuduh Bolton dan Trump berusaha untuk menghancurkan pemerintahan "Bolivarian" sayap kirinya, melalui kudeta yang berisiko menjerumuskan negara itu ke dalam konflik.

Amir Richani, seorang analis Amerika Latin pada lembaga ClipperData, yang melacak pengiriman sumber energi global, mengatakan sanksi AS dimaksudkan "untuk melanjutkan kesulitan pemerintah Maduro", dan membuatnya berpikir dua kali untuk melanjutkan kekuasaannya.

AS adalah importir terbesar minyak mentah Venezuela, diikuti oleh India dan China, di mana tahun lalu mengimpor rata-rata sekitar 500.000 barel per hari.

Richani mengatakan sanksi tersebut mengindikasikan Gedung Putih telah memutuskan untuk "habis-habisan" menyerang Maduro: "Ini adalah situasi yang sangat berbahaya bagi Caracas."

Catatan yang dibawa Bolton saat berbicara di hadapan publik baru-baru ini, mengisyaratkan betapa berbahayanya sanksi AS. Sebuah saksi anonim mengatakan bahwa salah satu tulisan tangan di lembar pidatonya berbunyi: "5.000 tentara disiapkan di Kolombia".

Ditanya apakah ada kemungkinan pasukan AS terlibat dalam krisis Venezuela, Bolton menjawab: "Begini, presiden telah membuatnya sangat jelas dalam hal ini, bahwa semua opsi ada di atas meja. Setiap kekerasan terhadap Guaido, oposisi Venezuela atau Staf diplomatik AS akan disambut oleh respons yang signifikan."

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.