Sukses

Masalah Kesehatan Jiwa Intai 12 Remaja yang Terjebak di Gua Thailand

Ahli meninjau bagaimana pengalaman menakutkan yang dialami 12 remaja yang terjebak di gua Thailand mungkin dapat memicu aspek emosional dan psikologis mereka.

Liputan6.com, Bangkok - Dengan trauma terperangkap di dalam kompleks gua Tham Luang, Thailand yang terendam banjir menghantui mereka, 12 remaja anggota tim sepak bola "Wild Boars" dikabarkan menghadapi tantangan baru, yakni sisa-sisa stres emosional dan psikologis.

Sejumlah ahli kesehatan jiwa kini meninjau bagaimana pengalaman mereka yang menakutkan bisa mempengaruhi kehidupan mereka. Demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (19/7/2018).

Para psikiater dan psikolog mengatakan pada hari-hari dan bulan-bulan mendatang , keluarga para 12 remaja Thailand yang terperangkap diminta untuk tetap waspada sementara kehidupan normal berlangsung kembali seperti biasa.

Beberapa dokter juga mengatakan fakta bahwa 12 anak-anak itu tidak dipisahkan dan tetap bersama dengan satu pelatihnya saat terjebak, akan meningkatkan persahabatan dan menambah semangat para remaja Thailand itu.

Namun, pengalaman ekstrem bisa menyebabkan perubahan dalam otak mereka yang dapat menyebabkan perubahan perilaku, kata psikiater forensik Neil Greenberg.

12 anak laki-laki dan pelatih sepak bola mereka, yang diselamatkan dari gua banjir di Thailand tampil ke muka publik untuk pertama kalinya di Chiang Rai, Rabu (18/7). Mereka memasuki ruang konferensi pers dengan memakai seragam. (LILLIAN SUWANRUMPHA /AFP)

"Seseorang yang melakukan tindakan beresiko tinggi misalnya bisa memutuskan akan menempuh risiko risiko yang lebih ringan. Itu bisa terjadi, tetapi kita juga mungkin akan menyaksikan hal sebaliknya, di mana sebenarnya seseorang yang sebelumnya tidak mengira bisa mengatasi situasi seperti ini akan menyadari mereka bisa, dan mungkin benar-benar meningkatkan keteguhan mereka," ujar Greenberg.

Di sisi lain, spesialis trauma anak Andrea Danese mengatakan sebagian dari 12 remaja Thailand itu bisa mulai mengalami depresi, gangguan kecemasan dan masalah kesehatan jiwa lainnya, yang disebabkan oleh stres tersebut.

"Saya kira kalaupun tidak semua namun sebagian besar dari mereka, akan mengalami beberapa gejala emosional yang dialami ketika di dalam gua dan gejala ini masih tersisa ketika mereka sudah diselematkan dan berada di luar. Ini sangat normal dan merupakan respon biasa terhadap pengalaman yang traumatis," kata Danese.

 

Simak video pilihan berikut:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengakuan Penyelam

Banjir menjebak 12 remaja siswa sekolah dan pelatih sepak bola mereka di sebuah gua di Chiang Rai, Thailand. Bertahan hidup selama sembilan hari di sebuah ceruk, keberadaan mereka akhirnya ditemukan oleh penyelam asal Inggris.

Belakangan, mereka berhasil dievakuasi melalui operasi penyelamatan dramatis yang melibatkan tim gabungan dari Thailand dan sejumlah negara.

Pensiunan petugas pemadam kebakaran Rick Stanton dan rekannya sesama penyelam, John Volanthen menceritakan detik-detik pertama saat ia menemukan 13 orang yang terjebak dalam gua tersebut.

"Awalnya, tentu saja, saya gembira dan lega menemukan mereka dalam kondisi hidup. Ketika mereka turun dari liang tempat bertengger, kami menghitung satu per satu, jumlahnya pas 13 orang. Sungguh luar biasa," kata Stanton dalam konferensi pers di Bandara Heathrow, di pinggiran London, seperti dikutip dari CNN, Sabtu 14 Juli 2018.

Stanton mengisahkan, mereka memberikan tambahan penerangan pada para korban yang terjebak dalam gua di Thailand.

"Semua dalam kondisi baik. Saat meninggalkan mereka, yang terbesit dalam pikiran kami adalah bagaimana cara untuk mengevakuasi para korban. Ketidakpastian membayangi," tambah Stanton, yang menolak untuk menjelaskan lebih rinci tentang proses evakuasi 12 anggota tim sepak bola dan pelatih mereka.

Ia hanya menyebut, masker selam yang menutupi seluruh wajah (full face mask) berperan penting dalam misi penyelamatan. Pun dengan persediaan oksigen yang memungkinkan mereka bernapas. Para korban harus rileks dan tak merasa cemas selama proses evakuasi.

"Ada banyak kekacauan yang terjadi, namun kami berorientasi pada tugas, fokus. Segala hal negatif harus disingkirkan agar bisa melaksanakan pekerjaan dengan baik, langkah demi langkah, hingga sukses diraih."

Stanton menyebut, ia dan tim penyelam lain bukanlah pahlawan. "Kami hanya menggunakan keahlian yang kami miliki, yang biasanya dilakukan demi kepentingan sendiri, dan terkadang menggunakannya untuk orang lain."

Sementara itu, penyelam lainnya, Chris Jewell mengungkapkan situasi saat itu sangat menantang. "Di tengah visibilitas yang buruk, kami bertanggung jawab pada nyawa manusia lain," kata dia.

Ia menambahkan, pihak berwenang Thailand berupaya keras untuk mengalihkan aliran sungai di puncak gunung. Hal tersebut, menurut Jewell, menyediakan waktu yang cukup sehingga proses evakuasi bisa dilakukan.

Sebanyak 13 orang yang terjebak berhasil diselamatkan, namun seorang korban nyawa jatuh dalam misi evakuasi. Penyelam angkatan laut Thailand, Saman Kunan meninggal dunia di tengah operasi penyelamatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.