Sukses

Jika Orang dengan Disabilitas Wicara atau Bisu Ingin Masuk Islam, Bagaimana Cara Syahadatnya?

Syahadat adalah salah satu langkah pertama dalam memeluk agama Islam, bagaimana jika tak bisa mengucakpannya secara lisan?

Liputan6.com, Jakarta - Setiap orang berhak untuk memeluk agama Islam termasuk penyandang disabilitas.

Untuk menjadi seorang Muslim, setiap orang perlu melalui sebuah proses yang di dalamnya ada pengucapan dua kalimat syahadat. Biasanya, ini dipandu oleh ustaz dan disaksikan oleh Muslim lainnya.

Lantas, bagaimana jika orang yang ingin masuk Islam itu tidak dapat mengucap dua kalimat syahadat secara verbal lantaran menyandang disabilitas wicara?

Melansir laman Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI), syahadat adalah salah satu langkah pertama dalam memeluk agama Islam.

Namun, jika orang dengan disabilitas wicara atau bisu tidak memungkinkan untuk mengucap syahadat secara verbal, maka Islam memperbolehkan untuk syahadat dengan bahasa isyarat.

“Orang bisu yang ingin masuk Islam dapat mengucapkan dua kalimat syahadat dengan bahasa isyarat,” tulis Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam mengutip laman Kemenag, Senin (5/8/2024).

Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi dalam kitab Raudhah al-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin. Jika bahasa isyaratnya dapat dimengerti, maka keislamannya langsung dinilai sah tanpa harus menunggu melaksanakan shalat terlebih dahulu.

Namun, jika bahasa isyaratnya tidak dapat dimengerti, maka diwajibkan mengerjakan shalat untuk keabsahan keislamannya.

2 dari 4 halaman

2 Pendapat Soal Syahadat dengan Bahasa Isyarat

Berikut perkataan Imam Nawawi dalam kitab Raudhah al-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin;

فرع: ويصح اسلام الأخرس بالاشارة المفهمة وقيل لا يحكم باسلامه الا اذا صلى بعد الاشارة وهو ظاهر نصه في الام والصحيح المعروف الاول وحمل النص على ما اذا لم تكن الاشارة مفهمة

"Masalah cabang; dinilai sah keislaman orang yang bisu dengan menggunakan bahasa isyarat yang dapat dimengerti. Dalam pendapat lain dikatakan bahwa keislamannya tidak diakui kecuali dia melaksanakan shalat setelah berikrar dengan bahasa isyarat.”

“Ini adalah zahir pendapat Imam Syafi'i yang terdapat dalam kitab al-Umm. Pendapat yang benar dan dikenal adalah pendapat yang pertama. Sementara pendapat Imam Syafi'i itu mesti dipahami dalam konteks ketika bahasa isyarat tidak dapat dimengerti,” jelas Imam Nawawi.

3 dari 4 halaman

Menurut Imam Nawawi

Berdasarkan pendapat Imam Nawawi, keislaman orang bisu yang mengikrarkan dua kalimat syahadat dengan bahasa isyarat yang dapat dimengerti adalah sah dan diterima.

Hal ini didasarkan pada kaidah fikih al-masyaqqah tajlibut taysir (kesukaran dapat melahirkan kemudahan). Orang bisu tidak dapat mengucapkan dua kalimat syahadat secara lisan karena keterbatasannya, maka ia diperbolehkan menggunakan bahasa isyarat sebagai pengganti.

4 dari 4 halaman

Menurut Imam Syafi’i

Sedangkan pendapat Imam Syafi'i yang menyatakan bahwa keislaman orang bisu tidak diakui kecuali setelah melaksanakan shalat dinilai kurang tepat.

Pasalnya, shalat adalah ibadah yang bersifat fardhu 'ain, sedangkan keislaman adalah syarat sahnya ibadah. Oleh karena itu, keislaman seseorang tidak dapat bergantung pada pelaksanaan shalat.

“Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keislaman orang bisu yang mengikrarkan dua kalimat syahadat dengan bahasa isyarat yang dapat dimengerti adalah sah dan diterima, tanpa harus menunggu pelaksanaan shalat terlebih dahulu,” kata Tim Layanan Syariah, Ditjen Bimas Islam Kemenag RI.