Sukses

Waspada, Katarak Bisa Berujung pada Disabilitas Netra

Direktur Utama RS Mata JEC Kedoya, DR. Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K) mengatakan bahwa katarak dapat berujung pada kondisi disabilitas netra.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama RS Mata JEC Kedoya, DR. Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K) mengatakan bahwa katarak dapat berujung pada kondisi disabilitas netra.

“Apakah katarak bisa berujung pada disabilitas netra atau kebutaan permanen? Bisa, jadi katarak makin lama makin tebal hingga menjadi kebutaan,” kata Setiyo dalam konferensi pers Senin (24/5/2022).

Ia menambahkan, kebutaan tidak selalu diartikan sebagai penglihatan jadi gelap gulita. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan, ketika orang tidak bisa melihat lebih dari jarak 3 meter saja maka itu sudah termasuk kebutaan.

“Misalnya, orang hanya bisa melihat satu meter tapi dia tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari akibat kondisi itu, itu termasuk dalam kebutaan menurut definisi WHO.”

“Jadi katarak bisa menyebabkan kebutaan kalau tidak dilakukan operasi dan kebutaan permanen juga bisa kalau tidak dilakukan apa-apa, karena kataraknya semakin tebal,” katanya.

Lantas, dalam kurun waktu berapa lama kondisi katarak bisa sampai ke titik paling parah?

Menanggapi pertanyaan tersebut, dokter spesialis mata konsultan bedah katarak dan refraktif JEC ini juga mengatakan bahwa ini tidak dapat diprediksi karena akan berbeda bagi setiap orang.

“Ini kita tidak bisa prediksi karena setiap orang tidak selalu sama perkembangan atau peningkatan gradasi kataraknya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Prevalensi Katarak

Pada pasien katarak, ada yang usia kepala lima tapi gradasi kataraknya masih tipis. Ada pula yang di bawah usia 50 tapi kataraknya sudah tebal, lanjut Setiyo.

“Kenapa? Dengan adanya penyakit gula, penebalan kataraknya semakin cepat, apalagi jika gula tidak terkontrol. Kemudian, pada orang-orang dengan minus tinggi cenderung mengalami penebalan katarak yang lebih cepat, sehingga kurun waktu perparahan katarak setiap orang tidak bisa kita prediksi.”

Sebelumnya, WHO mencatat secara global setidaknya ada 2,2 miliar orang memiliki gangguan penglihatan termasuk katarak.

Katarak merupakan gangguan yang membuat lensa mata keruh sehingga penglihatan menjadi buram. Penyakit ini memicu terjadinya penurunan penglihatan dan kesehatan mata yang pada akhirnya dapat memengaruhi kualitas hidup bahkan berdampak pada ekonomi dan sosial.

Prevalensi penyakit ini meningkat seiring dengan bertambahnya usia populasi dunia dan perubahan gaya hidup.

Ini terjadi pada 94 juta orang secara global. Menurut Data Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) tahun 2020, sebanyak 8 juta orang mengalami gangguan penglihatan dan 81,2 persennya disebabkan oleh katarak.

3 dari 4 halaman

Harus Segera Ditangani

Data WHO pada 2020 juga menunjukkan, sebanyak 1 milyar orang di dunia memiliki gangguan penglihatan yang dapat dicegah atau belum ditangani.

 “Gangguan penglihatan masih menjadi masalah kesehatan yang terpenting di Indonesia. Salah satu yang menjadi momok terbesar dari gangguan penglihatan itu sendiri adalah katarak,” kata Spesialis Mata Konsultan Bedah Katarak & Refraktif JEC dan Direktur Utama RS Mata JEC Kedoya, DR. Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K) dalam konferensi pers Senin (23/5/2022).

Ia menambahkan, individu dengan katarak harus segera ditangani dengan melakukan tindakan operasi yang mudah dan efisien. Di sisi lain, harga juga harus terjangkau dan layanannya tersedia di seluruh sentra kesehatan mata di Indonesia.

“Sehingga pasien dapat kembali menikmati penglihatannya secara optimal.”

Untuk menangani katarak, pasien perlu menjalani operasi. Tindakan operasi katarak kerap dilakukan dengan ekstraksi lensa katarak menggunakan mesin fakoemulsifikasi dan mengimplantasi lensa intraokular (intraocular lens/IOL).

Saat ini, teknologi terbaru seperti CALLISTO Eye mampu memberikan panduan gambaran (image guided) dalam pemasangan/implantasi IOL torik penderita katarak dan astigmatisme (silinder).

4 dari 4 halaman

Penanganan Katarak

JEC Eye Hospitals and Clinics telah memiliki sistem operasi dengan image guided CALLISTO Eye® sejak 2019. Diperkuat dengan teknologi mutakhir, CALLISTO Eye® menjadikan operasi katarak  dan astigmatisme dapat dilakukan secara singkat, efisien, presisi dan akurat.

“Di JEC Eye Hospitals and Clinics, kami mempersembahkan  CALLISTO Eye® di RS Mata JEC@Kedoya dan RS Mata JEC@Menteng bagi para pasien penyandang katarak dan astigmatisme di Indonesia.”

“Dengan modalitas tindakan operasi yang mutakhir tersebut, kami berharap dapat mengurangi masalah kebutaan yang terjadi di negara ini,”ujar Dr Johan Hutauruk, SpM(K), Presiden Direktur JEC Eye Hospitals and Clinics mengutip keterangan pers.

Sejauh ini, dikarenakan harga instrumen image guided system sangat mahal, ketersediaan instrumen tersebut sangat terbatas untuk dimiliki oleh fasilitas kesehatan di Indonesia. Akibatnya, penanganan pasien katarak dengan gangguan refraksi astigmatisme belum optimal.

Memahami situasi itu,  Setiyo Budi Riyanto memberikan solusi lain dalam penanganan mata katarak dan gangguan refraksi astigmatisme. Yaitu dengan menggagas pendekatan baru implantasi IOL torik dengan metode biomikroskopi slit lamp yang biasa dipakai oleh semua dokter spesialis mata dalam praktik sehari-hari. 

Penelitian ini tertuang dalam disertasi berjudul "Akurasi dan Efektivitas Penentuan Aksis IOL Torik pada Meridian Kornea antara Metode Manual Biomikroskopi Slit Lamp terhadap CALLISTO Eye® Image Guided System pada Operasi Katarak dengan Teknik Fakoemulsifikasi.”

Penelitian yang terdiri atas dua fase ini berlangsung mulai Desember 2019 hingga Juli 2021 dengan melibatkan 42 mata dari 34 pasien katarak disertai astigmatisme ≥ 1.00 Dioptri (D).

“Penelitian ini bertujuan untuk memberikan solusi bagi penyandang katarak dan gangguan refraksi astigmatisme untuk melakukan tindakan operasi yang lebih terjangkau dan juga mampu memberikan hasil yang optimal,” kata Setiyo.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.