Sukses

Terinspirasi Sang Kakak yang Down Syndrome, Amanda Bermimpi Ingin Beri Terapi untuk Anak ABK

Memiliki saudara kandung yang mengidap down syndrome pasti ada cerita tersendiri. Amanda, salah satunya, ia memiliki kakak bernama Ratri (20) yang dekat dengannya.

Liputan6.com, Jakarta Memiliki saudara kandung yang mengidap down syndrome pasti ada cerita tersendiri. Amanda, salah satunya, ia memiliki kakak bernama Ratri (20) yang dekat dengannya.

Amanda menceritakan kebersamaannya dengan sang kakak dalam acara webinar yang bertajuk berbagi cerita bersama down syndrome siblings yang diselenggarakan organisasi Persatuan Anak Dengan Down Syndrome (POTADS).

"Saya itu tahu kakak down syndrome saat TK sekitar umur 5 tahun, kami sekolah di satu TK inklusi jadi itu sekolah percampuran regular dan berkebutuhan khusus. Saat itu sempat bertanya dengan ibu ‘Kok kakak terapi aku enggak,? Aku juga mau.’ Dan kemudian ibu menjawab kakak memang harus memiliki kemampuan untuk dapat berkembang kaya anak lain. Terus saat SD, saya baru lebih mengerti. Saya bisa ngelihat mereka memiliki kelebihan sendiri yg belum tentu kita punya dan kita mampu," ujar Amanda.

Setelah itu, Amanda mengatakan, ia akhirnya bisa menerima kondisi kakaknya. Namun ia mengakui kalau ibunya sangat berpengaruh untuk selalu menyayangi kakaknya.

"Ia mungkin memiliki kekurangan tapi tidak sepatutnya dicuekin malah harus disayang. Pengalaman ketemu anak down syndrome di POTADS juga menggerakan hati untuk lebih sayang dengan kakakku. Proses penerimaannya sih bisa dibilang cepet, sekitar kelas 2/3 SD aku udah bisa mulai paham kalau down synndrome tuh gini," katanya.

 

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Impian Amanda

Kendati sang kakak sering mendapat perhatian lebih karena down syndrome, Amanda terkadang merasa iri. Namun, ia paham betul bahwa kakaknya lebih banyak butuh pendampingan orangtua ketimbang dirinya.

"Aku bisa ngerti sih karena kakak butuh pengertian dan pendidik yg lebih. Karena ada kekurangan gabisa ini itu jd perlu dibimbing. Kalau ditanya iri atau ga iri aku sih lebih ke gak iri ya. Tapi, ya pernah sih sometimes," katanya.

Amanda bersyukur, meskipun ia memiliki saudara yang memiliki down syndrome ia tetap memiliki me time. "Kayak setelah pulang sekolah dan weekend, aku cukup mendapatkan me time. Untuk hambatan sih aku nggak terlalu besar buat aku karena dari kecil aku sudah dibiasakan mandiri, misalnya SMP aku pulang sndiri karena mama jaga kakak. Harus ada orang di rumah untuk jagain kakak karena nggak bisa tinggal jadi mnurutku itu bukan hambatan yang besar. Hal itu bisa bikin aku jadi mandiri."

Berada di lingkungan yang teredukasi dengan down syndrome membuat Amanda memiliki memiliki impian yang cukup menarik. Ia merasa anak berkebutuhan khusus itu hebat sehingga ia ingin bisa mengedukasi orang lain untuk lingkungan yang lebih luas. 

"Sebenarnya dari dulu aku juga punya cita-cita untuk membuat semacam terapi untuk anak- anak down syndrome. Untuk saat ini di daerah pedalaman masih sulit. Jadi aku pnya cita-cita untuk membuat terapi," pungkasnya.

 

(Vania Accalia)

3 dari 3 halaman

Infografis Plus Minus Belajar dari Rumah Secara Online

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.