Sukses

7 Pertanyaan yang Sering Dilontarkan Soal Masalah Motorik pada Anak Autisme

Terlepas dari prevalensinya, masalah motorik tidak dianggap sebagai ciri utama autisme, karena masalah tersebut juga terjadi dengan kondisi lain.

Liputan6.com, Jakarta Ahli memperkirakan sekitar 87 persen anak autisme memiliki semacam kesulitan motorik. Mulai dari gaya berjalan yang tidak biasa hingga masalah dengan tulisan tangan. Masalah ini berbeda dari perilaku berulang yang dianggap sebagai ciri autisme. Namun, terlepas dari prevalensinya, masalah motorik tidak dianggap sebagai ciri utama autisme, karena masalah tersebut juga terjadi dengan kondisi lain, seperti down syndrome, cerebral palsy, dan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).

Berikut ini jawaban dari beberapa pertanyaan yang paling sering ditemukan oleh para ahli terkait masalah motorik pada orang yang memiliki autisme, dilansir dari Spectrum.

1. Jenis masalah motorik apa yang dimiliki orang dengan autisme?

Beberapa mungkin memiliki masalah motorik kasar, seperti gaya berjalan yang canggung dan tidak terkoordinasi dan beberapa kesulitan dengan kontrol motorik halus, seperti memanipulasi objek dan menulis. Atau beberapa kesulitan mengoordinasikan gerakan antara sisi kiri dan kanan tubuh sehingga sulit untuk melakukan tindakan seperti mengayunkan kaki mereka atau melompat.

Ada juga yang memiliki tonus otot yang lemah dan memiliki masalah dalam menjaga postur atau keseimbangan mereka. Sedangkan yang lainnya tampak bermasalah dengan tindakan yang membutuhkan koordinasi tangan-mata, seperti menangkap bola atau meniru gerakan orang lain, dan dengan merencanakan serangkaian gerakan atau gerak tubuh, yang disebut dengan praxis.

Kesulitan yang mereka alami ini dapat berkisar dari ringan hingga berat dan dapat memengaruhi sistem motorik apa pun pada tubuh.

2. Pada usia berapa masalah motorik dimulai?

Mereka bisa muncul saat masih bayi. Misalnya, bayi usia 1 bulan yang kemudian didiagnosis autisme cenderung lebih jarang menggerakkan lengannya dibandingkan bayi biasa. Pada usia sekitar 4 bulan, seorang anak pada umumnya dapat menjaga kepalanya sejajar dengan bahunya ketika berganti ke posisi duduk, tetapi bayi dengan autisme sering kali kekurangan kekuatan sehingga kepalanya terkulai. Pada usia 14 bulan (usia kebanyakan anak bisa berjalan), bagi anak dengan autisme mungkin masih tidak bisa berdiri. Masalah motorik lainnya dapat mencakup kesulitan untuk memegang benda atau duduk, dan tidak bertepuk tangan dan menunjuk.

3. Bagaimana masalah motorik berkaitan dengan faktor genetik yang memengaruhi autisme?

Menurut sebuah studi tahun 2017, setiap penundaan satu bulan untuk mulai berjalan meningkatkan kemungkinan seorang anak mengalami mutasi spontan pada gen autisme sebesar 17 persen. Beberapa bentuk sindrom autisme yang disebabkan faktor genetik adalah masalah motorik tertentu. Misalnya orang dengan sindrom Phelan-McDermid sering memiliki tonus otot yang rendah, dan anak-anak dengan sindrom dup15q cenderung memiliki gaya berjalan yang khas.

Berdasarkan sebuah penelitian tahun 2018, orang dengan autisme yang membawa mutasi spontan memiliki kemungkinan lebih besar mengalami masalah motorik, terlepas dari apakah mereka memiliki disabilitas intelektual.

 

Simak Video Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

4. Apa yang sedang terjadi di otak?

Perbedaan konektivitas antar wilayah otak dapat membantu menjelaskan kesulitan motorik pada beberapa orang dengan autisme. Misalnya orang dengan autisme mengalami penurunan sinkronisasi dalam aktivitas antara daerah visual dan motoriknya, semakin sedikit sinkronisasi di sana maka semakin parah defisit sosial mereka (berdasarkan skala standar). Masalah motorik mereka mungkin juga berasal dari konektivitas yang kurang antara lobus parietal inferior, suatu wilayah di otak yang mengkoordinasi tangan-mata dan otak kecil yang membantu memandu dan mengoreksi gerakan.

Orang dengan autisme juga tampaknya mengabaikan informasi visual dan lebih mengandalkan proprioception (perasaan internal tentang posisi tubuh mereka) daripada yang dilakukan orang pada umumnya saat belajar menggunakan alat baru. Artinya, semakin banyak orang dengan autisme mengandalkan proprioception, semakin parah defisit sosial mereka, meskipun para peneliti belum yakin mengapa hal ini terjadi.

5. Bisakah masalah motorik menjadi ciri autisme?

Mungkin. Masalah motorik pada masa bayi telah dikaitkan dengan keterlambatan dalam mengoceh, memberi isyarat dan memperoleh kosakata baru. Mereka mungkin juga memiliki 'efek berjenjang' lainnya pada perkembangan kognitif, sosial dan emosional. Itu karena kemampuan motorik, seperti duduk, meraih benda dan berjalan merupakan cara orang tua memberi pengalaman baru sekaligus mengajari anak banyak hal.

Selain itu, bayi yang tidak banyak bergerak atau tidak dapat menangkap objek cenderung tidak berinteraksi dengan pengasuhnya, sehingga membatasi kesempatan untuk belajar bahasa dan keterampilan lain dari orang dewasa.

Keterampilan motorik yang buruk pada masa kanak-kanak dapat membuat anak dengan autisme enggan melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, membatasi berinteraksi dengan anak lain dan berpotensi menghambat perkembangan sosial. Atau bahasa halusnya, kesulitan mengoordinasikan gerakan kepala dapat mempersulit untuk mengikuti interaksi sosial dalam kelompok besar, dan masalah dengan tulisan tangan dapat memengaruhi kinerja akademis.

Menurut peneliti, meskipun masalah motorik tidak diragukan lagi menghambat perkembangan sosial dan kognitif, kecil kemungkinannya menjadi penyebab satu-satunya anak dalam berinteraksi sosial. Namun sebaliknya, perbedaan motorik dan sosial pada orang dengan autisme mungkin memiliki akar penyebab yang sama di otak, kata mereka.

6. Bagaimana dokter dan peneliti mengukur keterampilan motorik?

Beberapa tes standar dapat mengungkapkan apakah seorang anak dapat melakukan tugas motorik tertentu. Tapi ini tidak cukup tepat untuk mendiagnosis dan mengukur gangguan motorik anak dengan autisme. Beberapa peneliti telah menemukan cara baru untuk menyelidiki masalah motorik, menggunakan tulisan tangan, realitas virtual, penangkapan gerak dengan sensor dan kamera inframerah, akselerometer dan giroskop (untuk mengukur intensitas dan sudut gerakan anggota tubuh), tikar yang dilengkapi dengan sensor tekanan (untuk mendeteksi perbedaan dalam gaya berjalan), dan elektromiografi (teknik yang mengukur aktivitas listrik otot). Tetapi para peneliti mengatakan mereka masih jauh dari standarisasi ukuran-ukuran ini. Namun yang penting adalah mendapatkan diagnosis sedini mungkin.

7. Bagaimana cara mengatasi masalah motorik?

Menurut peneliti, perawatan standar biasanya mencakup terapi fisik dan okupasi, tetapi ini mungkin tidak sepenuhnya memenuhi kebutuhan anak dengan autisme. Terlebih lagi, hanya 32 persen anak autisme yang mendapatkan perawatan untuk masalah motoriknya. Beberapa ahli telah mulai mencoba pengobatan baru, seperti program olahraga yang disesuaikan, yoga, seni bela diri, dan terapi gerak yang melibatkan musik, meskipun hanya ada sedikit bukti apakah pendekatan ini efektif.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.