Sukses

Polisi India Ciduk 4 Penipu Kripto, Korban Rugi Rp 1,3 Miliar

Menurut media lokal, para penipu menargetkan investor dengan mengaku sebagai perwakilan dari platform perdagangan kripto palsu yang dijuluki GBE Crypto Trading Company.

Liputan6.com, Jakarta - Penegak hukum di India telah menangkap empat orang yang diyakini mengoperasikan platform perdagangan mata uang kripto palsu yang berhasil menipu korban hingga lebih dari USD 90.000 atau setara Rp 1,3 miliar (asumsi kurs Rp 15.468 per dolar AS).

Dilansir dari Coinmarketcap, Jumat (6/9/2024), menurut media lokal, para penipu menargetkan investor dengan mengaku sebagai perwakilan dari platform perdagangan kripto palsu yang dijuluki GBE Crypto Trading Company. 

Nama itu kemungkinan dipilih untuk memalsukan koneksi dengan perusahaan pialang daring yang berbasis di Siprus, GBE Brokers, hal pertama yang muncul saat mencari perusahaan perdagangan kripto GBE.

Penipuan itu dioperasikan melalui beberapa platform media sosial, seperti WhatsApp dan Telegram, tempat para pelaku menyebarkan aplikasi perdagangan palsu. Untuk menutupi jejak mereka, para penipu dilaporkan menggunakan nomor telepon virtual dan layanan VPN.

Investigasi oleh Kantor Polisi Siber di Balangir, Odissa, juga mengungkap domain yang terdaftar untuk memfasilitasi skema tersebut dan menyamar sebagai platform perdagangan yang sah. Namun, belum dapat dipastikan apakah para penipu itu menyamar sebagai GBE Brokers.

Rishikesh Khilari, Inspektur Polisi Balangir, mencatat lebih dari 60 rekening bank yang terkait dengan penipuan tersebut telah dibekukan, dengan total USD 101.334 disita pada saat pelaporan.

Pada Januari 2024, penipuan kripto lainnya yang melibatkan mata uang kripto palsu yang dijuluki koin Dykan ditutup oleh polisi siber Balangir. Seperti perusahaan perdagangan kripto GBE, para penipu mengembangkan bursa kripto palsu yang disebut DYFINEX dan menawarkan layanan perdagangan dan staking untuk memikat investor.

India menjadi target utama para penipu mata uang kripto karena peraturan yang lemah dan kurangnya kesadaran umum tentang mata uang digital. Akibatnya, penipuan yang mempromosikan mata uang kripto palsu, platform perdagangan, dan skema investasi yang meragukan sering kali menargetkan investor ritel.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

2 dari 4 halaman

Polisi Filipina Gerebek Kantor Penipuan Kripto, 99 Orang Diringkus

Sebelumnya, Otoritas keamanan Filipina berhasil menggerebek sebuah bisnis yang diduga digunakan untuk penipuan kripto. Alhasil, 99 orang karyawan termasuk pemilik perusahaan diringkus polisi.

Kantor Polisi Wilayah Ibu Kota Nasional (NCRPO), sebuah divisi dari Kepolisian Nasional Filipina (PNP), mengungkapkan 99 pekerja ditangkap selama penggerebekan di sebuah pusat penipuan kripto yang diduga berada di Kota Parañaque, Filipina.

Kepala NCRPO, Mayjen Jose Melencio Nartatez melaporkan polisi menggerebek kantor Perusahaan AIA di Centrium Tower 1, Barangay Baclaran, setelah adanya laporan intelijen bisnis tersebut terlibat dalam penipuan mata uang kripto dan asmara. Di antara mereka yang ditangkap terdapat tiga tokoh kunci: Nan Shan, sang manajer; Detu Su, sang pemilik; dan Wu Jian Bin, sang supervisor. 

64 orang yang ditangkap merupakan warga asing, seperti dari Tiongkok, Malaysia, dan negara lainnya. Sementara itu, 34 lainnya merupakan warga Filipina yang diduga bekerja sebagai perwakilan layanan pelanggan (CSR).

"Penyelidikan mengungkap bahwa perusahaan tersebut menggunakan CSR mereka untuk secara curang menggambarkan suatu karakter, seperti model kaya yang akan menarik calon korban untuk berinvestasi di platform perdagangan/pertukaran mata uang kripto yang dimanipulasi, dengan maksud penipuan," ujar Jose Melencio Nartatez, mengutip Bitcoin.com, Jumat (23/8/2024).

Penyelidikan lebih lanjut mengungkap perusahaan tersebut tidak terdaftar di Komisi Sekuritas dan Bursa Filipina. Karyawan Filipina mengklaim mereka dipaksa untuk berpartisipasi dalam penipuan dan dipaksa untuk melakukan peran yang membahayakan.

"Saat melakukan penyelidikan kepada mereka, warga negara Filipina tersebut menyatakan bahwa mereka (CSR) dipaksa bekerja sebagai penipu, sementara para model dipaksa untuk berpakaian dengan cara yang menggoda dan melakukan perilaku cabul, yang akan digambarkan oleh CSR untuk memikat calon korban mereka," ungkapnya.

Dakwaan berdasarkan Undang-Undang Pencegahan Kejahatan Dunia Maya tahun 2012 dan Kode Peraturan Sekuritas Filipina sedang dipersiapkan untuk menjerat para pelanggar.

 

 

 

3 dari 4 halaman

FBI Sita Kripto Senilai USD 5 Juta di Kasus Penipuan Investasi

Sebelumnya, Kantor Kejaksaan AS untuk Distrik Timur Carolina Utara pada Kamis (22/8) mengumumkan penyitaan hampir USD5 juta dalam bentuk mata uang kripto yang terkait dengan penipuan investasi di Raleigh. 

Dikutip dari laman Bitcoin.com, pihak berwenang menyita tether, mata uang kripto yang dipatok ke dolar AS, yang dikaitkan dengan skema rumit di mana para penjahat mencuci hasil dari korban penipuan “pig butchering”.

“Orang Amerika kehilangan tabungan hidup mereka karena penipuan investasi, karena dana dengan cepat ditransfer ke rekening mata uang kripto di luar negeri,” kata Jaksa AS Michael Easley.

Dalam kasus ini, salah satu korban kehilangan seluruh rekening pensiunnya karena penipuan. Pihak kejaksaan AS mendapatkan kembali uang dolar tersebut, bahkan ketika penjahat berada di luar negeri.

Adalun dalam penipuan ini, pelaku menjalin hubungan romantis palsu dengan korban untuk mendapatkan kepercayaan mereka dan akhirnya membujuk mereka untuk berinvestasi di platform mata uang kripto palsu yang meniru platform yang sah. Platform ini menunjukkan keuntungan fiktif untuk mendorong investasi lebih lanjut. 

Berkedok Pajak

Para korban tidak dapat menarik dananya dan sering kali dihadapkan pada tuntutan pembayaran tambahan dengan berkedok pajak atau denda. 

Agen FBI dapat melacak dan memulihkan sebagian dari dana ini meskipun para penjahat berupaya menyembunyikan uang tersebut melalui beberapa dompet mata uang kripto. 

“Penyitaan mata uang kripto ini menjadi contoh bagaimana FBI beradaptasi dengan perubahan lanskap kriminal dan memperjuangkan korban skema penipuan yang dimungkinkan oleh dunia maya,” ujar Agen Khusus FBI Charlotte Robert M. DeWitt. 

 

4 dari 4 halaman

Sempat Jadi Buronan, Penipu Kripto Ini Ditangkap di Turki

Sebelumnya, Andreas Szakacs, salah satu pendiri perusahaan mata uang kripto kontroversial OmegaPro, ditangkap di Turki karena diduga menjalankan skema piramida yang menipu investor sebesar USD 4 miliar atau setara Rp 63 triliun (asumsi kurs Rp 15.751 per dolar AS).

Dilansir dari Coinmarketcap, Jumat (23/8/2024), berasal dari Swedia, Szakacs dilaporkan mengubah namanya menjadi Emre Avcı setelah menjadi warga negara Turki. Ia membantah tuduhan tersebut, dengan mengklaim ia hanya bekerja di bidang keuangan dan pemasaran.

Penangkapan tersebut menyusul informasi dari seorang informan anonim pada 28 Juni. Setelah penggerebekan di dua vila di distrik Beykoz, Istanbul, Szakacs ditahan pada 9 Juli dan ditangkap pada tanggal 10 Juli atas tuduhan penipuan menggunakan sistem informasi, bank, atau lembaga kredit sebagai sarana.

Selama penggerebekan, otoritas Turki menyita komputer dan 32 dompet dingin, yang biasanya digunakan untuk menyimpan mata uang kripto secara offline. Meskipun Szakacs dilaporkan tidak memberikan kata sandi, para penyelidik berhasil melacak pergerakan mata uang kripto senilai total USD 160 juta.

Runtuhnya OmegaPro pada akhir 2022, yang bertepatan dengan runtuhnya bursa mata uang kripto FTX, menyebabkan banyak investor di seluruh dunia mengalami kebangkrutan finansial.

Seorang saksi kunci dalam kasus tersebut, warga negara Belanda Abdul Ghaffar Mohaghegh, mengatakan kepada para penyelidik bahwa ia kehilangan USD 7 juta dalam skema penipuan tersebut. 

Mohaghegh juga mengklaim telah mewakili, melalui kuasa hukum, 3.000 investor yang terdampak yang kehilangan USD 103 juta dalam dugaan penipuan tersebut.

 

Video Terkini